Komarudin dan Romo Magnis: Pluralisme Indonesia adalah Rahmat

13 Maret 2018 13:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekolah Dinas Luar Negeri (Foto: Dok. Aji Surya)
zoom-in-whitePerbesar
Sekolah Dinas Luar Negeri (Foto: Dok. Aji Surya)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salah satu nilai strategis Indonesia adalah keberagaman. Lebih penting lagi, nilai yang mencirikan bangsa ini perlu dijadikan ikon diplomasi.
ADVERTISEMENT
Demikian ringkasan dari diskusi pada Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (Sesdilu ke-60), 12 Maret 2018. Hadir dua pembicara yang mumpuni dalam isu pluralisme di Indonesia, yaitu Prof. Dr. Komarudin Hidayat dan Dr. Franz Magnis Suseno. Keduanya “mengaduk-aduk” soal keberagaman dari tinjauan religi, filosofi maupun sosiologi.
Menurut Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Indonesia tidak bisa lepas dari budaya dan pemikiran Islam sebagai agama yang dianut moyoritas penduduk Indonesia. Islam sendiri memiliki peran dalam pembentukan dan pembangunan bangsa Indonesia. Namun, keberagaman Indonesia adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa dihilangkan, tapi justru harus dilestarikan.
Ditegaskan, status Indonesia dengan berbagai keragamannya secara langsung atau pun tidak langsung telah memantik ancaman terutama dari kelompok-kelompok tertentu. Ancaman di sini dapat berupa cara pandang ataupun prasangka buruk terhadap pluralisme Indonesia yang dapat memicu konflik horizontal. Ancaman tersebut harus dilihat secara seksama dalam konteks penerapan nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Prof. Komarudin juga menghimbau agar para diplomat memahami betul nilai-nilai keberagaman Indonesia dan selalu mengedepankan isu ini dalam menjalin hubungan dengan negara lain.
Kehadiran Franz Magnis Suseno memiliki daya tarik tersendiri bagi peserta Sesdilu yang menamakan dirinya “Diplomat Zaman Now”. Bagaimana tidak, orang Jerman yang sudah menjadi WNI sejak tahun 1977 dan jauh sebelumnya telah mendalami kebudayaan, agama dan politik Indonesia tersebut memandang keberagaman Indonesia sebagai suatu nilai yang menarik untuk ‘dijual’ ke dunia luar.
“Indonesia negara yang menarik sekaligus kompleks tetapi memiliki dasar dan ideologi negara berupa Pancasila dan UUD 1945. Indonesia adalah sebuah bangsa dengan 87% penduduk beragama islam tetapi hidup dalam kerukunan dan toleransi yang tinggi,” ujarnya saat memberikan paparan mengenai Indonesia, Kebhinekaan dan Pancasila.
ADVERTISEMENT
Misionaris katolik yang biasa disapa Romo Magnis ini melihat bahwa sejarah Indonesia memiliki tiga peristiwa penting yang telah mengantarkan Indonesia sebagai negara demokrasi seperti sekarang ini, yaitu Hari Sumpah Pemuda, 18 Agustus 1945 sebagai hari pengesahan UUD 1945 dan dan turunnya Soeharto. Selain itu, Romo Magnis juga mendorong Pemerintah terus melakukan interfaith dialogue baik pada level nasional, regional maupun internasional.
Para peserta Sesdilu mengakui telah mendapat pencerahan yang bermanfaat dalam memandang isu pluralisme Indonesia. Mereka mendukung dan berkomitmen untuk menjadikan keunikan Indonesia ini sebagai salah satu nilai strategis yang harus terus diperkenalkan ke dunia luar melalui diplomasi.
“Sangat senang dan merasa terhormat bisa ketemu langsung dan berdiskusi tentang Indonesia dan keberagamannya dengan dua tokoh Indonesia yang sangat kompeten,” celoteh salah satu peserta Diklat dengan mimik serius.
ADVERTISEMENT
Kedua pembicara, kabarnya, sengaja dihadirkan untuk memberikan pemahaman yang mendalam dari sisi yang berbeda tentang keberagaman Indonesia kepada 36 diplomat muda yang mengikuti diklat Sesdilu. “Ini adalah sebuah kebutuhan pencerahan yang tidak pernah bisa ditunda,” ujar Direktur Sesdilu, M. Aji Surya.
Laporan : M. Aji Surya