Direktur KPK Ungkap Dua Dugaan Pimpinan Tolak Anulir Keputusan Pecat 51 Pegawai

3 Juli 2021 16:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK (non aktif) Giri Suprapdiono saat menghadiri debat soal polemik Tes Wawancara Kebangsaan (TWK) pegawai KPK di gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Jumat (4/6). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK (non aktif) Giri Suprapdiono saat menghadiri debat soal polemik Tes Wawancara Kebangsaan (TWK) pegawai KPK di gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Jumat (4/6). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pimpinan KPK menyatakan tidak bisa memenuhi permintaan pegawai untuk mencabut atau membatalkan berita acara rapat koordinasi tindak lanjut hasil asesmen TWK dalam rangka peralihan status pegawai menjadi ASN tanggal 25 Mei 2021.
ADVERTISEMENT
Diketahui, dalam berita acara 25 Mei 2021 itu, disoroti soal adanya keterlibatan sejumlah lembaga lain dalam memutuskan pemberhentian 51 pegawai yang tak lulus TWK. Namun pimpinan KPK beralasan keputusan bersama sejumlah lembaga itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Menanggapi penolakan tersebut, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdino, ikut bersuara. Ia menduga, ada dua hal yang melatarbelakangi penolakan dari pimpinan KPK tersebut. Apa saja?
"Menunjukkan bahwa Pimpinan KPK tidak mempunyai kompetensi pimpinan dalam menganalisa secara baik regulasi, atau tidak ada niat baik untuk mempertahankan pegawai yang telah mengabdi dan berbakti pada nusa bangsa," kata Giri saat dihubungi, Sabtu (3/7).
Giri merupakan salah satu dari 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus TWK.
Suasana jelang pengucapan sumpah pimpinan KPK periode 2019-2023, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Kevin S. Kurnianto/kumparan
Giri mengatakan, surat balasan Pimpinan KPK itu mengabaikan kejanggalan dan niat buruk dalam proses penyusunan Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 tentang alih status pegawai. Diketahui, TWK muncul dalam aturan tersebut, padahal tidak ada syarat TWK dalam alih status pegawai yang diamanatkan UU KPK.
ADVERTISEMENT
"Surat balasan tersebut, mengabaikan kejanggalan dan niat buruk dalam penyusunan peraturan KPK nomor 1 tahun 2021 yang memasukkan TWK dalam proses alih status secara sepihak, tidak ilmiah dan abuse of power. Kami mengadukan pimpinan KPK ke Dewas perihal ini," kata Giri.
Ia mengatakan, kredibilitas KPK juga dipertaruhkan akibat sikap pimpinan terkait polemik TWK ini. Dan dampaknya, kata Giri, bisa berbahaya dalam proses pemberantasan korupsi.
"Panen penolakan kepada pimpinan KPK atau program KPK, lebih jauh lagi penolakan kepada sikap antikorupsi, adalah hal paling berbahaya dari dampak polemik TWK ini," pungkasnya.
Perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK berfoto bersama usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Diketahui, dalam berita acara tertanggal 25 Mei 2021, menyepakati adanya pemecatan terhadap 51 pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Mereka akan diberhentikan secara hormat per 1 November 2021.
ADVERTISEMENT
Sementara 24 pegawai lainnya dapat mengikuti pendidikan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan. Setelahnya akan dinilai apakah mereka lulus dan bisa jadi ASN atau tidak.
Langkah pemecatan ini dikritik sejumlah pihak. Seperti salah satunya dari ICW yang menilai TWK sengaja diselipkan dalam proses alih status pegawai untuk menyingkirkan mereka yang berintegritas. Terlebih, pelaksanaan TWK pun dinilai banyak bermasalah.
Para pegawai KPK yang tidak lulus TWK itu pun melawan. Mereka melaporkan pimpinan KPK serta pelaksanaan TWK ke Dewas, Ombudsman hingga Komnas HAM.