Menteri Investasi Temui Bank Dunia, Jelaskan Perbaikan Indikator EoDB Indonesia

18 Juli 2021 8:16 WIB
·
waktu baca 3 menit

Foto ini mungkin mengganggumu, apakah tetap ingin melihat?

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia bersama Mari Elka Pangestu selaku Managing Director Development Policy and Partnership World Bank. Foto: Dok. Istimewa
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia bersama Mari Elka Pangestu selaku Managing Director Development Policy and Partnership World Bank. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia melakukan pertemuan dengan Bank Dunia di Washington DC (13/7). Delegasi Indonesia berdiskusi langsung dengan Mari Elka Pangestu selaku Managing Director Development Policy and Partnership World Bank, Vice President for East Asia and the Pacific Victoria Kwakwa, dan Satu Kahkonen (Country Director for Indonesia and Timor Leste).

ADVERTISEMENT

Bahlil mengatakan reformasi yang telah dilakukan Indonesia terkait dengan kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) di Indonesia. Saat ini terdapat beberapa indikator yang mengalami peningkatan pesat dalam hal prosedur, biaya, dan waktu.

Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan bahwa saat ini pemerintah Indonesia sedang melakukan implementasi dari Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK). Hal ini tentunya juga terkait dengan kemudahan berusaha yang ramah investasi.

“Pemerintah Indonesia saat ini terus menerus berkomitmen melakukan perbaikan kemudahan berusaha di Indonesia. Kita harap perbaikan-perbaikan ini membuahkan hasil yang positif. Investasi masuk, lapangan kerja tercipta, rakyat sejahtera. Itu tujuannya,” ucap Bahlil.

Sebagai contoh, beberapa indikator yang telah mengalami perbaikan dengan pesat pada tahun 2022 dibanding performa tahun 2020 antara lain Starting a Business (memulai berusaha) yang sebelumnya memerlukan 11 prosedur, 10 hari, dan biaya sebesar 5,7 persen menjadi hanya 4 prosedur, 2,5 hari, dengan biaya 4,3 persen.

ADVERTISEMENT

Enforcing Contract (penegakan kontrak) yang sebelumnya memerlukan waktu 390 hari dan biaya sebesar 74 persen, menjadi maksimal 85 hari dan biaya 9,5 persen melalui e-court (pengadilan elektronik).

Selain itu, perbaikan pada indikator Dealing with Construction Permits (izin konstruksi) yang sebelumnya membutuhkan 18 prosedur, 191 hari, biaya 4,8 persen, menjadi 6 prosedur, 16-21 hari, dan biaya 0,62 persen.

Registering Property (pendaftaran properti) yang sebelumnya memerlukan 6 prosedur, 28 hari, dan biaya 8,5 persen, menjadi 3 prosedur, 6 hari, dan biaya sama dengan menggunakan digitalisasi perencanaan kadastral dan tata ruang.

“Kami serius memperjuangkan target yang diminta Bapak Presiden untuk mencapai peringkat 40 EoDB. Tentu tidak mudah, apalagi dengan tekanan adanya Covid-19. Tapi kondisi ini juga menjadi peluang untuk reformasi. salah satunya sekarang apa-apa harus online, terdigitalisasi. Ini bisa mengurangi prosedur dan biaya. Karena itu Online Single Submission (OSS) adalah jawabannya, dan akan diluncurkan di bulan Juli ini,” imbuh Bahlil.

ADVERTISEMENT

Mari Elka Pangestu mengapresiasi atas reformasi yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam rangka kemudahan berusaha, terutama pada masa pandemi Covid-19.

Baginya, penanggulangan Covid-19 tentunya mempengaruhi ekonomi Indonesia, namun harus mulai ditanamkan persepsi bahwa Covid-19 bukan pandemi, melainkan endemi karena akan terus ada.

Foto ini mungkin mengganggumu, apakah tetap ingin melihat?

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dan Mendag M Lutfi saat bertemu dengan Bank Dunia di Washington DC. Foto: Dok. Istimewa

Dengan demikian kegiatan ekonomi harus jalan berdampingan. Begitu pula terkait terobosan pemerintah melalui UU CK dalam melakukan percepatan perizinan berusaha.

“Setelah berhasil memformulasikan regulasi yang baik seperti UU CK, maka tantangan Pemerintah Indonesia selanjutnya saat ini yaitu bagaimana mengimplementasikan regulasi tersebut,” ucap Mari yang pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan RI.

Mari juga menjelaskan bahwa saat ini Bank Dunia berkomitmen mendorong peningkatan investasi berkelanjutan untuk mewujudkan climate change action plan serta daya saing perdagangan Indonesia ke depannya, termasuk antara lain mendorong peraturan mengenai carbon pricing.

ADVERTISEMENT

Dalam survei kemudahan berusaha Bank Dunia tahun 2014, Indonesia tercatat di peringkat 129 dan terus mengalami peningkatan menjadi 73 dalam survei EoDB tahun 2020. Posisi Indonesia masih berada pada peringkat yang sama dibandingkan tahun sebelumnya. Saat ini, Pemerintah Indonesia sedang menunggu hasil survei EoDB tahun 2021 yang akan segera diumumkan Bank Dunia