Respons AIMI Soal Stunting yang Dibahas Ma’ruf-Sandi di Debat Pilpres

29 Maret 2019 16:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cawapres nomor urut 01 K.H. Ma'ruf Amin (kiri) berjabat tangan dengan Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno (kanan) saat mengikuti Debat Capres Putaran Ketiga di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Cawapres nomor urut 01 K.H. Ma'ruf Amin (kiri) berjabat tangan dengan Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno (kanan) saat mengikuti Debat Capres Putaran Ketiga di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Isu stunting di Indonesia masih menjadi masalah serius yang terus dicari solusinya. Itulah sebabnya topik stunting diangkat dalam debat calon wakil presiden 2019 antara Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno yang digelar pada Minggu (17/3) lalu. Masing-masing pasangan calon (paslon) punya program khusus untuk mengurangi prevalensi stunting yang saat ini masih sebesar 30,8 persen, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.
ADVERTISEMENT
Terkait hal itu cawapres nomor urut 01, Ma'ruf Amin, berjanji akan menurunkan angka stunting dengan cara melakukan upaya yang bersifat preventif dan promotif.
"Melalui germas, melalui PIS-PK dan juga mendorong tidak mengkonsumsi makanan yang menimbulkan yang kurang sehat, dengan KIA Kesehatan ibu dan anak, terutama untuk mencegah terjadinya stunting yang oleh pemerintah JKW-JK telah diturunkan 7 persen, dan kami berjanji akan menurunkan dalam 5 tahun yang akan datang sampai 10 persen, sehingga sampai pada titik 20 persen minimal", kata Ma'ruf dalam debat yang diselenggarakan di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta.
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutterstock
Sedangkan menurut cawapres nomor urut 2, Sandiaga Uno, ia dan Prabowo Subianto berjanji menurunkan angka stunting dengan cara membuat program pemberian susu kepada ibu dan anak, serta menyediakan susu dan kacang hijau nantinya di setiap TK dan SD.
ADVERTISEMENT
"Masalah stunting sangat-sangat ada dalam tahap yang gawat darurat, di mana sepertiga dari anak-anak kita kekurangan asupan gizi. Prabowo-Sandi meluncurkan program Indonesia emas, dan salah satu dari pada aspek Indonesia emas itu adalah gerakan untuk memastikan ibu-ibu, emak-emak mendapatkan protein yang cukup baik berupa susu maupun protein yang lain,"kata Sandi di lokasi debat.
Program Indonesia Emas yang digagas Sandiaga Uno kemudian ditanggapi Ma'ruf, menurutnya "Isu sedekah putih itu ditangkap oleh banyak pihak memberikan sedekah susu setelah anak itu selesai disusukan oleh ibunya. Padahal stunting itu adalah 1000 pertama sejak dia mulai hamil sampai disusui anaknya yaitu melalui memberikan asupan yang cukup dan melalui sanitasi dan air bersih serta susu ibu selama 2 tahun."
Anak pendek belum tentu stunting Foto: Shutterstock
Menanggapi isu stunting dan menyusui yang dibahas pada Debat Pilpres kala itu, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) memberikan pandangannya. AIMI mengapresiasi kedua paslon atas perhatiannya pada isu stunting. Namun menurut AIMI, solusi stunting seharusnya tidak bersifat politis.
ADVERTISEMENT
“Isu stunting sebaiknya tidak dijadikan komoditas politik yang nantinya membawa pada munculnya solusi-solusi yang juga bersifat politis,” tulis AIMI dalam keterangan resmi yang diterima kumparanMOM.
AIMI juga memberikan sejumlah rekomendasi dan kritik terhadap program-program kedua paslon terkait isu stunting dan ibu menyusui.
Terkait dukungan paslon nomor 01 pada pemberian ASI selama dua tahun pertama usia anak, AIMI memberi rekomendasi berikut:
1. Memasukkan layanan “7 Kontak Plus Menyusui” dalam skema yang ditanggung oleh BPJS. “7 Kontak Plus Menyusui” ini adalah waktu-waktu khusus yang dimana calon ibu dan ibu menyusui dianjurkan untuk bertemu dan berkonsultasi dengan konselor menyusui sehingga didapatkan informasi yang relevan mengenai ASI, menyusui, dan permasalahannya. “7 Kontak Plus Menyusui” tersebut dilakukan saat: trimester kedua dan ketiga kehamilan, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), tiga hari pertama setelah melahirkan, masa nifas hari ke-7, 14 dan 39 serta waktu-waktu lain yang dibutuhkan oleh ibu. Dan tentunya juga memastikan tersedia tenaga konselor menyusui di semua fasilitas kesehatan yang menangani ibu dan bayi.
ADVERTISEMENT
2. Menindak tegas fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang belum menjalankan protap mendukung menyusui, antara lain: melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) minimal sejam dengan benar, pelaksanaan rawat gabung bagi semua pasien di semua kelas, tidak memberikan formula tanpa indikasi medis yang tepat, serta bantuan menyusui bagi semua ibu setelah melahirkan.
3. Menindak tegas fasilitas dan tenaga kesehatan yang masih memberikan bingkisan atau paket formula dan/atau botol dot kepada pasien karena melanggar pasal 33 pada Peraturan Pemerintah tentang ASI Eksklusif Nomor 33 tahun 2012.
4. Penurunan angka stunting tidak dapat hanya mengandalkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) seperti yang sekarang ini sudah dilakukan. Jika hanya mengandalkan metode PMT, maka dikhawatirkan Indonesia membutuhkan waktu satu dekade untuk mencapai prevalensi stunting minimal WHO yaitu sebesar 20%.5 Sehingga Paslon 01 harus memperbarui strateginya secara lebih integratif dan berkelanjutan dalam mengatasi isu stunting ini. Praktik bagi-bagi formula dan makanan tambahan bayi instan yang saat ini masih sering dilakukan tanpa diikuti dengan upaya pendampingan dan konseling harus dihentikan.
ADVERTISEMENT
5. Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang terisi dengan baik harus menjadi syarat anak saat kontrol ke puskesmas atau RS, bukan hanya berhenti sebagai syarat saat kontrol kehamilan yang ditanggung oleh BPJS. Sesuai data Riskesdas 2018, proporsi pemantauan pertumbuhan di buku KIA pada anak usia 0-59 bulan hanya berkisar 57,2 persen.
6. Peningkatan kapasitas kader posyandu dan tenaga kesehatan di lini depan seperti bidan dan perawat yang benar-benar mampu mengisi, membaca dan menerjemahkan grafik Kartu Menuju Sehat (KMS) dalam Buku KIA. Hingga saat ini deteksi dini stunting sering terhambat oleh lemahnya kapasitas kader dan tenaga kesehatan terutama yang ada di garis depan seperti di Posyandu dan Puskesmas. Akibatnya sistem rujukan terhadap bayi dan baduta (bayi dua tahun) yang dicurigai stunting sering terlambat dilakukan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, untuk paslon 02 yang mencanangkan program Gerakan EMAS (Emak-emak dan Anak-anak Minum Susu) untuk mencegah terjadinya stunting, AIMI memberikan rekomendasi berikut:
1. Menghentikan rencana program Gerakan Emas. Jika menilik dari laman Gerakan Emas, Gerakan Emas yang membuka peluang bagi peran aktif semua pihak, termasuk dunia usaha dalam program pengadaan susu berpotensi memunculkan konflik kepentingan karena program ini membuka peluang besar bagi para raksasa produsen formula bayi dan anak untuk berkontribusi di dalamnya. Dalam pernyataannya di debat 17 Maret 2019, cawapres Sandiaga Uno menyampaikan bahwa “siapa saja yang ingin menyumbangkan susu, tablet, kacang hijau, silakan. Dan ini merupakan bagian dari pada program partisipatif kolaboratif yang ingin kita hadirkan untuk Indonesia karena tidak bisa diselesaikan pemerintah sendiri, harus melibatkan juga pihak-pihak lain termasuk pihak-pihak dunia usaha”. Penyebutan elemen “dunia usaha” dalam program ini membuka peluang konflik kepentingan seperti yang telah dijelaskan dalam bagian informasi faktual di atas.
ADVERTISEMENT
2. Salah satu poin Gerakan Emas juga dinilai tidak efektif dan akan menuai banyak permasalahan. Poin ini berbunyi: “membagi sapi perah dan kambing kepada sebuah komunal yang terdiri dari 10 keluarga yang mana susunya dapat diminum anak mereka dan sisanya dijual ke koperasi/pasar”. Ini artinya seluruh masyarakat mesti memiliki lahan, sumber daya, dan kapasitas untuk memelihara dan mengembangkan hewan ternak. Gagasan ini dinilai tidak aplikatif, memunculkan masalah-masalah baru dan menambah beban baru pada masyarakat yang mestinya fokus ke kesehatan ibu dan anak.
3. Dalam laman Gerakan Emas di atas juga terdapat poin mengenai penggalangan “bantuan berupa kacang hijau setiap hari minimal tiga (3) bulan untuk ibu hamil stunting dan ibu menyusui stunting oleh masyarakat untuk masyarakat. Sementara untuk balita stunting usia 2 sampai dengan 8 tahun memperoleh bantuan masyarakat berupa sebotol susu setiap hari selama minimal tiga (3) bulan”. Program ini dinilai tidak konsisten dengan visi misi Paslon 02 tentang Program Gizi Seimbang di atas. Susu dan kacang hijau bukan satu-satunya sumber protein yang penting dan mudah didapat. Variasi berbagai jenis sumber protein nabati dan hewani penting untuk menjaga ketercukupan Angka Gizi Harian bagi setiap orang. Setiap keluarga juga harus mendapatkan edukasi yang lengkap mengenai apa itu pola makan bergizi seimbang dan bagaimana menyusun menu yang bervariasi dan bergizi namun terjangkau ekonomi keluarga. Dalam debat yang diselenggarakan 17 Maret lalu, calon wakil presiden Sandiaga Uno berharap agar program pencegahan stunting yang mereka jalankan dapat secara signifikan mengurangi angka stunting 5 tahun ke depan. Tetapi jika programnya bersifat bagi-bagi asupan, apalagi jenisnya sudah ditentukan, hal ini akan sulit tercapai.
ADVERTISEMENT
4. Penekanan perbaikan pola asupan lebih pada program-program yang mendukung kampanye menyusui dan konseling menyusui, serta promosi dan edukasi mengenai Program Gizi Seimbang bagi seluruh keluarga, terutama pada para calon ibu, ibu hamil, bayi dan baduta yang sudah mendapatkan makanan pendamping ASI.