Hong Kong Tutup Kantor Pemerintah Selama Seminggu Usai Demo Besar
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah Hong Kong menutup kantor-kantor pemerintahan di pusat kota selama sepekan. Langkah ini dilakukan menyusul aksi demo menentang RUU ekstradisi yang berujung bentrok dengan aparat.
ADVERTISEMENT
Diberitakan Reuters, pada Kamis (13/6) situasi di sebagian besar pusat finansial Hong Kong telah lengang dari demonstran. Kebanyakan kantor perusahaan swasta dan jalanan telah dibuka untuk umum.
Namun mal Pacific Place yang terletak di samping gedung parlemen masih memutuskan tutup. Sementara bank-bank di lokasi tersebut menyatakan buka, namun memberikan opsi bagi karyawannya untuk bekerja dari rumah.
Sehari sebelumnya di lokasi ini berkumpul ratusan ribu warga Hong Kong menyuarakan aspirasi mereka. Warga dari berbagai kalangan itu menentang RUU ekstradisi ke China yang akan dibahas parlemen.
RUU tersebut dikhawatirkan semakin membuat pengaruh China semakin besar di pemerintahan Hong Kong. Selain itu, mereka khawatir akan pengadilan China yang tidak transparan dan catatan pelanggaran hak asasi terhadap narapidana.
ADVERTISEMENT
Kendati jumlah massa sangat besar, lebih besar ketimbang aksi Occupy pada 2014 silam, namun Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam menolak membatalkan RUU tersebut. Hal ini membuat massa aksi semakin beringas.
Bentrokan terjadi pada aksi Rabu. Polisi menembakkan peluru karet, gas air mata, dan semprotan merica untuk menjauhkan demonstran dari gedung parlemen. Sedikitnya 72 orang demonstran terluka dalam bentrokan tersebut.
Tidak diketahui apakah aksi akan berlanjut, namun beberapa demonstran masih bertahan di distrik pemerintahan dan pusat bisnis. Mereka mengatakan, aksi masih akan terus berlanjut sampai pemerintah membatalkan RUU tersebut.
"Saya tidak tahu rencana aksi protes hari ini, kami hanya akan mengikuti arus, tapi saya kira jumlahnya akan lebih sedikit dibanding kemarin dan akan lebih damai, setelah apa yang terjadi kemarin," kata seorang demonstran berusia 20-an, Ken Lam.
ADVERTISEMENT