Ketua BPK Lapor ke Jokowi soal Jiwasraya hingga BLBI

20 Juli 2020 17:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna melaporkan temuan terkait permasalahan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) sejumlah lembaga pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/7).
ADVERTISEMENT
Tak main-main, temuan tersebut cukup banyak. Dua di antaranya berkaitan dengan Jiwasraya dan dana pensiun.
"BPK mengidentifikasi sejumlah masalah, baik dalam sistem pengendalian internal (SPI) maupun dalam kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang harus ditindaklanjuti," kata Agung di lokasi.
Ilustrasi Asuransi Jiwasraya. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
"Kewajiban Pemerintah selaku Pemegang Saham Pengendali PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) belum diukur/diestimasi," lanjutnya.
Di sisi lain, berkaitan dengan dana pensiun dia menyebut belum ada standar akuntansi perhitungannya. Padahal, dananya mencapai sekitar Rp 2.876 triliun.
"Pengungkapan Kewajiban Jangka Panjang atas Program Pensiun pada LKPP Tahun 2019 sebesar Rp 2.876,76 Triliun belum didukung Standar Akuntansi," jelasnya.
Untuk temuan ini dia menjelaskan sudah terjadi selama bertahun-tahun. "Temuan pemeriksaan tahun ini telah membuka jalan untuk melakukan perubahan besar-besaran, bahkan reformasi dalam pengelolaan dana pensiun," jelasnya.
Gedung ASABRI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Reformasi pengelolaan dana pensiun selanjutnya merupakan bagian penting yang harus dilakukan untuk mengatasi persoalan yang terjadi pada Asuransi Jiwasraya dan Asabri," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, ada juga temuan lainnya yang berkaitan dengan persoalan dalam BLBI.
"Pengendalian atas pencatatan Aset Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) dan Aset yang berasal dari pengelolaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) belum memadai," pungkasnya.