Melawan Depresi, Menentang Stigma, seperti Alvaro Morata

15 November 2018 17:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Morata merayakan gol ke gawang Crystal Palace. (Foto: Reuters/Matthew Childs)
zoom-in-whitePerbesar
Morata merayakan gol ke gawang Crystal Palace. (Foto: Reuters/Matthew Childs)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lima hari lalu, pada 10 November, dunia sepak bola diingatkan akan sebuah peristiwa tragis yang terjadi sembilan tahun silam. Pada hari nahas itu, kiper Timnas Jerman, Robert Enke, mengakhiri hidupnya dengan menabrakkan diri ke kereta. Enke meninggal seketika di usia yang baru menginjak 32 tahun.
ADVERTISEMENT
Depresi adalah alasan Enke bunuh diri. Kata istrinya, Teresa, Enke sudah mengidap depresi selama enam tahun sebelum peristiwa tersebut. Situasi psikis mantan penjaga gawang Barcelona itu semakin memburuk usai kematian putrinya, Lara, pada 2006.
Seperti halnya gegar otak, depresi adalah momok yang mengendap dalam diam di sepak bola. 'Maskulinitas beracun' kerap disebut sebagai alasan mengapa banyak pesepak bola yang memilih untuk diam dan memendam masalahnya. Di dunia yang menuntut para pelakunya untuk memamerkan kejantanan, depresi dianggap sebagai tabu.
Inilah mengapa, depresi di kalangan pesepak bola menjadi tak ubahnya fenomena gunung es. Ada kasus seperti Enke yang mencuat ke permukaan, tetapi masih banyak lagi yang tersembunyi. Meski demikian, dewasa ini sudah banyak pesepak bola yang mulai memahami arti penting kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Hal itu bisa dilihat dari banyaknya jumlah pesepak bola yang mau mengakui bahwa mereka memang punya masalah kesehatan mental sehingga akhirnya mau mencari bantuan dari profesional. Di Inggris saja, berdasarkan data yang disuguhkan Asosiasi Pesepak Bola Profesional (PFA), ada sedikitnya 250 pemain tahun ini yang sudah menggunakan layanan konsultasi kesehatan mental 24 jam milik PFA.
Tak semua pemain memang menggunakan layanan tersebut. Ada sejumlah pemain lain yang memilih untuk menemui psikolog pilihan mereka sendiri. Luke Shaw, misalnya, sempat melakukan ini ketika didera cedera parah dulu. Berkat bantuan dari psikolog tersebut, Shaw kemudian sanggup bangkit dari keterpurukan dan kini sukses menembus kembali tim utama Manchester United.
Selain Shaw, ada pula Alvaro Morata. Kepada suratkabar Spanyol, ABC, Morata mengaku bahwa dia kini tengah mendapat bantuan dari seorang psikolog. Dia melakukan itu karena merasa tertekan dengan apa yang terjadi padanya di Chelsea musim lalu.
ADVERTISEMENT
Morata sendiri didatangkan Chelsea pada musim panas 2017 dengan harga mencapai 58 juta poundsterling. Sosok asal Spanyol itu diharapkan mampu menjadi pengganti kompatriotnya, Diego Costa, yang dibekukan oleh pelatih The Blues saat itu, Antonio Conte. Namun, Morata gagal memenuhi ekspektasi tersebut. Dari 38 laga, Morata cuma bisa mencatatkan 12 gol dan 6 assist.
Ada beberapa penyebab di balik musim buruk Morata tersebut. Cedera adalah penyebab pertama. Setelah itu, kematian sahabat serta kehamilan yang sulit bagi sang istri kala mengadung putra kembarnya juga membuat pikiran Morata bercabang ke mana-mana. Kini, setelah rutin menemui psikolog, Morata merasa lebih baik.
"Kupikir, sangatlah penting untuk memiliki kepercayaan diri. Itu akan membuat segalanya jadi mudah. Pada titik hidupku yang ini, aku sadar bahwa semua orang harus selalu melatih pikirannya masing-masing. Yang terpenting, ternyata, bukan cuma siap secara fisik. Untuk menahan tekanan, kamu juga harus mempersiapkan mental," kata Morata.
ADVERTISEMENT
"Sebelumnya, aku tak pernah berpikir soal mengolah pikiran. Ketika seorang pemain mendengar kata 'psikolog', mereka pasti langsung mundur teratur. Tapi, aku sadar bahwa aku butuh bantuan."
"Awalnya aku merasa malu untuk menemui psikolog dan bercerita soal problem hidupku padanya. Tapi, dengan bantuan semua orang, aku berhasil menemukan kebahagiaan lagi di sepak bola."
Morata dan Hazard merayakan gol Chelsea. (Foto: REUTERS/David Klein)
zoom-in-whitePerbesar
Morata dan Hazard merayakan gol Chelsea. (Foto: REUTERS/David Klein)
"Selama ini, menemui psikolog selalu dianggap sebagai hal negatif. Padahal, itu sebenarnya adalah hal yang sangat penting. Sekarang adalah masa paling bahagiaku di Chelsea, di tim nasional, meskipun aku belum bisa menemukan penampilan terbaik."
"Aku memang sudah mencetak gol lagi, tetapi aku tidak bisa melakukan itu kalau aku tidak menunjukkan penampilan terbaikku. Aku akan terus menemui psikolog ini, karena itu semua membantuku dalam menangani tekanan dan emosi," jelas Morata.
ADVERTISEMENT
Jika memang masalah mental adalah penghalang terbesar Morata untuk sukses musim lalu, maka langkahnya untuk menemui psikolog tadi boleh dibilang sudah cukup berhasil musim ini.
Gampangnya bisa dilihat dari jumlah gol yang dia cetak. Sejauh ini Morata sudah turun sebanyak 13 kali untuk Chelsea dan telah mengemas 6 gol, baik di Premier League maupun Liga Europa. Itu berarti, rasio golnya sudah naik dari 0,31 gol per laga menjadi 0,46.