Urgensitas Pengawas dalam RUU Perlindungan Data Pribadi

Kristianto Naku
Saya Kristianto Naku (Penulis Daring dan Blogger). Saya menyelesaikan studi di Fakultas Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada tahun 2020, saya menyelesaikan studi Program Bakaloreat Fakultas Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Konten dari Pengguna
12 November 2021 8:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kristianto Naku tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP). Sumber: https://rri.co.id.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP). Sumber: https://rri.co.id.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Data pribadi adalah aset personal yang tak boleh serampangan dipublikasi. Akhir-akhir ini, bocoran data pribadi ke publik menjadi catatan serius yang perlu dikritisi bersama dalam kehidupan bernegara. Untuk itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) harus segera diselesaikan.
ADVERTISEMENT
Pada Selasa (9/11/2021), pertemuan wakil dari Pemerintahan dan Badan Legislasi (DPR) diantaranya Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus, pimpinan serta ketua kelompok fraksi Komisi I DPR RI bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate di Gedung Parlemen, Jakarta berupaya menemukan orientasi yang jelas terkait bentuk otoritas lembaga pengawas dalam RUU PDP (Kompas, 10/11/2021).
Terkait otoritas berwenang yang bertanggung jawab atas pengawasan data pribadi, drafting RUU memang masih perlu dikaji secara komprehensif. Dalam hal ini, pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk mengelola data pribadi masih menjadi catatan kritis penyelesaian RUU.
Komisi I DPR RI berharap, lembaga pengawas PDP harus independen dan tidak terafiliasi dengan kepentingan politik manapun. Hal ini digarisbawahi mengingat ada ketakutan di kemudian hari UU PDP tersebut tak memiliki kekuatan implementasi karena lemahnya unsur pengawasan.
ADVERTISEMENT
Ketika RUU PDP ini mulai dibahas dan proses redaksionalnya muncul ke publik, pemerintah dan DPR justru memiliki opsi yang berbeda terkait bentuk otoritas lembaga pengawas yang dimungkinkan.
Menurut pemerintah bentuk otoritas lembaga pengawas harus berada di bawah tanggung jawab Kementerian Komunikasi dan Informatika. Akan tetapi, menurut sebagian besar fraksi di Komisi I DPR, sistem pengawasan PDP sebaiknya diserahkan kepada lembaga independen.
Komisi I DPR berasumsi bahwa sistem pengawasan yang tidak independen justru akan potensial menimbulkan kecurangan dan upaya penyalahgunaan data pribadi seseorang.
Bisa saja, data-data pribadi digunakan oleh sekelompok orang atau lembaga tertentu untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Untuk itulah, RUU PDP harus mendapat kepastian penjabarannya dan mekanisme bentuk pengawasannya.
ADVERTISEMENT
Upaya penyempurnaan dan ketuk palu RUU PDP memang sangat urgent untuk saat ini. Di tengah kemajuan teknologi dan meningkatnya dirupsi di bidang ekonomi digital membuat RUU ini segera diselesaikan.
Ekonomi digital tentunya sangat rentan dengan alogaritma data pribadi. Kasus-kasus jual-beli data pribadi di ruang maya bahkan seringkali terjadi dan merusak privasi seseorang.
Data, untuk saat ini, memang menjadi modal berharga bagi pelaku usaha digital. Akan tetapi, apakah semua data pribadi seseorang boleh dengan bebas dipublikasi ke publik demi mengejar keuntungan bisnis?
Ketika kemendesakkan dan unsur-unsur privat tak lagi dikelola dengan baik di ruang berbasis teknologi, maka kehadiran payung hukum bisa memberi jaminan bagi setiap pribadi dalam memperjuangkan urgensitas data pribadinya.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Eslam) Wahyudi Djafar berharap bahwa pemerintah bisa bersikap lebih rasional dalam menanggapi tarik ulur terkait wujud lembaga otoritas pengawas PDP. Independensi harus tetap menjadi jalan keluar yang baik agar prioritas-prioritas yang diharapkan dalam RUU bisa dimplementasikan.