Sri Mulyani Diminta Mulai Sederhanakan Tarif Cukai Rokok di 2022

16 September 2021 15:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Keuangan Sri Mulyani diminta untuk mulai menyederhanakan struktur tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok tahun depan. Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, cukai masih menjadi salah satu sumber penerimaan negara terbesar, utamanya dalam pemulihan ekonomi saat ini.
ADVERTISEMENT
“Peran APBN dalam pemulihan ekonomi itu sangat besar, karena pemerintah terus berusaha melindungi masyarakat dan menjaga kepastian usaha. Dalam hal ini, kita membutuhkan sekali penerimaan cukai untuk menutup penerimaan pajak, termasuk cukai,” ujar Piter dalam keterangannya yang diterima kumparan, Kamis (16/9).
Saat ini, penerimaan cukai tertinggi memang berasal dari cukai rokok. Menurutnya, struktur tarif cukai rokok saat ini yang memiliki sepuluh lapisan terlalu lebar.
“Pemerintah seharusnya lebih memikirkan, jangan sampai penerimaan cukai itu banyak bocornya, sehingga perlu adanya simplifikasi dari struktur tarif CHT,” jelasnya.
Struktur tarif cukai rokok dinilai sangat mempengaruhi penerimaan negara, karena strata yang ada dan berlaku saat ini mendorong pengusaha menyiasati tarif cukai yang dibayarkan menjadi lebih kecil. Akibatnya, potensi penerimaan negara tersebut hilang.
ADVERTISEMENT
Akademisi Universitas Gajah Mada R.Y Kun Haribowo Purnomosidi memandang, dalam sistem pajak memang selalu ada kemungkinan penghindaran pajak (tax evation). Termasuk cukai rokok.
“Cara untuk menguranginya, adalah mengurangi marginal benefit dengan cara mengurangi cukai rokok. Langkah kedua adalah dengan menambah marginal cost-nya. Termasuk di sini di dalamnya adalah simplifikasi tarif cukai hasil tembakau,” katanya.
Kun mengatakan, layer dan harga jual eceran (HJE) harus menjadi perhatian, karena sangat berpengaruh besar terhadap pelanggaran.
“Ini sejalan dengan survei rokok ilegal dari 2010—2020. Rokok ilegal lebih banyak terkait salah personalisasi dan salah peruntukan layer ke tarif cukai lebih murah. Artinya di situ ada yang memanfaatkan perpindahan layer,” katanya.
Sementara itu, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Kalsum Komaryani mengatakan, pihaknya mendukung upaya pemerintah menyederhanakan struktur tarif cukai rokok. Hal ini sejalan dengan rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau sebagai langkah pengendalian konsumsi tembakau.
ADVERTISEMENT
“Kalau ada perbaikan struktur cukai, kita berharap nanti anggaran kesehatannya yang memang disuplai oleh cukai tembakau akan meningkat, terutama di daerah. Pemanfaatan dana bagi hasil cukai tembakau ini juga diberikan untuk iuran JKN BPJS masyarakat yang tidak mampu,” tambahnya.