Mosi Tidak Percaya dan Lantunan Puisi untuk Demonstran yang Tewas

Konten Media Partner
16 Oktober 2019 12:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah seorang aktifis menyuarakan suaranya di acara pemutaran film dokumenter di sekretarian AJI Kendari. Foto: Riza Salman/kendarinesia.
zoom-in-whitePerbesar
Salah seorang aktifis menyuarakan suaranya di acara pemutaran film dokumenter di sekretarian AJI Kendari. Foto: Riza Salman/kendarinesia.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Selasa pagi, sekretariat Aliansi jurnalis Independen (AJI) Kendari sudah disesaki para pewarta. Mereka jurnalis yang tergabung di AJI Kendari, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Sulawesi Tenggara (Sultra).
ADVERTISEMENT
Puluhan jurnalis ini mempersiapan pemutaran film dokumenter Mosi Tidak Percaya part II, yang diunggah Watchdoc Documentary di channel YouTube.
Selain nonton bareng, panggung ekspresi juga disiapkan untuk para tamu undangan; mahasiswa, aktivis, LSM, sastrawan, budayawan, dan musisi.
Ketua AJI Ketua AJI Kendari Zainal Ishaq mengatakan, kegiatan yang diinisiasi AJI dan IJTI ini mengirimkan pesan perjuangan mahasiswa, pelajar, petani, dan masyarakat pada momen aksi tanggal 26 September 2019 lalu bahwa perjuangan belum usai.
Pihaknya juga sudah membuat panggung ekspresi sebagai ruang kepada mahasiswa, elemen pro demokrasi menyampaikan ide atau gagasan, pikiran, ekspresi menyangkut situasi demokrasi saat ini.
“Kita juga mengingatkan bahwa perjuangan kita tentang pembatalan RKUHP yang dianggap bermasalah dan semangat perjuangan belum selesai. Apa yang diperjuangkan Randi dan Yusuf harus kita terus suarakan,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Film dan Puisi
Pukul 19.00 Wita, pemutaran film dimulai. Film dengan judul Mosi Tidak Percaya part II itu merupakan dokumentasi aksi demonstrasi mahasiswa di nusantara yang menolak revisu UU KPK dan juga RKUHP.
Nurlailatul Qadrani saat membacakan puisi sambil membawa dua orang anaknya. Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
Bukan hanya menyuguhkan orasi mahasiswa, film dokumenter ini juga menyuguhkan ketegangan aparat kepolisian dan mahasiswa saat demo berlangsung.
Randi dan Yusup juga ada di film dokumenter itu. Dua mahasiswa Universitas Halu Oleo yang mati karena demonstrasi. Randi mati tertembak pada 26 September, dan Yusuf menghembuskan napas terakhir pada 27 September dengan luka retak di kepala.
Setelah pemutaran film selesai, satu persatu tamu undangan naik ke panggung ekspresi. Semua menuntut agar proses hukum lima demonstran yang tewas utamanya Randi dan Yusup bisa berjalan dengan cepat.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, sampai sekarang, belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan oleh pihak kepolisian atas insiden penembakan serta pengeroyokan yang terjadi.
Direktur Aliansi Perempuan (Alpen) Sultra Hasmida Karim salah satunya. Dia menilai proses hukum tewasnya dua mahasiswa di Kendari terkesan lamban. Apalagi, uji balistik yang dilakukan di Belanda diprediksi akan memakan waktu berbulan-bulan.
“Kasus ini membawa saya ke peristiwa tahun 2018 kasus penembakan pada Abdul Jalil. Pelakunya bebas dan mendapat tempat kerja yang baik di Polda Sultra. Ini membuktikan instansi negara belum mau berubah, apalagi berkenaan langsung dengan kepentingan elit pasti rakyat yang menjadi korban,” ujar Hamsida.
Rikar, musisi Kendari yang menyanyikan lagunya yang berjudul 5-9. Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
Malam itu, ada puluhan tamu undangan yang memilih menyampaikan aspirasi lewat puisi. Ada yang membacakan karya penyair ternama seperti Wiji Thukul dan WS Rendra, ada juga yang membacakan puisi karya sendiri.
ADVERTISEMENT
Nurlailatul Qadrani, salah satunya yang menarik perhatian penonton. Ibu dua anak ini membacakan dua puisi. Pertama Janji Seorang Demonstran untuk Kekasihnya karya Dahri Dahlan, dan Stop Press karya Aslan Abidin.
Salah satu yang menarik dari Ila, karena dia membacakan puisi sambil menggendong anaknya yang masih batita.
Pada intinya, semua yang tampil di panggung ekspresi menuntut pelaku pembunuhan demonstran, khususnya di Kendari secepatnya bisa terungkap.
Dari pantauan kendarinesia terkait kasus Randi, saat ini Propam tengah memeriksa enam anggota polisi yang masing-masing DK, perwira polisi, dan GM, MI, MA, H, serta I, berpangkat Bintara.
Lukman Budianto