Penerbitan SBI Dikhawatirkan Bikin Bank Malas Salurkan Kredit

24 Juli 2018 7:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Bank Indonesia (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bank Indonesia (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bank Indonesia (BI) telah melelang kembali Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bertenor 9 dan 12 bulan. Hasilnya, BI menyerap likuditas sebesar Rp 5,97 triliun dari total yang ditawarkan mencapai Rp 14,23 triliun.
ADVERTISEMENT
Reaktivasi SBI tersebut bertujuan untuk menambah portofolio yang dapat menyerap modal asing. Sehingga nantinya diharapkan dapat menjadi instrumen untuk menstabilkan rupiah.
Namun demikian, SBI yang banyak diminati perbankan dikhawatirkan akan membuat industri jasa keuangan tersebut justru malas menyalurkan kredit. Intermediasi ke sektor riil juga dikhawatirkan akan terganggu.
"Nanti uang bank akan lebih tertarik masuk instrumen keuangan SBI, intermediasi ke sektor riilnya bisa terganggu," ujar Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira kepada kumparan, Selasa (24/7).
Jika perbankan lebih tertarik ke pasar keuangan, Bhima mengatakan, hal tersebut dapat membuat biaya pinjaman (cost of borrowing) di perbankan menjadi lebih tinggi. Sehingga nantinya akan berdampak ke pelaku usaha yang lebih banyak meminjam modal dari bank.
ADVERTISEMENT
"Kalau enggak hati-hati bisa mengerek cost of borrowing pelaku usaha. Nanti uang bank akan lebih tertarik masuk instrumen keuangan, intermediasi ke sektor riilnya bisa terganggu," kata dia.
Ilustrasi Bank Indonesia (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bank Indonesia (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah juga menyebut adanya kekhawatiran bank yang lebih tertarik ke SBI. Namun menurutnya hal itu tak begitu signifikan karena fungsi SBI sebagai pengganti Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI), yang hanya dapat ditransaksikan di pasar sekunder antarbank.
"Kalau dampaknya ke bank tidak akan besar. Karena SBI ini direncanakan menggantikan SDBI. Artinya seiring penerbitan SBI, penerbitan SDBI baru akan dihentikan," jelas Piter.
Adapun kebijakan menerbitkan kembali SBI dianggapnya sebagai langkah jangka pendek yang memang harus dilakukan BI untuk mencegah dana asing keluar secara serentak dan tiba-tiba (sudden reversal).
ADVERTISEMENT
“Sekarang enggak bisa melakukan sesuatu yang (signifikan untuk) mengurangi sudden reversal. BI harus berani melakukan sesuatu yang countercylical pada waktu banjir portofolio, melakukan sesuatu untuk mencegah sudden reversal,” tambahnya.
SBI merupakan instrumen moneter yang sempat dihentikan penerbitannya pada Agustus 2017 untuk tenor 9 dan 12 bulan. Lima tahun sebelumnya, BI juga menghentikan penerbitan SBI bertenor 9 bulan untuk lebih mengelola modal asing yang rentan keluar.
Reaktivasi SBI menjadi opsi penajaman instrumen pasar keuangan Indonesia agar lebih menarik investor asing. Di sisa tahun, tekanan ekonomi global akan semakin deras terutama dari rencana empat kali kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve.
Ancaman tekanan ekonomi global itu membuat BI harus menambah instrumen pasar keuangan agar Indonesia lebih atraktif di mata investor asing sehingga tidak terjadi pembalikkan arus modal (capital outflow) yang dapat mengancam nilai tukar rupiah.
ADVERTISEMENT