Kemenperin: 4 Ribu Orang Kena PHK Akibat Cukai Rokok Naik

21 Oktober 2021 15:42 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buruh linting rokok beraktivitas di salah satu pabrik rokok di Blitar, Jawa Timur, Kamis (25/3/2021). Foto: Irfan Anshori/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Buruh linting rokok beraktivitas di salah satu pabrik rokok di Blitar, Jawa Timur, Kamis (25/3/2021). Foto: Irfan Anshori/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Perindustrian mencatat sebanyak 4 ribu orang tenaga kerja industri rokok mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal tersebut disebabkan karena kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada 2020.
ADVERTISEMENT
"Sebagai pembina industri, kami mencatat pada 2020 sebanyak 4 ribu lebih tenaga kerja industri rokok di-PHK," kata Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Alat Penyegar Kemenperin, Edi Sutopo, seperti dikutip dari Antara, Kamis (21/10).
Edi mengatakan PHK tersebut disebabkan produksi industri rokok menurun. Sebenarnya, kata Edi, konsumen tidak benar-benar mengurangi konsumsi rokok, melainkan menurunkan golongan rokok yang dikonsumsi, hingga beralih pada rokok tingwe (linting dewe/linting sendiri) atau rokok ilegal.
"Elastisitas konsumsi rokok itu relatif kecil, jadi ada shifting dari konsumsi rokok golongan tinggi ke golongan rendah, termasuk ke tingwe dan ilegal. Ini berdampak negatif terhadap kesehatan tapi negara tidak dapat apa-apa," ucapnya.
Menurut Edi, kenaikan tarif cukai rokok juga membuat tembakau petani tidak dapat terserap industri karena permintaan rokok menurun.
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan Kemenperin akan melakukan kajian bersama kementerian dan lembaga lain agar kenaikan CHT tidak berdampak negatif terhadap pelaku industri.
"Dari sisi buruh pabrik saja ada 600 ribu yang terserap industri rokok, jutaan petani tembakau dan cengkeh, dan ada tenaga distribusinya juga," katanya.
Selain itu, kenaikan CHT juga perlu dilakukan dengan mempertimbangkan penerimaan negara. Pasalnya, apabila CHT naik sampai mengurangi konsumsi rokok, penerimaan negara juga bisa berkurang.
Ilustrasi pekerja rokok. Foto: ANTARA/Yusuf Nugroho
"Industri rokok berkontribusi kurang lebih 11 persen terhadap APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)," ucapnya.
Sementara itu, terkait simplifikasi tarif CHT, Edi memandang 10 lapisan tarif CHT yang ditetapkan mulai 2018 lalu sudah cukup sederhana. Pada 2009, tarif CHT bahkan mencapai 19 lapisan.
ADVERTISEMENT
Dia mengaku khawatir jika disederhanakan lagi, industri kecil dan menengah rokok akan berhadapan langsung dengan industri besar hingga tidak mampu bersaing. Di samping itu, negara juga berpotensi kehilangan pendapatan karena konsumen akan lebih memilih membeli rokok ilegal.
"Dengan struktur yang lebih simpel, tarif cukai rokok yang paling rendah akan meningkat sehingga harganya pun meningkat. Jarak harga rokok yang paling rendah akan lebih lebar dibandingkan rokok ilegal sehingga masyarakat berpotensi lebih memilih rokok ilegal," ujarnya.