Komparasi Qanun dan UU Perkawinan Tentang Poligami

8 Juli 2019 10:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi poligami. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi poligami. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masyarakat di Provinsi Aceh sedang dihebohkan dengan poligami yang masuk dalam pembahasan rancangan qanun (raqan) Hukum Keluarga oleh Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).
ADVERTISEMENT
Rancangan qanun (peraturan daerah) tersebut masuk dalam Program Legislasi (Prolega) tahun 2018. Rencananya qanun berisi sekitar 200 pasal itu akan disampaikan secara terbuka dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) 1 Agustus 2019.
Salah satu bab yang ikut dibahas di dalam qanun termasuk perihal dilegalkannya poligami. Alasannya, dikarenakan marak pernikahan siri oleh seorang suami yang tanpa sepengetahuan istri hingga berefek terhadap sang anak.
Di dalam draf Rancangan Qanun Hukum Keluarga, poligami diatur pada Bab VIII tentang beristri lebih dari satu orang. Ada lima pasal yang membahas mengenai hal tersebut, mulai dari tata cara menikah lebih dari satu istri hingga batasan bagi seorang suami hanya dibolehkan menikah sampai 4 kali.
ADVERTISEMENT
Sementara di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, juga terdapat lima pasal yang membahas mengenai perkawinan seorang suami lebih dari satu. Pembahasan tersebut diulas pada bagian Bab I Dasar Perkawinan.
Jika melihat isi dari kedua aturan baik Qanun maupun UU tidak jauh berbeda, hanya saja jika merunut pada UU lebih menyarankan agar perkawinan monogami (satu kali), sesuai pasal Pasal 3 ayat (1) mengatakan bahwa pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri.
Namun demikian, UU Perkawinan memberikan pengecualian, sebagaimana Pasal 3 ayat (2) UU yaitu Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
Berikut isi perbandingan Rancangan Qanun (Raqan) Hukum Keluarga dan UU Perkawinan:

Raqan Hukum Keluarga

Pasal 46
(1) Seorang suami dalam waktu yang bersamaan boleh beristri lebih dari 1 (satu) orang dan dilarang lebih dari 4 (empat) orang.
(2) Syarat utama beristri lebih dari 1 (satu) orang harus mempunyai kemampuan, baik lahir maupun batin dan mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
(3) Kemampuan lahir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan tempat tinggal untuk kehidupan istri-istri dan anak-anaknya.
(4) Kemampuan tersebut harus dibuktikan dengan sejumlah penghasilan yang diperoleh setiap bulan dari hasil pekerjaan baik sebagai Aparatur Sipil Negara, pengusaha/wiraswasta, pedagang, petani maupun nelayan atau pekerjaan lainnya yang sah.
ADVERTISEMENT
(5) Kemampuan batin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan, biologis, kasih sayang dan spiritual terhadap lebih dari seorang isteri.
(6) Dalam hal syarat utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, seorang suami dilarang beristri lebih dari 1 (satu) orang.
Ilustrasi poligami. Foto: Meiliani/kumparan
Pasal 47
(1) Seorang suami yang hendak beristri lebih dari 1 (satu) orang harus mendapat izin dari Mahkamah Syar’iyah.
(2) Pernikahan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga dan keempat tanpa izin Mahkamah Syar’iyah, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 48
(1) Mahkamah Syar’iyah hanya memberi izin kepada suami yang akan beristri lebih dari 1 (satu) jika:
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagaimana diatur dalam Qanun ini; atau
ADVERTISEMENT
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, yang dibuktikan dengan keterangan dari dokter ahli.; atau
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan, yang dibuktikan dengan keterangan dari dokter ahli.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah persyaratan alternatif, artinya salah satu syarat terpenuhi seorang suami sudah dapat mengajukan permohonan beristri lebih dari 1 (satu) orang meskipun istri atau istri-istri sebelumnya tidak menyetujui, Mahkamah Syar’iyah dapat memberikan izin kepada suami untuk beristri lebih dari satu orang.
Pasal 49
(1) Selain syarat utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2), untuk memperoleh izin Mahkamah Syar’iyah harus pula dipenuhi syarat-syarat:
a. adanya persetujuan istri atau istri-istri dan
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
ADVERTISEMENT
(2) Persetujuan istri atau istri-istri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan secara tertulis atau secara lisan.
(3) Persetujuan lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan oleh istri di hadapan sidang Mahkamah Syar’iyah.
(4) Persetujuan sebagaimana pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami, jika istri atau istri-istrinya tidak mungkin diminta persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari istri atau istri-istrinya paling kurang 2 (dua) tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat pertimbangan hakim.
Pasal 50
(1) Dalam hal istri atau istri-istri tidak mau memberikan persetujuan, sedangkan suami yang mengajukan permohonan izin beristri lebih dari seorang sudah mampu memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, hakim dapat mempertimbangkan untuk memberikan izin kepada suami untuk beristri lebih dari seorang.
ADVERTISEMENT
(2) Tata cara mengajukan permohonan beristri lebih dari seorang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

UU Perkawinan

Pasal 1
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa
Pasal 2
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3
(1) Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
(2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
Pasal 4
(1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang- undang ini maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila
a. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 5
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang harus dipenuhi syarat syarat sebagai berikut:
a. Ada persetujuan dari istri atau istri-istri;
ADVERTISEMENT
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka;
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
(2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri atau istri-istrinya tidak mungkin diminta persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.