Irjen Napoleon Minta Dibebaskan: Jaksa Abaikan Penderitaan Psikologis Umat Islam

25 Agustus 2022 15:13 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Irjen Napoleon Bonaparte menjalani sidang tuntutan di PN Jakarta Selatan. Foto: Hedi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Irjen Napoleon Bonaparte menjalani sidang tuntutan di PN Jakarta Selatan. Foto: Hedi/kumparan
ADVERTISEMENT
Eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi dalam kasus penganiayaan terhadap Muhammad Kace di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Dalam pleidoinya, Napoleon meminta agar hakim dapat mengabulkan permintaannya untuk bebas dari segala dakwaan atau tuntutan yang sebelumnya disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Menolak seluruh isi surat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. [meminta hakim] Menjatuhkan putusan bebas karena terdakwa [Napoleon] tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan sebagaimana pasal-pasal dalam surat dakwaan dan surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum,” ujar Napoleon saat membacakan pleidoi, Kamis (25/8).
”Atau setidaknya menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslaag) terhadap terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte,” sambungnya.
Sidang Irjen Napoleon Bonaparte di PN Jakarta Selatan, Kamis (25/8/2022). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Berdasarkan uraian nota pembelaan yang disampaikannya, Napoleon juga berpendapat bahwa pasal 351 ayat (1) dan pasal 351 ayat (1) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang didakwakan kepadanya, dinilai sebagai sebuah kekeliruan.
ADVERTISEMENT
”Surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum tersebut keliru atau tidak tepat dan tidak memenuhi syarat objektif maupun syarat subjektif untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte,” ucap Napoleon.
Tak hanya sampai di situ, Napoleon juga menyayangkan sikap JPU terkait tuntutan 1 tahun yang diterimanya. Dalam surat tuntutannya, JPU telah mempertimbangkan dampak psikologis berkepanjangan yang mungkin diderita oleh saksi Kosman alias Kece akibat dilumuri tinja di wajahnya.
Akan tetapi, kata Napoleon, JPU justru mengesampingkan penderitaan psikologis yang dialami oleh umat Islam akibat ulah M. Kece.
”Jaksa Penuntut Umum secara nyata justru telah mengabaikan penderitaan psikologis yang dialami oleh semua umat Islam akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh saksi Kosman alias Kece yang telah terbukti menista Al-Qur'an, Nabi Muhammad SAW dan akidah Islam,” ungkap Napoleon.
Muhammad Kece diduga dianiaya Irjen Napoleon di Rutan Bareskrim. Foto: Dok. Istimewa
”Apakah Jaksa Penuntut Umum kurang memahami bahwa mendakwa dan menuntut hukuman pidana kepada terdakwa dalam perkara ini hanya akan membuat para pembenci agama Islam semakin meraja-lela untuk melakukan aksinya di masa mendatang, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa pendeta Nasrani seperti Syaifudin Ibrahim, Paul Zhang, dan para apologet Kristen lain di media masa sampai hari ini? Dan akhirnya, apakah Jaksa Penuntut Umum kurang menyadari bahwa mendakwa dan menuntut hukuman pidana terhadap terdakwa dalam perkara ini justru akan semakin membangkitkan semangat atau ghirah umat Islam yang mayoritas di negeri ini untuk bertindak secara masif terhadap simbol-simbol umat agama lain yang menista akidah Islam?” lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Karenanya, Napoleon sangat berharap majelis hakim dapat berpikir jernih dalam memutus perkaranya ini. Tentunya juga dengan mempertimbangkan nota pembelaan yang ia sampaikan.
”Kami sangat mengharapkan putusan Yang Mulia Majelis Hakim yang tidak hanya menjadi corong Undang-Undang, namun juga dapat menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan bagi pemeluk umat Islam di Indonesia yang sudah sekian lama terdzalimi oleh ratusan konten saksi Kosman alias Kece di media sosial,” kata Napoleon.
Terdakwa Youtuber M Kece mengangkat tangan saat memasuki ruang sidang vonis dugaan kasus penistaan agama di Pengadilan Negeri (PN) Ciamis Kelas I B, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Rabu (6/4/2022). Foto: Adeng Bustomi/ANTARA FOTO

Kasus Napoleon Bonaparte

Dalam kasusnya, Napoleon Bonaparte didakwa menganiaya M. Kece di Rutan Bareskrim Polri. Penganiayaan itu termasuk melumuri wajah Kece dengan kotoran manusia atau tinja.
Dalam dakwaan, perbuatan Napoleon Bonaparte itu dilakukan bersama-sama dengan sejumlah orang lainnya, termasuk Harmeniko alias Choky alias Pak RT dan Himawan Prasetyo yang disidang terpisah. Peristiwa terjadi pada 26 Agustus 2021 di Rutan Bareskrim Polri.
ADVERTISEMENT
Berawal ketika para tahanan Bareskrim melihat pemberitaan melalui televisi di rutan soal penangkapan Muhamad Kosman alias M. Kece alias M. Kece pada 25 Agustus 2021. Ia ditangkap karena kasus penistaan agama melalui YouTube.
Salah satu tahanan yang melihat pemberitahuan itu adalah Napoleon Bonaparte yang sedang ditahan karena kasus suap Djoko Tjandra. Pada saat Kece tiba di rutan, Napoleon turut menyaksikannya.
Selaku tahanan baru, Kece ditempatkan dalam kamar kosong atau khusus untuk isolasi mandiri terlebih dahulu selama 14 hari. Ia ditempatkan di kamar nomor 11.
Napoleon kemudian menyuruh Choky alias Pak RT untuk mengganti gembok kamar tersebut. Ia mengaku ingin bertemu Kece secara empat mata.
Choky alias Pak RT kemudian menyampaikan soal hal tersebut kepada petugas rutan, Bripda Asep Sigit Pamudi. Asep tidak berani menolak karena Irjen Napoleon merupakan perwira tinggi aktif Polri. Gembok kemudian diganti. Kuncinya dipegang Choky alias Pak RT.
ADVERTISEMENT
Pada tengah malam, Napoleon Bonaparte mendatangi Kece di kamar tahanannya karena kunci gembok dipegang Choky alias Pak RT. Peristiwa pelumuran tinja pun diduga terjadi pada saat itu. Dalam persidangan dakwaan, Napoleon mengaku tak menyesal melakukan hal tersebut.
Meski belakangan, Napoleon menyesali perbuatannya dan meminta maaf. Keduanya sudah saling memaafkan, tetapi proses hukum tetap berlanjut.
Akun Youtube Muhammad Kece mencantumkan nomor rekening atas nama H MUHAMAD KOSMAN. Foto: YouTube/MuhammadKece
Akibat perbuatannya itu, JPU menuntut Irjen Pol satu tahun penjara. Dia dinilai terbukti melakukan penganiayaan dengan melumuri tinja manusia ke Muhammad Kece.
JPU meyakini Napoleon melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan. Napoleon diyakini ikut serta melakukan penganiayaan dengan melakukan perbuatan tidak enak, dalam hal ini melumuri M Kece dengan tinja.
Tuntutan tersebut sudah mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk yang memberatkan, perbuatan sang jenderal dinilai telah mengakibatkan M Kece luka-luka. Perbuatan tersebut pun dilakukan pada saat ia menjalani hukuman penjara kasus Djoko Tjandra.
ADVERTISEMENT
Adapun hal yang meringankan yakni Napoleon bersikap kooperatif dalam persidangan dan sudah saling memaafkan dengan M Kece.