Bupati Banyumas Takut OTT KPK, Sudah Berapa Kepala Daerah yang Dijerat KPK?

16 November 2021 17:11 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kasus KPK Foto: Basith Subastian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kasus KPK Foto: Basith Subastian/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bupati Banyumas Achmad Husein menjadi perhatian publik setelah pernyataannya viral di media sosial. Ia menyebut kepala daerah takut akan OTT KPK. Sehingga ia meminta untuk memanggil kepala daerah terlebih dahulu sebelum OTT.
ADVERTISEMENT
Lantas sudah berapa banyak kepala daerah yang dijerat KPK?
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkapkan data. Ada 155 kepala daerah yang dijerat KPK karena perkara korupsi sejak tahun 2004.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron memberi kuliah umum di Universitas Jember. Foto: Dok. Istimewa
Hal tersebut diungkapkan oleh Ghufron saat mengisi Kuliah Umum Antikorupsi di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Surabaya. Dia mengatakan, dari jumlah tersebut, sebanyak 27 orang di antaranya merupakan gubernur atau wakil gubernur dan sisanya kepala daerah tingkat kabupaten dan kota.
"Bayangkan berapa persen sisanya? Belum lagi dari pusat. Menteri, hakim, bahkan Hakim Konstitusi, Dirjen sampai ke Kepala Dinas sudah pernah ditangani KPK," kata Ghufron, dalam keterangannya, Selasa (16/11).
Namun jumlah tersangka kepala daerah itu tidak hanya dari OTT. Beberapa di antaranya melalui penyelidikan terbuka seperti case building.
Tersangka Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/10). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
KPK hingga saat ini masih gencar melakukan operasi tangkap tangan terhadap sejumlah kepala daerah. Contohnya, pada Senin (18/10) lalu, KPK menangkap Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra.
ADVERTISEMENT
Ia ditangkap karena diduga terlibat kasus dugaan suap perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) perusahaan swasta terkait sawit di Kuansing. Andi diduga telah menerima suap Rp 700 juta dari total komitmen fee Rp 2 miliar dari GM PT Adimulia Agrolestari Sudarso. Suap itu diberikan agar PT Adimulia Agrolestari mendapatkan perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) terkait lahan sawit di Kuansing.
Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex (ketiga kanan) dengan menggunakan rompi tahanan KPK berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (16/10/2021). Foto: Aprillio Akbar/Antara Foto
Mundur tiga hari sebelum penangkapan Andi Putra, KPK juga menangkap Bupati Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin. Dodi terjerat kasus dugaan suap berhubungan dengan proyek infrastruktur pada Dinas PUPR di Kabupaten Musi Banyuasin.
Dodi Reza diduga dijanjikan fee sebesar Rp 2,6 miliar dari Direktur Selaras Simpati Nusantara, Suhandy, yang memenangkan 4 proyek di Dinas PUPR. Sebanyak Rp 270 juta di antaranya diduga sudah diberikan.
ADVERTISEMENT
Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur dan Kepala BPBD Anzarullah Kolaka Timur menggunakan rompi tahanan KPK usai ditetapkan sebagai tersangka. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Mundur satu bulan ke belakang, KPK juga melakukan OTT terhadap Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur. KPK menangkap Andi bersama Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kolaka Timur, Anzarullah.
Andi diduga menerima suap dari Anzarullah. Suap ini diduga terkait dengan dana hibah relokasi dan rekonstruksi dari BNPB. Diduga Andi menerima Rp 250 juta terkait dengan suap tersebut.

Kepala Daerah Takut OTT KPK

Bupati Banyumas Achmad Husein memberikan pernyataan terkait dengan OTT yang dilakukan KPK terhadap kepala daerah. Foto: Sumarwoto/ANTARA
Pernyataan Bupati Banyumas Achmad Husein terkait kepala daerah takut OTT beredar dalam sebuah potongan video singkat berdurasi 24 detik yang viral di dunia maya. Achmad berharap KPK memanggil lebih dulu kepala daerah sebelum melakukan penangkapan.
Berikut pernyataannya:
"Kami para kepala daerah, kami semua takut dan tidak mau di-OTT. Maka kami mohon kepada KPK sebelum OTT, mohon kalau ditemukan kesalahan, sebelum OTT kami dipanggil dahulu. Kalau ternyata dia itu berubah, ya sudah lepas begitu. Tapi kalau kemudian tidak berubah, baru ditangkap Pak."
ADVERTISEMENT
Pernyataannya itu kemudian menjadi polemik. Mantan Pegawai KPK, ICW, hingga KPK itu menanggapi pernyataan Achmad itu. ICW bahkan merespons keras, dan menyebut hal itu tak bisa dilakukan. Pernyataan Achmad dinilai merupakan suatu lawakan.
Achmad pun mengklarifikasi maksud dari pernyataan itu. Sebab, video tersebut hanya sepotong dan tak lengkap.
Ia mengatakan belum tentu dengan kepala daerah di-OTT, maka keadaan daerah tersebut akan menjadi lebih baik. Padahal, kata dia, bisa jadi kepala daerah tersebut punya potensi dan kemampuan untuk memajukan daerahnya.
Selain itu, lanjut dia, kepala daerah yang di-OTT bisa jadi baru pertama kali berbuat dan bisa jadi tidak tahu karena sering di masa lalu kebijakan tersebut aman-aman saja, sehingga diteruskan.
Achmad mengatakan jika dilihat, kemajuan kabupaten yang pernah terkena OTT hampir pasti lambat karena semua ketakutan berinovasi, suasana pasti mencekam, dan ketakutan walaupun tidak ada lagi korupsi.
ADVERTISEMENT
"Oleh karena itu, saya usul untuk ranah pencegahan apakah tidak lebih baik saat OTT pertama diingatkan saja dahulu dan disuruh mengembalikan kerugian negara, kalau perlu lima kali lipat, sehingga bangkrut dan takut untuk berbuat lagi," tuturnya, dikutip dari Antara.