8 Fraksi Minus PDIP Tegaskan Tolak Pemilu Proporsional Tertutup: Terbuka, Yes!

30 Mei 2023 17:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
8 fraksi DPR minus PDIP tegaskan tolak pemilu proporsional tertutup. Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
8 fraksi DPR minus PDIP tegaskan tolak pemilu proporsional tertutup. Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mayoritas fraksi di DPR tanpa PDIP kembali menyuarakan penolakan terhadap sistem pemilu tertutup atau coblos partai.
ADVERTISEMENT
Hal ini dinyatakan 8 fraksi di DPR menanggapi eks Wamenkumham Denny Indrayana yang mengeklaim mendapat informasi, MK akan mengubah sistem pemilu terbuka atau coblos nama menjadi tertutup.
Pernyataan resmi, dipimpin Ketua Fraksi Golkar Kahar Muzakir, diberikan usai kedelapan fraksi menggelar pertemuan internal. Kahar didampingi Ketua Fraksi NasDem Roberth Rouw, Ketua Fraksi PAN Saleh Daulay, Ketua Fraksi Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono, Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini, Ketua Fraksi PPP Amir Uskara, Sekretaris Fraksi PKB Fathan Subchi, hingga Politikus Gerindra Habiburokhman.
"Sistem terbuka itu sudah berlalu sejak lama. Kemudian kalau itu mau diubah itu sekarang proses pemilu sudah berjalan. Kita sudah menyampaikan DCS kepada KPU. Setiap partai politik calegnya itu dari DPRD kabupaten/kota DPR RI jumlahnya kurang lebih 20 ribu orang. Jadi kalau ada 15 partai politik itu ada 300 ribu," kata Kahar dalam jumpa pers di DPR, Selasa (30/5).
ADVERTISEMENT
"Kita meminta supaya tetap sistemnya terbuka. Kalau mereka memaksakan mungkin orang-orang itu akan meminta ganti rugi. Paling tidak mereka urus SKCK segala macem itu ada biayanya. Kepada siapa ganti ruginya mereka minta? Bayangkan Rp 300 ribu orang itu minta ganti rugi, dan dia berbondong-bondong datang ke MK, agak gawat juga MK itu," imbuh dia.
Ilustrasi Surat Suara Pemilu 2019. Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Wakil Ketua MPR Fraksi PAN Yandri Susanto memandang jika MK mengabulkan gugatan sistem proporsional terbuka menjadi tertutup, maka independensi MK perlu dipertanyakan. Sebab menurutnya mayoritas publik ingin sistem pemilu tetap terbuka atau coblos nama.
"Ini aspirasi murni, ini jangan sampai MK itu mengangkangi aspirasi rakyat, ini kan representasi dari aspirasi rakyat. Maka sikap negarawan itu dituntut MK. Sudah berapa kali orang menggugat presidential threshold selalu bahasa MK itu open legacy pembuat undang-undang. Sama saja, di sistem pemilu. Jadi kalau sampai MK memutuskan hal yang berbeda dengan putusan yang tahun 2008, artinya MK sedang bermain dua kaki," papar Yandri.
ADVERTISEMENT
Sementara, Roberth Rouw berharap Presiden Jokowi bisa menyatakan sikap dan mendorong MK memutuskan pemilu tetap terbuka.
"Kami minta kepada presiden harus juga bersuara sebagai kepala negara, karena ini adalah suara rakyat. Bersualah kepada MK agar MK tidak buat gaduh politik yang sudah kami jalani, sudah lebih dari setahun proses pemilu ini kami lakukan," terang dia.
"Sekali lagi, kami mohon agar sebagai pimpinan tertinggi kepala negara ikut juga untuk memberikan dukungan agar MK tidak bermain-main," ungkap dia.
Adapun Habiburokhman mengingatkan MK bahwa DPR memiliki wewenang legislatif.. Menurutnya, DPR juga dapat mempersulit MK apabila MK terbukti 'main' dalam persoalan gugatan sistem pemilu.
"Ya jadi kita tidak akan saling memamerkan kekuasaan, tapi juga kita akan mengingatkan. Kami legislatif juga punya kewenangan apabila memang MK berkeras,
ADVERTISEMENT
Kami juga akan menggunakan kewenangan kami ya, begitu juga dalam konteks budgeting kami juga ada kewenangan," ujar dia.
"Terbuka, Yes! Tertutup, No!" ujar kedelapan fraksi.