Pengamat Energi: Harusnya Tambahan Pembangkit EBT Masuk RUPTL Terbaru

21 Februari 2019 20:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembangkit listrik tenaga surya Foto:  REUTERS/Kim White
zoom-in-whitePerbesar
Pembangkit listrik tenaga surya Foto: REUTERS/Kim White
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian ESDM memutuskan tambahan pembangkit listrik dari Energi Baru Terbarukan (EBT) tidak perlu dimasukkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028.
ADVERTISEMENT
Pengecualian ini diberikan agar pembangunannya bisa lebih masif demi tercapainya target bauran EBT 23 persen pada 2025.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, seharusnya tambahan pembangkit EBT tetap masuk dalam RUPTL terbaru. Pasalnya, pembangunan pembangkit EBT mesti menyesuaikan dengan pembangunan jaringan listrik yang digarap PT PLN (Persero).
"Yang disampaikan Jonan (menteri ESDM) agak membingungkan. Listrik ini kan harus disalurin permintaannya misalnya ada, tapi jaringannya enggak ada, kan enggak bisa. Jaringan itu yang merencanakan PLN, kenapa enggak dibangun. Nah, sekarang kalau tidak ada di dalam RUPTL bagaimana kita mau tahu pembangkitnya mau dibangun di mana," kata dia usai diskusi Kajian Peta Jalan Sektor Ketenagalistrikan Indonesia di Jakarta, Kamis (21/2).
Pekerja di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok Bandung Foto: Resya Firmansyah/kumparan
Selain mesti masuk RUPTL, Kementerian ESDM juga harusnya menambah porsi bauran energi dalam skema perencanaan setiap 10 tahun. Kata dia, porsi EBT yang ditetapkan dalam RUPTL terbaru ini sama dengan RUPTL 2018-2027 yakni 23 persen.
ADVERTISEMENT
Fabby mengusulkan, seharusnya pemerintah membuat porsi skala EBT dalam RUPTL. Sebagai contoh, kata dia, porsi skalanya bisa dipatok sebesar 28-35 persen. Skala porsi perlu dibuat karena target proyek bauran energi maju mundur.
"Bisa dibuat range-nya antara 28-35 persen. Jadi kalau ternyata EBT lebih murah karena teknologinya lebih cepat, tapi perlu dipastikan jaringannya harus tersedia, jangan sampai mau dibangun tapi jaringannya belum ada. Ini kan persoalannya itu," jelasnya.
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Foto: Nurlaela/ Kumparan
Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, selain proyek pembangkit EBT, pembangkit yang menggunakan gas juga tidak perlu masuk RUPTL tahun ini, tapi khusus untuk yang kapasitasnya kecil yakni 10 Mega Watt (MW). Proyek pembangkit yang menggunakan gas sebagai bahan baku listrik adalah PLTG, PLTGU, dan PLTMG.
ADVERTISEMENT
Penggunaan gas didorong untuk pembangkit untuk mengurangi emisi karbon. Selain itu, gas juga bisa masuk ke daerah-daerah kecil yang tidak perlu repot mengalirkannya seperti membawa batu bara untuk PLTU.
"Terutama wilayah yang ekonomis tenaga gas yang kecil-kecil di Indonesia Timur dan Indonesia Tengah, kalau cuma 5 MW itu enggak efektif pakai batu bara tapi pakai gas yang bisa (disalurkan) dengan iso tank," ucapnya.
Dalam RUPTL 2019-2028, tambahan porsi EBT dalam pembangkit listrik sebesar 16,7 Giga Watt (GW). Angka ini naik 1,8 GW dibandingkan tahun lalu sebesar 14,9 GW.