Hoaks Adalah Musuh Tim Jokowi dan Tim Prabowo

20 Oktober 2018 19:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Talkshow interaktif bertema 'Pemilu di Era Teknologi Digital: Peluang dan Tantangannya' di Fisipol, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Sabtu (20/10). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Talkshow interaktif bertema 'Pemilu di Era Teknologi Digital: Peluang dan Tantangannya' di Fisipol, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Sabtu (20/10). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menjelang Pemilu 2019 ada hal yang berbeda dibanding pemilu sebelumnya di tahun 2014. Pesatnya perkembangan teknologi internet membuat atmosfer jelang pemilu lebih memanas. Salah satunya bertebarannya hoaks.
ADVERTISEMENT
Direktur Perencanaan Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf, Aria Bima, dan Koordinator Jubir Tim Kampanye Nasional Prabowo-Sandi, Danhil Anzar, turut membahas tersebut dalam Talkshow Interaktif Pemilu di Era Teknologi Digital: Peluang dan Tantangannya di Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Sabtu (20/10).
Aria menjelaskan bahwa kondisi saat ini, persepsi masyarakat oleh wacana publik. Wacana publik sendiri dibangun oleh media mainstream, media online, hingga sosial media. Menurutnya, sosial media harus digarisbawahi lantaran paling mendominasi hoaks.
“Kali ini yang paling mendominasi hoaks yang paling banyak dibicarakan adalah sosial media. Itu mempengaruhi persepsi publik, di sini ruang sangat terbuka di mana seseorang tidak yang pernah tampak (tiba-tiba) jadi jagoan politik,” sebutnya.
Hingga wajar banyak yang bertanya bagaimana nasib demokrasi jika keadaan sosial media seperti itu. Saat ini hoaks sangat sulit diprediksi. Tak pelak, hoaks telah menyebabkan disintegrasi yang menyebabkan konflik-konflik sosial bahkan berpotensi menjadi disintegrasi bangsa.
ADVERTISEMENT
“Literasi masyarakat akan media sosial masih sangat terbatas. Kami juga kebingungan masuk mengawasi sosial media karena hoaks dan black campaign,” tuturnya.
“Regulasi sekarang belum bisa penetrasi membatasi hoaks, akhirnya kesadaran dari masing-masing. Dari tim kami tidak akan mengampanyegelapkan Pak Prabowo. Karena Pak Prabowo adalah seseorang yang pernah juga menjadi cawapres mendampingi Megawati, jadi tidak etis dan tidak masuk akal secara moral politik," urai Aria.
Persoalan hoaks juga menarik perhatian Danhil. Menurutnya, era sosial media membuat seseorang hanya berpikir sekitar 220 karakter saja.
“Pidato bisa dipotong untuk menjadi bahan orang lain. Twit saya panjang bikin kultwit terus mereka hanya ambil sebagian terus dimasukkan ke Youtube,” sebutnya.
Di Twitter maupun Facebook, menurut Danhil, semua orang merasa memiliki kapasitas yang sama sehingga merasa berhak memaki dan sebagainya. Sehingga, tradisi diskusi yang konstruktif yang membangun tidak hidup.
ADVERTISEMENT
“Sosial media membuat orang kehilangan akal sehat. Sebagian orang kehilangan tradisi membaca. Orang sekarang nggak membaca situs berita yang mereka baca timline,” bebernya.
Pada era politik kekinian, Danhil merasa juga perlu mengkritik politisi yang hanya modal ponsel. Politisi-politisi tersebut tidak muncul dan tumbuh dari diskursus panjang. Mereka berbeda dengan politisi yang tumbuh dari aktivisme panjang.
“Mas Aria Bima ini punya sejarah panjang sebagai aktivis. Saya punya sejarah panjang sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Ada edukasi politik di situ, melihat sesuatu yang berbeda dengan cara yang gembira. Pilihan politik berbeda itu biasa saja,” tegasnya.
Tidak ada cara lain untuk melawan hoaks kecuali dengan edukasi dan membaca. Tradisi membaca dianggap penting lantaran milenial bukan hanya sandang yang dipakai tapi tentang isi kepala dan isi hati.
ADVERTISEMENT