Dampak Pandemi Bikin Ekonomi Global Masih Suram, Terburuk dalam 80 Tahun

14 Oktober 2020 13:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pandemi berdampak buruk terhadap ekonomi dan belum terlihat prospek pemulihan. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Pandemi berdampak buruk terhadap ekonomi dan belum terlihat prospek pemulihan. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pandemi COVID-19 belum menunjukkan tanda-tanda mereda, berdampak besar terhadap perekonomian global termasuk Indonesia. Ekonom mengungkapkan, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2020 akan jadi yang terburuk dalam 80 tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Chief Economist CIMB Niaga, Adrian Panggabean, menjelaskan hampir semua negara di dunia akan mengalami kontraksi. Ada pun rentang proyeksi dari pertumbuhan ekonomi global berada di kisaran minus 5 persen sampai minus 4 persen di tahun 2020 ini.
"Ini merupakan yang terburuk dalam 80 tahun terakhir," kata Adrian dalam Analisis Ekonomi CIMB Niaga yang diterima kumparan, Rabu (14/10).
Proyeksi ekonomi global yang disampaikan Adrian itu, sejalan dengan Bank Indonesia yang mematok posisi minus 4,9 persen. Demikian juga lembaga-lembaga internasional seperti OECD dan IMF, masing-masing memproyeksi minus 4,5 persen dan minus 4,4 persen.
Adrian menyatakan prospek pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19 sangat lambat, karena situasi saat ini berbeda dengan dua krisis ekonomi global yang terakhir. Yang dimaksudnya adalah krisis ekonomi 1998 dan 2008.
CEO CIMB NIAGA, Tigor M (kedua kanan) Siahaan di Kantor kumparan Jalan Jati Murni No. 1A, Jati Padang, Jakarta Selatan. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
Dia memaparkan, ada tiga perbedaan antara kali ini dengan dua krisis terdahulu. Pertama, kali ini tidak ada faktor penyeimbang pertumbuhan global. Di tahun 1998 dan 2008 krisisnya berdimensi wilayah (1998 Asia, dan 2008 trans-Atlantik); sehingga wilayah dunia yang saat itu tidak terkena krisis masih bisa berperan sebagai “penyeimbang pertumbuhan global”. Sementara pada 2020 dunia tidak memiliki elemen penyeimbang, karena pandemi merebak ke berbagai negara, tanpa terkecuali.
ADVERTISEMENT
Kedua, pada 1998 dan 2008 krisis yang terjadi lebih bersifat finansial dan ekonomi. Sedangkan kali ini krisis dipicu oleh faktor kesehatan, yang kemudian menyebabkan terhentinya mobilitas manusia dan guncangan ekonomi sebagai akibat kejutan di sisi penawaran dan permintaan secara simultan.
Ketiga, krisis 1998 dan 2008 negative spillovers yang bersifat wilayah, terbantu oleh penyelesaian yang berkerangka regional (regional problem was met with regional solution). Sedangkan di 2020 masalahnya bersifat global dan belum memiliki solusi berkerangka global. "Bahkan dalam banyak kasus, rivalitas (antar-wilayah) lah yang justru terjadi. Proses pengembangan vaksin yang tidak diwarnai oleh kerjasama global secara erat adalah contoh kontemporer," ujarnya.
Dengan ketiga perbedaan tersebut, menurut Adrian, sulit untuk membayangkan sebuah skenario pemulihan ekonomi yang akan berlangsung secara cepat. Ironisnya, ciri yang satu ini tereplikasi di level nasional. Tidak hanya di Indonesia namun di banyak negara.
ADVERTISEMENT
Sehingga dia menandaskan, proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021 masih akan diwarnai ketidakpastian yang tinggi. Karena tahun depan masih akan disertai fluktuasi bisnis yang tajam, serta pemulihan ekonomi yang tidak merata antarnegara.