Pohon Beringin Angker di Kepri: Sinyal Ponsel Cuma Ada di Sini

Konten Media Partner
29 April 2019 10:07 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pokok kayu ara, pohon penghantar sinyal. Foto Kepripedia
zoom-in-whitePerbesar
Pokok kayu ara, pohon penghantar sinyal. Foto Kepripedia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salah satu desa di wilayah Kecamatan Lingga Utara, Kabupaten Lingga, tepatnya di Desa Sungai Besar, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, ada hal yang menarik ketika kita mengunjungi desa yang dikenal dengan proyek persawahan, di bumi Maritim Bunda Raja Ali Haji.
ADVERTISEMENT
Siang itu reporter kepripedia bersama dengan pemandu sedang melakukan peliputan di wilayah tersebut. Setibanya di Sungai Besar, tim kesulitan untuk mencari jaringan internet baik 3G maupun 4G, yang tersedia hanyalah jaringan telepon selular biasa, dan itu pun hanya di tempat-tempat tertentu.
Meski sudah memiliki tower BTS salah satu provider milik operator plat merah, namun jarak tower yang berkisar antara 5-6 kilometer tersebut belum mampu menjangkau jaringan internet sepenuhnya di wilayah tersebut.
Tim akhirnya menyambangi anak-anak yang kebetulan berada di desa tersebut, untuk mendapatkan lokasi sinyal atau jaringan internet terbaik. Tanpa basa basi, Syahdina salah satu siswa yang mengaku bersekolah di salah satu SMA di Pancur langsung mengarahkan ke pinggir jalan yang terdapat dua pohon beringin yang mereka sebut dengan 'pokok kayu ara'.
ADVERTISEMENT
"Di pokok itu bang ada sinyal agak bagus, ramai kawan-kawan dari Sungai Besar duduk main hp di situ," ungkap Syahdina, yang kebetulan berdomisili di situ kepada kepripedia, Minggu (28/4).
Mendengar hal unik itu, naluri jurnalis kami langsung bertanya kepada anak baru gede (ABG) tersebut. Menurutnya, banyak masyarakat setempat yang ingin mendapatkan jaringan internet. Bahkan para remaja setempat menjadikan pohon tersebut tempat nongkrong. Tak jarang mereka sampai memanjat pohon demi mendapatkan jaringan terbaik.
"Kalau di rumah susah bang, baru-baru ini saya manjat pokok (pohon -red)," ujar Syahdin sembari tertawa.
Pelajar salah satu SMA di Pancur ini juga menyebutkan, beberapa daerah sudah memiliki jaringan yang baik didirikan tiang pemancar, sedangkan desanya masih kerap disebut "fakir sinyal" ini belum diperhatikan.
ADVERTISEMENT
"Ada desa yang dekat Pancur itu, dapat sinyal, tapi dibangun. Padahal kami yang fakir sinyal ini belum ada tanda-tanda dibangun tower," lanjut Syahdina.
Pokok kayu ara. Foto Kepripedia
Pokok Kayu Ara Dikenal Mistis
Pokok kayu Ara merupakan pohon beringin besar yang dulunya dipercaya oleh masyarakat di Lingga sebagai pohon yang memiliki cerita mistis.
Wajar saja disebut pohon angker, pasalnya wujud pohon yang berusia ratusan tahun tersebut terlihat begitu rindang dan besar nan kokoh di atas bumi.
Orang-orang dahulu menganggap pohon tersebut dihuni oleh banyak makhluk halus. Sehingga orang tua dulu sering melarang anak-anaknya bermain di sekitar pohon rindang tersebut.
"Kalau takut sih pasti, tapi ramai-ramai jadi agak tak takut," ujar Syahdina.
Pokok kayu ara, pohon penghantar sinyal. Foto: Kepripedia
Reporter Kepripedia pun akhirnya menguji kekuatan signal tersebut, ternyata memang benar apa yang dikatakan oleh anak-anak remaja tersebut. Sinyal cukup lancar.
ADVERTISEMENT
Bahkan pada malam hari kondisi di sekitar pohon tersebut begitu gelap dan sunyi karena cukup jauh dari pemukiman dan penerangan lampu.
Meski tidak terdapat penerangan sedikit pun di lokasi tersebut, namun demi mendapatkan sinyal internet hal tersebut bukanlah sesuatu yang mengerikan bagi penduduk di wilayah tersebut.
Dua pohon beringin pengantar sinyal tersebut, benar-benar memiliki manfaat yang sangat bernilai bagi masyarakat setempat jika ingin berselancar dengan internet.
Uniknya lagi, jika meninggalkan pohon tersebut beberapa meter saja maka jaringan internet akan hilang dan tidak bisa kita dapatkan. Artinya kita hanya bisa menggunakan internet hanya di tengah-tengah antara dua pohon beringin tersebut.
Penulis: Hasrullah Editor: Wak JK