German Burgos, Preman Lapangan Hijau yang Tekun dan Teliti

28 Mei 2020 18:33 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
German Burgos, preman lapangan hijau yang tekun dan teliti. Foto: AFP/Gabriel Bouys
zoom-in-whitePerbesar
German Burgos, preman lapangan hijau yang tekun dan teliti. Foto: AFP/Gabriel Bouys
ADVERTISEMENT
"Aku bukan Tito. Sini kalau berani, biar kucopot kepalamu!" seru German Burgos sembari menunjuk-nunjuk bangku cadangan Real Madrid.
ADVERTISEMENT
Kejadian itu sudah lama berlalu tetapi masih sangat segar di ingatan publik sepak bola Spanyol. Dari situ, orang bisa dengan mudah melihat seperti apa karakter Burgos.
Ucapan tadi dialamatkan Burgos kepada pelatih Real Madrid, Jose Mourinho. Tahunnya adalah 2012 dan saat itu Mourinho memang sedang doyan-doyannya bikin ribut.
Nama Tito yang diucapkan Burgos adalah almarhum Tito Vilanova. Sebelum diancam Burgos, Mourinho menuai kecaman tatkala mencolek mata Vilanova dalam sebuah pertemuan El Clasico.
Lewat ancaman itu, Burgos tidak bermaksud merendahkan Vilanova. Justru sebaliknya. Vilanova adalah pria baik-baik yang tidak akan membalas perlakuan Mourinho. Burgos, sementara itu, adalah preman lapangan hijau.
Reputasi Burgos sebagai preman lapangan sebenarnya bukan rahasia. Pada 1999, ketika bermain untuk Real Mallorca, Burgos pernah dijatuhi larangan bermain 11 kali setelah menonjok pemain Espanyol, Manuel Serrano, sampai pingsan.
ADVERTISEMENT
Insiden dengan Mourinho itu hanyalah sebuah pengingat bahwasanya Burgos tak pernah berubah. Meski sudah berumur, Burgos tetap bisa meledak.
Satu insiden lain yang menunjukkan kegarangan Burgos adalah ketika dirinya berusaha menyerang wasit dalam El Derbi Madrileno edisi 2014.
Burgos tak terima dengan keputusan wasit yang tidak memberikan tendangan bebas setelah Diego Costa dijatuhkan Alvaro Arbeloa di dekat kotak penalti Real Madrid.
Butuh enam orang untuk mencegah agar Burgos tak memukul wasit Carlos Delgado Ferreiro, termasuk pelatih Real Madrid, Carlo Ancelotti.
Oleh sang pengadil, Burgos kemudian diusir. Setelahnya, pria yang dijuluki El Mono alias 'Si Monyet' itu diberi hukuman larangan mendampingi tim selama tiga jornada.
Begitulah Burgos. Eksentrik, temperamental, dan tak kenal rasa takut. Inilah yang dulu membuat dirinya menjadi seorang kiper tangguh.
ADVERTISEMENT
Dengan seragam berwarna mencolok, rambut gondrong, dan topi berwarna merah, Burgos selalu tampil lain dari yang lain. Sudah begitu, dia pun termasuk ke dalam golongan kiper yang piawai menyapu bola sebelum istilah sweeper-keeper mulai populer.
Burgos juga bisa dibilang cerdik. Sebagai kiper, dia bisa menggunakan bagian tubuh mana pun untuk menghentikan tembakan pemain lawan.
Ketika tangan dan kaki tak bisa digunakan, Burgos rela menggunakan mukanya untuk menghentikan penalti Luis Figo dalam sebuah Derbi Madrid di tahun 2003.
Dengan segala antiknya itu, Burgos berhasil mengumpulkan tujuh trofi juara yang kesemuanya dia dapatkan saat bermain untuk River Plate dari 1994 sampai 1999.
Burgos juga sempat menjadi penghuni reguler Timnas Argentina meskipun sering kalah bersaing dengan Carlos Roa, Pablo Cavallero, serta Roberto Bonano.
ADVERTISEMENT
Pendek kata, sebagai seorang pemain, Burgos bisa dibilang sukses. Dia punya kemampuan mumpuni yang dibalut dengan tendensi untuk bersikap seenak jidat. Ini adalah resep untuk menjadi legenda di mana pun.
Karier gemilang sebagai pemain itu dilanjutkan Burgos sebagai asisten pelatih. Namun, Burgos sendiri baru kembali ke dunia sepak bola pada 2010.
Ada waktu lima tahun di mana Burgos menghilang dari sepak bola. Dalam kurun waktu tersebut, dia menyalurkan hobinya bermusik dengan membentuk band rock bernama The Garb.
Garb adalah inisial dari nama lengkap Burgos: German Adrian Ramos Burgos. Bersama band ini, Burgos yang berposisi sebagai vokalis merilis dua album studio plus satu album live.
Burgos sendiri dikenal sebagai penggemar berat The Rolling Stones. Musik rock klasik seperti itulah yang dibawakan Burgos bersama band-nya. Bersama The Garb, Burgos cukup rutin tampil di televisi Argentina.
ADVERTISEMENT
Namun, belakangan Burgos sadar bahwa dia memang tidak bisa lepas dari sepak bola. Yang menarik, comeback German Burgos ke sepak bola ini tidak terjadi di sebuah klub, melainkan lewat reality show berjudul 'Football Cracks'.
Acara 'Football Cracks' itu disponsori oleh Zinedine Zidane dan Enzo Francescoli. Tujuannya adalah mencari bakat terpendam dari berbagai negara di dunia. Burgos menjadi salah satu pelatih di acara tersebut.
Kembalinya Burgos ke sepak bola itu pun tak luput dari pengamatan kawan lamanya, Simeone. Pada 2011, ketika ditunjuk menjadi pengganti Marco Giampaolo di Catania, Simeone mengajak serta Burgos.
German Burgos mendampingi Diego Simeone di sesi latihan Atletico Madrid. Foto: AFP/Javier Soriano
Sejak itulah Burgos dan Simeone seperti tak terpisahkan. Selama 2011 itu, Burgos dan Simeone melatih tiga klub berbeda. Setelah gagal di Catania, mereka sempat mudik ke Argentina untuk membesut Racing Club. Belum setengah tahun di Racing Club, mereka sudah ditunjuk menangani Atletico Madrid.
ADVERTISEMENT
Selama kurang lebih delapan setengah tahun, Burgos dan Simeone sukses membawa Atletico merusak duopoli Real Madrid dan Barcelona di La Liga.
Sudah begitu, Atletico pun sanggup berbicara banyak di Eropa, terbukti dengan dua trofi Liga Europa plus dua keberhasilan menembus final Liga Champions. Total jenderal, tujuh titel juara sukses mereka raih di bawah kepemimpinan Burgos dan Simeone.
Dalam sebuah wawancara dengan Marca pada 2017, Burgos menjelaskan soal hubungan kerjanya dengan Simeone. Menurut Burgos, dia dan Simeone bak Joe Pesci dan Robert De Niro di film-film Martin Scorsese.
"Kalau salah satu dari kami kehilangan kontrol, yang lainnya harus mengimbangi sampai amarah reda. Kami berdua sama-sama punya karakter kuat dan tugasku adalah memastikan keseimbangan tetap terjaga," tutur pria yang sekarang berumur 51 tahun itu.
ADVERTISEMENT
German Burgos yang tak lagi gondrong dan berjanggut. Foto: AFP/Gabriel Bouys
"Hanya dengan pandangan mata, aku sudah tahu apa yang akan dia omongkan. Aku tahu ketika dia sedang khawatir dan begitu pula sebaliknya. Jika dia punya keraguan atau rasa waswas, aku berusaha mengenyahkannya."
"Aku sendiri tidak pernah merasa ragu. Ketika kamu tahu kebenarannya seperti apa, kamu takkan merasa ragu. Tugasku adalah menyampaikan kebenaran kepadannya dan dia percaya pada penilaianku."
"Peran pelatih dengan asistennya tidak berbeda jauh dengan peran ganda di film-film klasik, seperti yang biasa kalian lihat dalam diri Robert De Niro dan Joe Pesci," papar Burgos.
Menjadi asisten Simeone memang bukan urusan gampang bagi Burgos. Mereka sama-sama berkarakter keras tetapi harus pandai-pandai menahan diri.
Selama ini, Simeone-lah yang lebih kerap meluapkan emosinya. Saat mendampingi Atletico di tepi lapangan, El Cholo hampir selalu menunjukkan teriakan-teriakan serta gestur yang bertujuan membakar semangat para pemainnya.
ADVERTISEMENT
German Burgos saat membela Timnas Argentina. Foto: AFP/Stringer
Berteriak dan mengacung-ngacungkan tangan adalah cara Simeone memimpin Atletico. Ketika Simeone melakukan itu, Burgos bakal duduk tenang di bangku cadangan sembari mengamati pertandingan.
Itulah mengapa, tindakan agresif Burgos di dua Derbi Madrid tadi sebenarnya agak 'aneh'. Ya, Burgos memang sosok eksentrik dan temperamental, tetapi sebagai asisten pelatih dia sebetulnya tidak lagi suka menunjukkannya.
Marah-marah sudah menjadi bagian dari tugas Simeone. Tugas Burgos adalah memastikan Simeone tak keluar jalur sembari tetap memberi input secara real time di tengah pertandingan.
Burgos tahu bahwa tugasnya tidak mudah. Maka dari itu, dia pun tak segan menggunakan bantuan teknologi demi membantu Simeone. Pada 2014, Burgos menjadi pelatih sepak bola pertama yang menggunakan Google Glass untuk menganalisis laga.
ADVERTISEMENT
Lewat bantuan Google Glass, Burgos mengamati secara detail performa dan pergerakan para pemain di lapangan. Tanpa ketekunan dan ketelitian Burgos, Simeone boleh jadi takkan sesukses sekarang.
Namun, untuk setiap perjumpaan pasti ada perpisahan. Burgos kini dikabarkan bakal segera meninggalkan Atletico Madrid untuk melatih River Plate.
Kabar ini tak bisa dipisahkan dari keberhasilan Marcello Gallardo di rival abadi Boca Juniors tersebut. Gallardo sukses membawa River jadi jawara Amerika Selatan dan kini dia disebut-sebut akan mulai berkiprah di Eropa. Burgos akan berupaya meneruskan kesuksesan Gallardo tersebut.
Sebagai pengganti Burgos di Atletico, nama Nelson Vivas diapungkan. Yang menarik, Vivas pun memiliki karakter tak jauh beda dengan Burgos.
Pada 2017, ketika menangani Estudiantes, Vivas kesal bukan kepalang saat diusir wasit di laga melawan Boca Juniors. Eks pemain Arsenal itu pun menyobek kemejanya dan meninggalkan lapangan dengan bertelanjang dada.
ADVERTISEMENT
Dari situ, tampak sosok seperti apa yang diinginkan Simeone sebagai tangan kanannya. Pertanyaannya kini, apakah Vivas memiliki ketekunan dan ketelitian seperti German Burgos yang membuat tugas Simeone jadi lebih mudah?
-----
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk, bantu donasi atasi dampak corona.