Ummu Sulaim (Rumaysha), Potret Perempuan Mulia Dunia Akhirat

Khairatunnisaa'
Mahasiswi STIBA Ar Raayah Sukabumi
Konten dari Pengguna
27 Maret 2021 7:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khairatunnisaa' tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ibu dan anak muslim. Foto: Dok. ebrahim/Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu dan anak muslim. Foto: Dok. ebrahim/Pixabay
ADVERTISEMENT
Pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hiduplah seorang shahabiyah dari kalangan Anshar bernama Rumaisha binti Milhan Radhiyallahu ‘anha, yang mendapat nama kuniyyah Ummu Sulaim, seorang permpuan mulia yang memiliki berbagai keutamaan dan memiliki garis keturunan yang suci dari kabilah Bani Adi bin Najjar. Beliau termasuk orang yang lebih dahulu masuk Islam dan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap Islam dan dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
ADVERTISEMENT
Suatu hari Ummu Sulaim Radhiyallahu ‘anha dipinang oleh saudara sepupunya, Malik bin an-Nadhr, pinangan tersebut diterima dan dilangsungkan pernikahan. Dari pernikahan ini, lahirlah seorang putra yang bernama Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu pada masa jahiliyah sebelum munculnya Islam dan dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ummu Sulaim Radhiyallahu ‘anha mendidik putranya, Anas bin Malik, dengan sangat baik. Ketika perempuan mulia ini menyambut islam, suaminya masih dalam keadaan kafir. Lalu suaminya bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah murtad dari agama nenek moyangmu?” Dia menjawab, “Aku tidak murtad, akan tetapi aku beriman kepada laki-laki ini (Muhammad).”
Selanjutnya, Ummu Sulaim Radhiyallahu ‘anha mulai mengajarkan anaknya, Anas, mengucapkan dua kalimat syahadat. Sang anak menirukan apa yang diajarkan ibunya, sehingga Malik marah dan melarangnya, “Jangan engkau rusak anakku!”
ADVERTISEMENT
“Aku tidak merusaknya!” tangkis Ummu Sulaim Radhiyallahu ‘anha.
Tak lama kemudian, Malik bin an-Nadhr tewas terbunuh di tangan musuhnya. Ummu Sulaim Radhiyallahu ‘anha menjadi single parent. Dia berkata, “Aku tidak akan menyapih Anas sampai dia berhenti menyusu, dan aku tidak akan menikah sampai Anas menyuruhku.”
Setelah dewasa, Anas lantas berdoa, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas kebaikan ibuku, sungguh beliau telah merawatku dengan baik.”
Tatkala Anas berusia sepuluh tahun, Ummu Sulaim menyerahkannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk menjadi pelayan dan murid beliau. Beliau berkata, “Wahai Rasulullah, semua laki-laki dan wanita kaum Anshar telah memberi anda sebuah pemberian, dan aku tak dapat memberi anda apa-apa selain anakku ini, terimalah dia dan jadikanlah dia sebagai pembantu anda.”
ADVERTISEMENT
Betapa mulianya pemberian itu, dan betapa agungnya perempuan mulia ini.
Anas di kemudian hari sangat dekat dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai-sampai beliau memanggil Anas dengan sebutan ‘anakku’. Anas juga dijuluki sebagai ‘khadim (pembantu) Rasulullah’. Dia mampu menyerap banyak ilmu dan meriwayatkan banyak hadits.
Suatu hari, datanglah Abu Thalhah, seorang laki-laki kafir ingin meminang Ummu Sulaim, ia menawarkan mahar yang sangat mahal demi bisa menikahi Ummu Sulaim, tetapi dia terkejut dan tidak sanggup berbicara tatkala perempuan mulia itu menolak lamarannya. Ummu Sulaim berseru kepadanya dengan bijak, “Aku tidak mungkin menikah dengan seorang laki-laki musyrik. Wahai Abu Thalhah, tidakkah engkau tahu bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang diukir oleh budak si Fulan dan seandainya dinyalakan api di dalamnya, pastilah mereka terbakar.”
ADVERTISEMENT
Ummu Sulaim binti Malhan dalam riwayat Ibnu Sa’d berkata, “Wahai Abu Thalhah, tidakkah engkau tahu bahwa Tuhanmu yang engkau sembah itu tiada lain hanyalah batang pohon yang tumbuh dari dalam tanah, yang diukir oleh budak si Fulan?”
Abu Thalhah menjawab, “Benar.”
Ummu Sulaim menyahut, “Tidakkah engkau merasa malu untuk menyembah kayu yang tumbuh dari dalam tanah yang dipahat oleh seorang budak si fulan? Bila kamu memeluk Islam, maka aku tak mengharapkan mahar selain keislamanmu.”
Abu Thalhah berkata, “Beri aku kesempatan untuk memikirkan masalah ini.”
Abu Thalhah pun pergi dan berpikir beberapa waktu. Tak lama kemudian dia kembali dan mengucapkan, “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.”
ADVERTISEMENT
Ummu Sulaim berkata, “Wahai Anas, nikahkanlah Abu Thalhah denganku!” Maka Anas pun menikahkan Abu Thalhah dengan ibunya.
Tsabit al-Bunani, seorang periwayat hadits, berkata, “ Kami tak pernah mendengar mahar yang lebih mulia dari mahar Ummu Sulaim, yaitu Islam.” Itulah mahar paling mulia yang tercatat dalam sejarah. Nilainya tak bisa dihitung dengan uang atau harta benda.
Ummu Sulaim Radhiyallahu ‘anha juga terkenal karena sifat sabar dan tabahnya dalam menghadapi musibah, serta taat dan suka menyenangkan hati suami, yaitu ketika anaknya dari hasil pernikahannya dengan Abu Thalhah menderita sakit lalu meninggal, kala itu Abu Thalhah berada di masjid. Ummu Sulaim Radhiyallahu ‘anha segera mempersiapkan pengurusan jenazahnya. Kisah ini diriwayatkan dalam sebuah hadits:
ADVERTISEMENT
“Dari Anas, ia berkata mengenai putera dari Abu Thalhah dari istrinya Ummu Sulaim. Ummu Sulaim berkata pada keluarganya, “Jangan beritahu Abu Thalhah tentang anaknya sampai aku yang memberitahukan padanya.” Diceritakan bahwa ketika Abu Thalhah pulang, istrinya Ummu Sulaim kemudian menawarkan padanya makan malam. Suaminya pun menyantap dan meminumnya. Kemudian Ummu Sulaim berdandan cantik yang belum pernah ia berdandan secantik itu. Suaminya pun berjima’ dengan Ummu Sulaim. Ketika Ummu Sulaim melihat suaminya telah puas dan telah menjima’ dirinya, ia pun berkata, “Bagaimana pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada salah satu keluarga, lalu mereka meminta pinjaman mereka lagi, apakah tidak dibolehkan untuk diambil?” Abu Thalhah menjawab, “Tidak.” Ummu Sulaim, “Bersabarlah dan berusaha raih pahala karena kematian puteramu.” Abu Thalhah lalu marah kemudian berkata, “Engkau biarkan aku tidak mengetahui hal itu hinggga aku berlumuran janabah, lalu engkau kabari tentang kematian anakku?” Abu Thalhah pun bergegas ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengabarkan apa yang terjadi pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mendo’akan, “Semoga Allah memberkahi kalian berdua dalam malam kalian itu.” Akhirnya, Ummu Sulaim pun hamil lagi.” (Hadis Riwayat Muslim)
ADVERTISEMENT
Kelak, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang men-tahnik bayi Ummu Sulaim dan memberinya nama ‘Abdullah. Setelah bayi ‘Abdullah tumbuh dewasa, akhirnya ‘Abdullah bin Abu Thalhah pun menikah dan meninggalkan keturunan yang saleh. Bahkan dari ‘Abdullah inilah lahir sembilan keturunan yang kesemuanya para penghafal Quran sebagaimana disebutkan dalam riwayat lainnya. mereka menjadi para ulama sebagaimana disebutkan Imam Nawawi rahimahullah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala maha mengetahui apa yang ada di hati perempuan yang salihah dan mulia ini, sehingga diberitakanlah kepadanya kabar gembira yang hanya diraih segelintir orang. Betapa bahagianya beliau ketika diberitakan kepada beliau kabar gembira tersebut!
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
دخلت الجنةَ ، فسَمِعْتُ خَشَفَةً بين يَدَيَّ ، فقلتُ : ما هذه الخَشَفَةُ ؟ فقِيلَ : الرميصاء بِنتُ مِلحَانَ
ADVERTISEMENT
“Aku masuk ke dalam surga, lalu aku mendengar derap langkah, lalu aku bertanya, “Derap langkah siapa ini?” Maka dikatakan, “Ar-Rumaysha’ binti Milhan.” (Hadits Riwayat Ahmad)
Sampai akhir hayatnya Ummu Sulaim Radhiyallahu ‘anha adalah orang yang konsisten dalam menyebarkan dakwah dan nilai-nilai keislaman. Pada tahun 16 H, perempuan yang mulia, Ummu Sulaim binti Milhan, meninggal dunia. Sementara menurut Az-Zirikli beliau wafat sekitar tahun 30 H.
Semoga kisah Ummu Sulaim Radhiyallahu ‘anha ini dapat memberikan pelajaran tentang pentingnya penanaman dan pengamalan akhlaqul karimah, pentingnya mendidik generasi, serta senantiasa berusaha untuk menjadi insan yang bermanfaat bagi Islam dan dakwah khususnya. Wallaahu a’lam.
*
Sumber: Dokumen pribadi
Mahasiswi Semester 4 Prodi Komunikasi Penyiaran Islam STIBA Ar Raayah Sukabumi
ADVERTISEMENT
Referensi :
Mahmud, Azhari Ahmad. 2007. Kisah Para Wanita Mulia. Jakarta: Darul Haq.
Thoriq, Abu Raiyan. 2012. Ayah Bunda Idola Kita. Dalam Majalah Karima, Desember. Jakarta.
https://bincangsyariah.com/khazanah/ummu-sulaim-ibunda-anas-bin-malik/, diakses pada Kamis, 25 Maret 2021 pukul 21.56