Perang Dagang di Mata Bos-bos Bank Sentral: Bikin Ekonomi Suram

21 Juni 2018 9:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Donald Trump dan pemimpin negara G7 (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Donald Trump dan pemimpin negara G7 (Foto: Reuters)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kenaikan tarif impor yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap produk dari mitra-mitra dagangnya, telah memicu perlawanan. Negara-negara lain pun memberlakukan hal yang sama, atas produk yang mereka impor dari AS, sehingga hal ini memicu perang dagang global.
ADVERTISEMENT
Awal pekan ini, Presiden Donald Trump kembali menaikkan target pengenaan tarif impor produk China menjadi USD 200 miliar, dari sebelumnya ‘hanya’ USD 50 miliar.
Dikutip dari Reuters, Deutsche Bank menilai, AS bisa menjadi korban dari kebijakan perdagangannya sendiri. Perang dagang diperkirakan menurunkan pertumbuhan PDB sebesar 0,2% hingga 0,3%.
Situasi ekonomi seperti itu, memicu kecemasan di kalangan para gubernur bank sentral terkemuka di dunia. Bahkan Kepala bank sentral AS, Federal Reserve, Jerome Powell sendiri menilai konflik dagang yang terus mencuat membuat prospek ekonomi makin suram.
Bersama Powell, sejumlah gubernur bank sentral lainnya bertemu di Sintra, Portugal. Di tengah keindahan kota perbukitan di sebelah barat Portugal itu, para bos bank sentral saling berbagi kecemasan. Mereka adalah Gubernur Bank Sentral Uni Eropa, Mario Draghi; Gubernur Bank Sentral Jepang, Haruhiko Kuroda; dan Gubernur Bank Sentral Australia, Philip Lowe.
ADVERTISEMENT
Kepala Federal Reserve, Jerome Powell
Jerome Powell (Foto: Flickr)
zoom-in-whitePerbesar
Jerome Powell (Foto: Flickr)
"Perubahan arah kebijakan perdagangan dapat membuat kita mengkaji ulang proyeksi ekonomi ke depan," kata Ketua the Fed, Jerome Powell.
"Untuk pertama kalinya kami mendengar (dari para pemimpin bisnis) tentang keputusan untuk menunda investasi, menunda rekrutmen pekerja, menunda pengambilan keputusan," katanya.
Powell ditunjuk oleh Presiden AS Donald Trump akhir tahun lalu, untuk memimpin bank sentral negara itu. Tak lama berselang, sengketa perdagangan AS dengan China meruncing.
Meskipun tidak secara langsung mengkritik kebijakan tersebut, namun Powell telah membayangkan suatu rumusan kebijakan di tengah ketegangan perdagangan global, yang bisa menghambat ekspansi ekonomi.
Gubernur Bank Sentral Uni Eropa, Mario Draghi
Gubernur Europe Central Bank (ECB), Mario Draghi (Foto: AFP/Ilmars ZNOTINS )
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Europe Central Bank (ECB), Mario Draghi (Foto: AFP/Ilmars ZNOTINS )
Berbicara bersama Powell, menanggapi meruncingnya perang dagang global Mario Draghi mengatakan hanya memiliki sedikit alasan untuk tetap bersikap optimistis. Dia menilai, ECB harus memperhitungkan ulang dampak pemberlakukan tarif impor baru, terhadap perekonomian di kawasan.
ADVERTISEMENT
"Ini tidak mudah dan belum waktunya untuk melihat apa konsekuensi dari kebijakan moneter dari semua ini, tetapi sulit untuk membangun optimisme dalam situasi seperti ini," kata Draghi.
Dampak buruk terhadap dunia bisnis, menurutnya adalah menurunnya tingkat kepercayaan, investasi yang lebih rendah dan penurunan ekspor. Semua berpotensi memburuk oleh setiap tindakan pembalasan.
ECB minggu lalu menurunkan perkiraan pertumbuhan untuk tahun ini, dan Draghi mengatakan bahwa tren pelemahan ekonomi bisa lebih lama dari perkiraan semula.
Gubernur Bank Sentral Jepang, Haruhiko Kuroda
Gubernur Bank of Japan (BoJ), Haruhiko Kuroda (Foto: AFP/Martin BUREAU)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Bank of Japan (BoJ), Haruhiko Kuroda (Foto: AFP/Martin BUREAU)
Pemimpin Bank of Japan, Haruhiko Kuroda menilai dampak besar perang dagang tak terjadi serta-merta. Namun menurutnya, cepat atau lambat ekonomi kawasan akan terganggu dari menurunnya indeks kepercayaan konsumen dan pengusaha.
"Dampak tidak langsung pada ekonomi Jepang bisa sangat signifikan, jika peningkatan tarif antara AS dan China terus berlanjut," kata Kuroda di Sintra.
ADVERTISEMENT