4 'Dosa' Etik Terawan: Janjikan Kesembuhan hingga Tarif Ratusan Juta Rupiah

1 April 2022 16:34 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) PB IDI, Dr dr Beni Satria, mengungkap sejumlah pelanggaran atau 'dosa' etik kedokteran' oleh Terawan Agus Putranto.
ADVERTISEMENT
Hal ini terkait metode diagnostik Digital Substraction Angiography (DSA) yang dimodifikasinya dengan nama intra-arterial heparin flushing (IAHF) alias 'cuci otak' (brain washing) untuk penderita stroke. Terawan pun sudah direkomendasikan untuk dipecat permanen dari keanggotaan IDI. Jika dipecat, nama Terawan akan kehilangan izin praktik kedokterannya.
Dalam jumpa pers virtual, Jumat (1/4), Beni mengungkapkan, ada 4 hal yang dilanggar eks Menkes itu. Termasuk menarik biaya fantastis dari pasien yang datang kepadanya.
"Bahkan sampai ratusan juta rupiah," kata Beni.
Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) PB IDI, Dr.dr. Beni Satria, MKes,SH,MH. Foto: Instagram/@benisatria_dr
Berikut keterangan lengkap Beni yang dibacakan dalam jumpa pers:
PELANGGARAN ETIK KEDOKTERAN
Dugaan pelanggaran etik kedokteran yang dilakukan oleh Dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (Dr. TAP), sebagai terlapor pada saat menerapkan tindakan terapi/pengobatan terhadap stroke iskemik kronik yang dikenal sebagai Brain Washing (BW) atau Brain Spa (BS), melalui metode diagnostik Digital Substraction Angiography (DSA).
ADVERTISEMENT
Pelanggaran etik terpenting terkait hal tersebut :
1), mengiklankan diri secara berlebihan dengan klaim tindakan untuk pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif);
2). tidak kooperatif/mengindahkan undangan Divisi Pembinaan MKEK PB IDI, termasuk undangan menghadiri sidang Kemahkamahan;
3). menarik bayaran dalam jumlah besar pada tindakan yang belum ada Evidence Based Medicine (EBM)-nya;
4). menjanjikan kesembuhan kepada pasien setelah menjalani tindakan BW
KOMPILASI INFORMASI PENTING
a. Terlapor dinilai kurang berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan tindakan/teknik kedokteran yang sebenarnya adalah murni tindakan diagnostik yaitu DSA, seakan-akan menjadi bentuk pengobatan baru (Pasal 6 KODEKI: Bijak dalam menyikapi penemuan baru). Pengumuman tersebut disebar-luaskan dalam media sosial yang tidak tepat, karena sebagai dokter seharusnya secara etik wajib mengumumkan ke media kedokteran agar teruji validitasnya
ADVERTISEMENT
b. Bukan merupakan rahasia lagi di masyarakat mengenai tingginya biaya yang dipungut untuk tindakan BW. Pasien harus membayar dalam jumlah dana yang fantastis untuk ukuran prosedur yang sebenarnya hanya untuk diagnostik, maka jelas sejawat yang melakukan BW tidak berada dalam fase penelitian, tetapi sudah pada fase penerapan di masyarakat; hal ini sudah termasuk pelanggaran etik dalam dunia kedokteran dan farmasi.
Terlebih pada masa tindakan tersebut belum dipublikasi secara ilmiah, sewajarnya tidak diumumkan dan diterapkan terlebih dahulu dengan meminta imbalan jasa medik yang besar
c. Dr. TAP sudah empat kali memberikan jawaban tidak patut untuk tidak menghadiri undangan MKEK PB IDI ditengarai merintangi upaya penegakan etik profesi kedokteran (obstruction of ethics) dari lembaga MKEK yang seharusnya dihormati bersama.
ADVERTISEMENT