Iksaka Banu Luncurkan Novel 'Sang Raja' dari Kehidupan Nitisemito

19 Desember 2017 8:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Iksaka Banu penulis buku sang raja (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Iksaka Banu penulis buku sang raja (Foto: Munady Widjaja)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penulis bernama Iksaka Banu baru saja menerbitkan sebuah novel berjudul 'Sang Raja'. Novel dengan tebal 379 halaman ini bercerita tentang kehidupan nyata sang raja rokok kretek bernama Nitisemito, yang berjaya pada era 1920-an.
ADVERTISEMENT
Nitisemito merupakan pemilik pabrik kretek Tjap Bal Tiga yang hidup di Kudus, Jawa Tengah. Rokok kretek yang dia kelola sangat besar pada zamannya.
Hingga akhirnya, Nitisemito tutup usia pada tahun 1953. Namun, dia tidak memiliki keturunan yang bisa meneruskan warisannya. Sehingga, Tjap Bal Tiga pun mati pelan-pelan seiring kematian sang raja.
Ketika ditemui di acara peluncuran bukunya, Banu menceritakan bahwa penggarapan novel 'Sang Raja' membutuhkan waktu yang sangat lama. Hal ini dikarenakan novel terbarunya itu mengangkat perjalanan nyata kehidupan dari Nitisemito.
"Mengapa perlu diambil, karena memang perjalanan hidup dan kepribadian Nitisemito itu tadi memang unik dan luar biasa. Ketika zaman kolonial yang sangat represif itu, dia bisa punya perusahaan yang sebesar itu. Terus, dia menjadi maharaja dari menjual rokok klobot," ujar Banu di Samsara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (18/12) malam.
Peluncuran buku sang raja (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Peluncuran buku sang raja (Foto: Munady Widjaja)
Banu pun menyetujui bahwa raja kretek bernama asli Rusdi itu memiliki andil besar dalam menaikkan derajat rokok kretek. "Rokok klobot itu terbuat dari kulit jagung yang diisi tembakau, cengkeh, dan saus yang adalah itu konsumsi petani, orang kecil," imbuh Banu.
ADVERTISEMENT
"Tapi sama dia (Nitisemito) bisa di-push menjadi komoditi besar dan menjadi raja waktu itu," tambahnya.
Banu merasa dia harus menghidupkan kembali nama Nitisemito yang telah memudar. Seniman berusia 53 tahun ini pun ingin melestarikan warisan Nitisemito agar generasi muda mengenal kembali sejarah-sejarah Tanah Air lewat novel sejarah yang dibalut fiksi.
Itulah salah satu alasan lamanya penggarapan novel 'Sang Raja'. Banu tidak main-main dalam melakukan riset tentang kehidupan Nitisemito. Dia memerlukan banyak waktu untuk mencari artikel dan berita yang menceritakan kehidupan sang raja kretek.
Peluncuran buku sang raja (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Peluncuran buku sang raja (Foto: Munady Widjaja)
Segala cara dia tempuh, termasuk mencari koran-koran zaman kolonial Belanda. Untungnya, nama Nitisemito sudah besar kala itu, sehingga lebih mudah untuk mencari namanya di koran.
"Kemudian nyambung-nyambungin (fakta sejarahnya) karena itu kan kayak mosaik, tiba-tiba putus, saya harus nyari lagi ke mana. Nyambung-nyambungin mosaik itu yang susah," ungkap penulis kumpulan cerpen 'Semua Untuk Hindia' itu.
ADVERTISEMENT
Setelah semua mosaik telah disusun dengan rapi, Banu tinggal menuliskan naskahnya yang dibalut dengan kisah fiktif. Ia mengaku hanya memerlukan waktu sekitar satu tahun untuk menyelesaikan lebih dari 300 halaman novel 'Sang Raja'.