Bentuk Kekerasan Seksual pada Anak di Dunia Maya yang Perlu Orang Tua Waspadai

16 Juli 2022 18:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bentuk Kekerasan Seksual pada Anak di Dunia Maya yang Perlu Orang Tua Waspadai. Foto: Melly Meiliani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bentuk Kekerasan Seksual pada Anak di Dunia Maya yang Perlu Orang Tua Waspadai. Foto: Melly Meiliani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kekerasan seksual bisa terjadi pada siapa saja, termasuk pada anak. Oleh sebab itu, orang tua harus waspada dengan hal tersebut. Kekerasan seksual pada anak adalah segala bentuk aktivitas seksual yang dilakukan orang dewasa atau anak yang usianya lebih tua demi memuaskan kesenangannya semata.
ADVERTISEMENT
Mungkin selama ini kita mengetahui bentuk kekerasan seksual berupa pemerkosaan dan sodomi. Akan tetapi, menurut Kepala Satgas Perlindungan Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Eva Devita Harmoniati, Sp.A(K), kekerasan seksual bisa berbentuk aktivitas lain.
"Bisa hanya bujukan, paksaan terlibat dengan aktivitas seksual, seperti melihat, stimulasi seksual atau perabaan. Atau penggunaan anak dalam eksploitasi seksual komersial, misal dalam video atau film pornografi. Ada juga penggunaan anak dalam visual audio terhadap kekerasan seksual. Atau melibatkan anak dalam prostitusi, perbudakan seksual, perdagangan anak, dan pernikahan paksa," ungkap dr. Eva dalam seminar virtual "Cegah dan Kenali Kekerasan Seksual pada Anak, Apa yang Perlu Kita Ketahui?" yang ditayangkan lewat YouTube IDAI TV.

Bentuk Kekerasan Seksual pada Anak di Dunia Maya

com-Ilustrasi anak dan gadget. Foto: Shutterstock
Di masa pandemi COVID-19, anak-anak umumnya jadi lebih sering menggunakan gadget, misalnya untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ). Dampak lainnya adalah anak juga sangat mungkin mengakses media sosial yang memungkinkan mereka terpapar dengan konten-konten negatif ataupun menjadi korban dari kejahatan seksual online.
ADVERTISEMENT
Menurut dr. Eva, kejahatan di dunia maya ini sangat berbahaya karena para pedofil atau pelaku kekerasan seksual menyasar anak-anak yang belum memahami tentang media sosial dan batasan mengunggah foto atau video. Sehingga, celah ini dimanfaatkan pelaku untuk menyasar korbannya. dr. Eva pun membagi kekerasan seksual di dunia maya menjadi lima bentuk, yaitu:
1. Child Sexual Abuse/Explotation Material
Ilustrasi foto anak di media sosial yang disukai pedofil Foto: Shutterstock
Pelaku kejahatan seksual memanfaatkan foto atau video yang diunggah anak di media sosial untuk aktivitas seksualnya.
2. Online Grooming for Sexual Purposes
Pedofil menjalankan kejahatan dengan anak melalui internet dan media sosial, dengan pura-pura menjalin hubungan. Awalnya, pelaku akan berpura-pura menjadi teman baru bagi anak lalu memberikannya hadiah, sehingga memunculkan rasa kepercayaan pada si kecil. Namun sebenarnya, pelaku akan pelan-pelan meminta anak mengirimkan foto atau video seksual, yang akan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Lebih jahatnya lagi, bisa dijual kepada sesama pedofil lainnya.
ADVERTISEMENT
3. Sexting
Kejahatan ini berupa pembuatan pembagian gambar sensual anak yang didapat melalui gadget atau media sosial. Sexting bisa merupakan inisiatif sendiri atau permintaan/tekanan yang dialami anak dari pelaku kejahatan seksual.
4. Sexual Extortion
Ilustrasi Kekerasan Online pada anak. Foto: Shutterstock
Pemerasan untuk mendapatkan konten seksual dengan tujuan memperoleh uang dari korbannya atau melibatkan korban untuk melakukan aktivitas seks. dr. Eva menjelaskan, 60 persen pelakunya akan bertemu secara online terlebih dahulu lewat media sosial dengan anak. Setelah akrab, pelaku akan mengancam dengan menyebarkan foto dari korban anak, lalu meminta sejumlah uang agar pelaku tidak melakukan hal tersebut.
5. Streaming of Child Sexual Abuse
Anak akan dipaksa untuk melakukan atau terlihat aktivitas seksual, baik sendiri maupun dengan orang lain, lalu kemudian disiarkan secara online dan ditonton oleh orang-orang yang telah memesan bersama jaringan pedofil lainnya.
ADVERTISEMENT

Banyak Anak Dapat Pesan atau Video Porno selama Masa Pandemi

Ilustrasi kekerasan seksual pada anak. Foto: Shutterstock
Berdasarkan data survei dari ECPAT Indonesia yang dipaparkan dr. Eva menunjukkan, tiga dari 10 anak mendapatkan pesan tidak senonoh baik berupa gambar, video porno langsung atau tautan gambar atau video yang tidak nyaman dan berbau sensual selama masa pandemi COVID-19.
Namun demikian, dr. Eva memprediksi jumlah kasusnya bisa lebih besar dari apa yang telah terlaporkan. Sebab, kebanyakan anak yang menjadi korban dari perilaku atau kejahatan seksual memilih untuk diam atau menarik diri dari lingkungannya.
“Ini tentunya masih menjadi fenomena puncak gunung es. Artinya, kemungkinan angka sebenarnya lebih tinggi dari laporan-laporan atau pengaduan yang datang seperti ke ECPAT, Kementerian PPPA atau KPAI,” tutup dr. Eva.