Laporan BPK: Pencegahan Korupsi KPK Era Firli Bahuri Belum Efektif

12 Juli 2021 14:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyampaikan sambutan pada acara Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2020 di gedung KPK. Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyampaikan sambutan pada acara Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2020 di gedung KPK. Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Pencegahan korupsi menjadi hal yang dikedepankan KPK pada era kepemimpinan Komjen Firli Bahuri dkk. Jenderal polisi bintang tiga itu pernah menyebut KPK akan lebih fokus pada pencegahan korupsi dengan dalih sesuai amanat UU baru.
ADVERTISEMENT
Namun, pencegahan korupsi yang digaungkan Firli Bahuri ternyata belum efektif. Hal itu berdasarkan temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Temuan itu tercantum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020. Salah satu yang diperiksa BPK ialah terkait kinerja atas efektivitas fungsi pencegahan dan pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan tindak pidana korupsi tahun 2015-semester I tahun 2020 dilaksanakan pada Komisi Pemberantasan Korupsi RI (KPK) dan instansi terkait lainnya.
"Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa efektivitas pengelolaan fungsi pencegahan korupsi dan pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan tipikor belum sepenuhnya efektif, dengan masih adanya permasalahan," bunyi IHPS II Tahun 2o2o yang dikutip dari situs BPK.
Ada tiga poin utama yang disoroti oleh BPK. Berikut lengkapnya:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Atas hal tersebut, BPK memberikan tiga rekomendasi kepada Ketua KPK Firli Bahuri untuk langkah perbaikan, yakni:
ADVERTISEMENT

Tanggapan KPK

Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock
Mengenai adanya penilaian dari BPK itu, KPK memberikan tanggapan. KPK menyebut bahwa pencegahan koruspi harus dilihat secara garis besar.
Plt juru bicara KPK Ipi Maryati menyebut KPK pernah menjalani Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) oleh BPK pada semester II tahun 2020. Namun hanya sebatas unit kerja Direktorat Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi).
Menurut Ipi, atas inisiatif KPK, cakupan audit kinerja diminta untuk diperluas mencakup Kedeputian Pencegahan. Sebab, KPK ingin mendapatkan penilaian yang objektif dari pihak lain tentang kinerja fungsi pencegahan yang dilakukan oleh Direktorat LHKPN, Gratifikasi, Litbang, Dikyanmas, dan Korsupgah.
"BPK menyetujui namun hanya unit kerja Korsupgah yang akan diaudit kinerja, karena keterbatasan sumber daya BPK. Direktorat Dikyanmas dan Korsupgah pada tahun 2020, masih berada di bawah Kedeputian Pencegahan," kata Ipi kepada wartawan, Senin (12/7).
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Ipi menyebut bahwa BPK kemudian menyampaikan hasil audit untuk ditindaklanjuti. Salah satunya termasuk perbaikan Peraturan Komisi (Perkom) No. 7 tahun 2020. Rekomendasi BPK untuk perbaikan Perkom antara lain:
ADVERTISEMENT
a). Perkom menyebutkan tugas dan fungsi Direktorat Labuksi membuat aplikasi terkait pengelolaan aset, barang bukti dan eksekusi. Ini merupakan tugas pada Direktorat Pengelolaan Data dan Informasi atau sekarang bernama Direktorat Manajemen Informasi
b). Perkom tidak menyebutkan secara eksplisit fungsi pencegahan pada Kedeputian Korsup. Sehingga, dikhawatirkan akan membuat pelaksanaan tugas Korsupgah tidak efektif
"KPK menghormati hasil audit BPK dan telah menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan. Tindak lanjut atas rekomendasi perbaikan Perkom 7 tahun 2020 saat ini sedang berjalan, sebagaimana telah diputuskan dalam rapat evaluasi atas audit kinerja pada April 2021," kata Ipi.
Ipi menambahkan, rekomendasi lain dari BPK ialah bahwa Monitoring Center for Prevention (MCP) Korsupgah untuk mengukur kemajuan pembangunan tata kelola pemerintahan daerah untuk pencegahan korupsi dalam 8 (delapan) elemen, sangat efektif dan strategis. Menurut Ipi, program itu direkomendasikan untuk memperkuat regulasi terkait MCP dalam bentuk Perpres atau aturan lainnya, sehingga kemudian dapat dikelola bersama-sama dengan kementerian/lembaga dan instansi lainnya.
ADVERTISEMENT
Rekomendasi lain dari BPK ialah terkait dengan kelemahan MCP berdasarkan pengamatan BPK di lapangan. Perbaikan MCP direkomendasikan mencakup (a) penguatan dukungan sarana dan prasarana di pemda, (b) revisi indikator penilaian agar lebih tajam dan realistis dan pelibatan kementerian/lembaga/pemda sebagai stakeholder, serta (c) penerapan pedoman monitoring pencegahan korupsi pada tata kelola pemda.
Menurut Ipi, KPK telah menindaklanjuti rekomendasi itu, yaitu dengan:
a). Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Deputi Korsup dengan Deputi Bidang Akuntan Negara dan Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP. Antara lain untuk pengelolaan MCP melalui perwakilan BPKP di 34 provinsi.
b). Saat ini KPK sedang memproses pengelolaan 8 elemen MCP bersama 6 unit eselon 1 Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), 2 unit eselon 1 BPKP, dan 34 Kantor Perwakilan BPKP.
ADVERTISEMENT
"Permintaan KPK agar BPK mengaudit pencegahan yang dilakukan oleh KPK juga didasarkan pada tujuan untuk terus meningkatkan kinerja di bidang pencegahan. Sehingga, menurut kami kurang tepat jika menyimpulkan efektivitas upaya pencegahan KPK hanya dengan sampel dari unit Korsupgah," kata Ipi.
"Sesuai amanah UU, KPK akan terus mengintensifkan pelaksanaan tugas pencegahan, koordinasi, dan monitoring baik di tingkat pusat maupun daerah dengan melibatkan segenap mitra pemangku kepentingan," pungkasnya.