Buruh Tak Puas dengan Aturan Perhitungan Pengupahan

8 Mei 2019 18:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peringatan Hari Buruh di depan Komplek Gubernuran, Semarang, Rabu (1/5). Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Peringatan Hari Buruh di depan Komplek Gubernuran, Semarang, Rabu (1/5). Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pihak serikat pekerja atau buruh mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Buruh merasa perhitungan pengupahan saat ini tak mampu mengangkat daya beli mereka.
ADVERTISEMENT
Adapun dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 mengatur kenaikan upah minimum provinsi (UMP) berdasar penjumlahan angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Untuk data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional atau pertumbuhan produk domestik bruto yang akan digunakan untuk menghitung upah minimum bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Sekretaris Jenderal Sekretaris Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia, Timboel Siregar, bilang seharusnya penentuan upah ditambah dengan dialog antara pengusaha dan pekerja atau bipartit. Sehingga penentuan upah lebih objektif.
“Ini kan peran dari dialog ini enggak ada. kalau enggak ada, saya curiga ya ada kecurigaan penentuan ini enggak objektif,” ungkap Timboel saat diskusi masalah pengupahan di Hotel Milenium, Jakarta Pusat, Rabu (8/5).
Hari Buruh Foto: Bandung Kiwari
Dia menambahkan dengan penentuan hanya berdasarkan data BPS baik inflasi maupun pertumbuhan ekonomi, maka nantinya akan terjadi ketimpangan upah buruh atar daerah. Sebab, menurutnya aturan saat ini kenaikan upah dipukul rata baik di kota maupun daerah.
ADVERTISEMENT
“Ini harus diakomodir agar bisa mengacu di daerah. Di Bekasi dan DKI Jakarta Rp 4,1 juta dan Rp 3,9 juta, kesenjangan semakin tinggi,” sebutnya.
Oleh karena itu, dengan adanya dialog bipartit tadi maka setiap daerah akan memiliki tingkat pengupahan yang berbeda-beda dan dinilai lebih sesuai. Buruh dan pengusaha sama-sama diuntungkan.
“Ya gimana juga jangan sampai upah jadi investasi enggak datang. Kita kan pertumbuhan ekonomi masih di konsumsi,” jelasnya.