Ombudsman Nilai Maladministrasi Turut Memicu Banyak KPPS Meninggal

20 Mei 2019 13:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ombudsman RI saat melakukan Kajian Singkat (Rapid Assesment) terkait Kematian Petugas Pemilu. Foto: Moh Fajri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ombudsman RI saat melakukan Kajian Singkat (Rapid Assesment) terkait Kematian Petugas Pemilu. Foto: Moh Fajri/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ombudsman Republik Indonesia telah melakukan kajian singkat (rapid assesment) terkait banyaknya petugas KPPS yang meninggal dunia selama pelaksanaan Pemilu 2019. Ditemukan beberapa fakta bahwa syarat usia dan kondisi kesehatan calon petugas tidak menjadi perhatian.
ADVERTISEMENT
Anggota Ombudsman Adrianus Meliala mengatakan ada indikasi kuat pemerintah dan DPR selaku perancang Undang-Undang Pemilu menyebabkan terjadinya maladministrasi.
“Mengingat DPR dan pemerintah merancang dan mengesahkan undang-undang yang terlalu teknis, diselesaikan secara berlarut dan ternyata tidak bisa dijalankan secara normal,” kata Adrianus di kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (20/5).
Sekadar diketahui, syarat menjadi KPPS dalam Pemilu 2019 antara lain adalah:
1. WNI berusia minimal 17 tahun.
2. Setia pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
3. Sehat jasmani dan rohani, berintegritas, jujur, serta adil.

Maladministrasi Lainnya

Selain itu, Ombudsman menemukan indikasi kuat pemerintah melakukan maladministrasi khususnya terkait pendanaan pemilu. Menurutnya petugas pemilu bekerja dengan pendekatan sukarelawan dengan tidak menyadari risiko kesehatan dan tidak memperoleh kompensasi yang cukup.
ADVERTISEMENT
“Ombudsman menyoroti KPU terindikasi melakukan maladministrasi karena tidak mengoptimalkan kewenangan dan sumber daya yang dimilikinya untuk melakukan langkah-langkah pencegahan jatuhnya korban pada petugas KPPS,” ujar Adrianus.
“Badan Pengawas Pemilu juga terindikasi melakukan maladministrasi sebagai pengawasan tidak mengingatkan KPU terkait kesehatan para petugas pemilu serta mencegah jatuhnya korban,” tambahnya.
Ilustrasi perhitungan suara pemilu. Foto: AFP/Bas Ismoyo
Untuk itu, Ombudsman memberi saran agar dilakukan perbaikan peraturan terkait penyelenggaraan pemilu. Sejauh ini, kata Adrianus, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terlalu rinci mengatur teknis pemilu dan diputuskan secara terlambat.
“Sehingga menyebabkan penyusunan peraturan turunannya menjadi sulit dan berakibat pada beban kerja terlalu berat dan kaku,” tutur Adrianus.
Metode yang digunakan Ombudsman dalam membuat kajian singkat adalah wawancara stakeholder dari KPU termasuk KPU daerah, Bawaslu, Panwaslu, Kemenkes, IDI, pengamat, mantan KPPS, sampai keluarga almarhum KPPS. Waktu pencarian data dilakukan selama satu minggu dengan kompilasi data dari perwakilan Jateng, Jatim, Jabar, Bali, Papua, Kalsel, Bengkulu, Riau, Kepri, Lampung, Sultra, Sulteng, Maluku, Maluku Utara, NTT, sampai Kalteng.
ADVERTISEMENT