Jika Pilkada 2024, Jokowi Dinilai Bakal Punya Otoritas Kuat Tunjuk 271 Penjabat

17 Februari 2021 18:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi saat menghadiri pelantikan anggota DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa (1/10/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi saat menghadiri pelantikan anggota DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa (1/10/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah tak menghendaki rencana pembahasan revisi UU Pemilu dilanjutkan. Keinginan pemerintah itu pun diikuti seluruh parpol pendukung pemerintahan Jokowi di DPR.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, Pilkada kemungkinan besar bakal tetap digelar 2024.
Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini berpandangan ada sejumlah manfaat yang diperoleh di balik kekompakan suara pemerintah dan parpol pendukungnya untuk menolak revisi UU Pemilu. Salah satunya, Presiden Jokowi memiliki otoritas kuat untuk menunjuk penjabat (Pj) di daerah melalui Kemendagri.
"Apa faedah bagi Presiden bila pilkada 2024? Tentu adalah otoritas yang kuat untuk tentukan penjabat. Jadi bagi daerah yang AMJ atau akhir masa jabatan kepala daerahnya pada 2022 dan 2023, itu sesuai dengan Pasal 201 ayat 10 dan ayat 11 maka dia akan diisi oleh penjabat," kata Titi dalam diskusi virtual, Rabu (17/2).
"Penjabat ada kriterianya. Ada penjabat dalam jabatan madya dan pejabat dalam jabatan pratama. Itu semua kan muaranya ke Presiden," lanjut dia.
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
Diketahui, terdapat 271 daerah yang akan mengalami kekosongan kepemimpinan selama 1-2 tahun jika pilkada digelar tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Sementara keuntungan untuk parpol, kata dia, syarat presidential threshold tetap 20 persen dan parliamentary threshold tetap 4 persen. Sehingga memudahkan parpol membangun strategi.
"Serta ambang batas tidak naik, dan tidak ada ambang batas di DPRD, itu kan intensif besar bagi 7 partai nonparlemen. Meskipun tidak serta merta mereka menjadi peserta pemilu lagi, karena harus ikut verifikasi faktual lagi," kata dia.
"Juga ada partai yang diuntungkan dengan keberlakuan ambang batas pencalonan Presiden, sebut saja misalnya PDIP kalau boleh menyebut seperti itu," jelas Titi.
Titi pun mengatakan jika Pilkada digelar tahun 2024, justru tak memberikan manfaat untuk memperkuat tata kelola pemilu. Pun dengan menjaga kualitas demokrasi.
"Tidak merevisinya UU Pemilu kurang memberi utilitas manfaat atau faedah pada upaya memperkuat tata kelola pemilu dan demokrasi Indonesia. Lalu, bisa melemahkan mutu demokrasi Indonesia. Ketiga, menurunkan performa parpol dan yang terakhir membatasi kualitas dan kuantitas keterlibatan partisipatoris publik," tandas Titi.
ADVERTISEMENT