KPK Periksa Eks Dirut PT Nindya Karya

3 Juli 2018 11:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Dirut Nindya Karya, I Gusti Ngurah Putra penuhi panggilan KPK (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Dirut Nindya Karya, I Gusti Ngurah Putra penuhi panggilan KPK (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mantan Direktur Utama PT Nindya Karya, I Gusti Ngurah Putra, memenuhi panggilan KPK pada Selasa (3/7). Putra yang sekarang menjabat Dirut Waskita Karya tersebut akan diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi korporasi pembangunan Dermaga Sabang yang dilakukan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati.
ADVERTISEMENT
Putra tiba di gedung KPK, Jakarta, sekitar pukul 10.00 WIB. Ia mengenakan kameja berwarna putih dan celana berwarna biru tua itu, terlihat juga membawa sebuah map berwarna kuning.
Mantan Dirut Nindya Karya, I Gusti Ngurah Putra penuhi panggilan KPK (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Dirut Nindya Karya, I Gusti Ngurah Putra penuhi panggilan KPK (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Juru bicara KPK Febri Diansyah menerangkan pemeriksaan terhadap Putra ini merupakan penjadwalan ulang. KPK sebelumnya memanggil Putra untuk diperiksa sebagai saksi pada Jumat (29/6).
"Iya (Putra diperiksa sebagai saksi kasus korupsi korporasi). Pemeriksaan harusnya tanggal 29 Juni 2018, ini reschedule dari sebelumnya," ujar Febri saat dikonfirmasi, Senin (3/7).
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Dermaga Sabang tahun anggaran 2006-2010. Penetapan tersangka ini berdasarkan pengembangan kasus yang menjerat mantan kepala cabang PT Nindya Karya, Heru Sulaksono, pada tahun 2014.
ADVERTISEMENT
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati melalui Heru Sulaksono diduga telah melakukan korupsi dalam proyek yang dibiayai APBN dengan total nilai proyek Rp 793 miliar. Dalam kasus tersebut, PT Nindya Karya diduga meraup keuntungan Rp 44,68 miliar sedangkan PT Tuah Sejati diduga menerima Rp 49,9 miliar.
Kedua perusahaan tersebut diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Atas perbuatannya, kedua perusahaan dianggap telah merugikan negara hingga Rp 313 miliar.