Kisah Adriano Leite: Eks Inter yang Kariernya Hancur Sejak Kematian Sang Ayah

19 Januari 2021 14:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Adriano Leite. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Adriano Leite. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Para penggemar sepak bola yang tumbuh di akhir 1990-an dan awal 2000-an pasti masih memiliki memori tentang eks striker Inter Milan, Adriano Leite. Karier cemerlangnya di lapangan hijau mengalami kehancuran sejak kematian sang ayah.
ADVERTISEMENT
Pria kelahiran 17 Februari 1982 ini pernah terkenal memiliki tendangan kaki kiri mematikan. Pria bernama lengkap Adriano Leite Ribeiro ini sempat menjadi idola ketika memperkuat Parma dan Inter Milan, sebelum talentanya redup akibat perilakunya di luar lapangan.
Bukan hanya di dunia nyata, Adriano juga melegenda di dunia maya. Para penggemar video gim Pro Evolution Soccer (PES) pasti pernah memanfaatkan kemampuan superior pemain asal Brasil ini. Adriano diberi kemampuan shooting bernilai ‘99’ di PES jilid 6, angka tertinggi dalam permainan tersebut.
Adriano memang pesepakbola bertalenta emas. Kariernya melesat sejak usia remaja. Pada usia 17 tahun, nama Adriano sudah tercantum dalam skuat utama Flamengo. Dua tahun kemudian, Inter Milan merekrutnya senilai 13 juta euro (setara Rp 221 Miliar).
Adriano Leite. Foto: Getty Images
Awal karier Adriano di Inter tak berlangsung mulus. Kala itu usianya masih 19 tahun. Ia masih perlu berkembang sebelum mendapat tempat utama. Ia sempat dipinjamkan ke Fiorentina di paruh kedua musim 2001/02, namun tak menunjukkan perkembangan signifikan hingga Inter menjualnya ke Parma.
ADVERTISEMENT
Di Parma, mulailah Adriano menunjukkan potensinya sebagai pesepakbola hebat. Selama dua musim berkostum Parma (2002 sampai 2004) Adriano tampil dalam 33 pertandingan di semua ajang dengan torehan 23 gol. Melihat perkembangan pesat Adriano di Parma, Inter memutuskan memulangkan Adriano ke Giuseppe Meazza dengan mahar 23,4 juta euro (setara Rp 398 miliar).
Kembali ke Inter, Adriano diikat kontrak selama empat setengah musim. Keputusan Inter memulangkan Adriano tepat, sebab sang pemain semakin menunjukkan sinarnya sebagai pemain bintang.
Bahkan, ia disebut-sebut sebagai suksesor Ronaldo Luis Nazario de Lima. Dari tahun 2004 hingga 2009, Adriano tampil dalam 115 pertandingan di semua ajang dan mencetak 47 gol untuk Inter.
Adriano turut membantu Inter meraih kejayaan, khususnya di pentas domestik. Ia berperan besar membawa Nerazzurri meraih scudetto empat musim beruntun (2006-2009), dua trofi Coppa Italia (2004/05 dan 2005/06) serta tiga gelar Supercoppa Italia (2005, 2006, 2008).
Adriano Leite. Foto: Getty Images
Bersama Inter, Adriano merasakan masa keemasan sebagai pesepakbola yang menuai kesuksesan di pentas Eropa. Kehidupan bergelimang harta dan kemewahan begitu ia nikmati.
ADVERTISEMENT
Namun, kehancuran kariernya dimulai pada 2006, di mana ia sempat dua kali tertangkap berpesta di klub malam. Tak hanya itu, Adriano pun mulai kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang.
Kegemarannya menenggak alkohol dan keluar malam untuk berpesta malam membuat performanya di lapangan menurun. Penurunan performa yang ditunjukkan Adriano membuat Inter berang.
Pada pertengahan musim 2008/09, Inter sempat meminjamkan Adriano ke Sao Paulo. Tujuannya agar sang pemain bisa menemukan kembali permainan terbaiknya. Tapi itu terbukti tak berhasil; performa Adriano malah semakin menukik.
Di Sao Paulo pun, nasib Adriano tak kunjung membaik. Dia akhirnya berpindah dari satu klub ke klub lain, mulai dari Flamengo, AS Roma, Corinthians, Atletico Paranense, Le Havre, hingga klub MLS Miami United.
Bendera bergambar dua legenda Inter, Javier Zanetti dan Giacinto Facchetti, di Giuseppe Meazza. Foto: Reuters/Alberto Lingria
Penurunan drastis performa Adriano bukan tanpa penyebab. Kematian Almir Leite Ribeiro, ayah kandung si pemain, disebut-sebut sebagai dalih utama. Eks kapten Inter yang juga mantan rekan setim Adriano, Javier Zanetti mengamininya.
ADVERTISEMENT
Javier Zanetti menjadi saksi dari perubahan gaya hidup Adriano setelah ditinggal sang ayah. Ia bercerita, pada awal musim 2004 sebuah telepon berdering dan Adriano mengangkat telepon tersebut.
Seketika raut wajah Adriano diliputi kemurungan. Air matanya mulai menetes, membasahi kedua pipinya. Sesaat kemudian, ia melempar gagang telepon sembari berteriak: “Tidak mungkin!"
Zanetti yang kebetulan tengah berada dekat dengan Adriano pun menyadari sesuatu yang buruk menimpa keluarga rekan satu timnya itu di Brasil.
Mantan bos besar Inter, Massimo Moratti. Foto: OLIVIER MORIN / AFP
Bersama Presiden Klub saat itu, Massimo Moratti, Zanetti sebisa mungkin menenangkan Adriano yang tengah diliputi kesedihan mendalam, karena kematian sosok yang sangat berarti dalam kehidupannya.
“Saya masih merinding jika mengingat peristiwa itu. Tapi Adriano terus bermain, mencetak gol dan mendedikasikan tujuannya kepada ayahnya. Namun, setelah panggilan itu, dia tidak pernah sama lagi. Sejak saat itu, dia bukan lagi sosok yang sama. Kekalahan terbesar saya adalah gagal mengeluarkannya dari jurang depresi. Saya merasa tak berdaya,” ujar Zanetti, dikutip dari Goal.
ADVERTISEMENT
Kematian sang ayah membuat Adriano tersentak. Dia tidak siap menerima kenyataan pahit itu. Biar bagaimana pun, sosok sang ayah amat berarti dalam kehidupannya. Berkat sang ayah, motivasinya menjadi pesepakbola tumbuh subur.
"Hanya aku yang tahu seberapa parah aku menderita," ujar Adriano sebagaimana dikutip dari Goal. "Kematian ayahku meninggalkan lubang yang sangat besar. Aku merasa sendirian dan aku menyendiri ketika ia meninggal. Aku sedih dan depresi di Italia, dan saat itulah aku mulai minum.
"Aku hanya bahagia ketika aku minum-minum. Aku minum semua yang ada di hadapanku: anggur, wiski, vodka, bir... aku tak tahu bagaimana menyembunyikannya. Aku biasa tiba di tempat latihan pada pagi hari dalam keadaan mabuk."
Saat ini Adriano tinggal di favela, pemukiman padat penduduk di Rio de Janeiro. Di tempat tinggalnya sekarang, kehidupan Adriano semakin ngawur. Kegemarannya terhadap alkohol dan kehidupan malam semakin menjadi.
ADVERTISEMENT
Bahkan, menurut rumor yang berembus, sosok kelahiran 17 Februari 1982 ini tercatat sebagai anggota Comando Vermelho (CV) – salah satu kelompok kriminal di sana. Hal tersebut menyeruak setelah tersebar foto dirinya mengangkat senjata api jenis AK47 bersama seseorang yang dicurigai anggota geng CV.
Pada akhir 2017 lalu, Adriano sempat menyatakan keinginannya kembali merumput di lapangan hijau. Flamengo menyambut baik keinginan mantan pemainnya itu kembali bermain. Flamengo pun bersedia membukakan pintu kembali bagi Adriano. Namun Adriano menolak tawaran tersebut.
****
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.