Melihat Magisnya Upacara Pengerebongan di Kesiman, Denpasar

Konten Media Partner
8 Maret 2020 15:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah-satu warga mengalami kerauhan saat mengikuti upacara - KR14
zoom-in-whitePerbesar
Salah-satu warga mengalami kerauhan saat mengikuti upacara - KR14
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ribuan masyarakat Desa adat Kesiman, Denpasar melaksanakan upacara Pengerebongan Minggu (8/3). Penjor raksasa nan megah mewarnai gelaran upacara itu. Riuh sukacita berbalut nuansa magis begitu terasa pada acara ini ini.
ADVERTISEMENT
Upacara itu dilaksanakan setiap 210 hari sekali (6 bulan) pada Redite Pon (Minggu Pon dalam kalender Hindu) Wuku Medangsia. Bagi warga Kesiman dan sekitarnya, Pengerebongan ini mungkin sudah lumrah didengar atau disaksikan, namun bagi orang yang baru mengetahuinya bisa jadi terasa menyeramkan.
Saat kerauhan seseorang bisa melakukan Ngurek atau menusuk tubuh sendiri dengan keris - KR14
Betapa tidak, disini ada tradisi ngurek atau menusuk tubuh sendiri dengan keris saat orang kerauhan (kerasukan). Tidak satu dua orang, puluhan orang mengalami kerauhan. Ada yang berteriak histeris, menari, hingga menusukan diri dengan keris ataupun tombak. Sayangnya, pada upacara tahun ini, tradisi Ngurek tidak bisa dilaksanakan karena kondisi hujan yang sangat deras.
Barong pun ditampilkan dalam upacara ini - KR14
Salah seorang Pemuka adat Desa Kesiman, Jro Made Arya, mengatakan ngerebong juga berarti mengelilingi wantilan pura."Konsepnya bumi yang berputar pada porosnya, upacara ini dilakukan untuk memohon keselamatan dari segala musibah," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ia juga mengatakan upacara ini merupakan bagian dari Bhuta Yadnya atau upacara yang ditunjukan ke alam dan segala isinya. Tidak ada yang tahu persis, kapan Pengerebogan pertama kali dilaksanakan. Diyakini, ini merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang yang sudah begitu adanya.
Dikatakan olehnya, upacara Pengerebongan diawali dengan upacara Nyanjan dan Nuwur. Tujuan upacara ini untuk memohon kekuatan suci batara-batari agar turun. Biasanya pada prosesi ini banyak orang yang kerauhan."Biasanya orang yang dirasuki oleh bhatara adalah orang yang terpilih,"ujarnya.
Tokoh Puri Ageng Pemayun, Kesiman I Gusti Ngurah Gede (ujung kiri) bersama tokoh Puri Satri Cokorda Ratmadi (tengah) - IST
Para pengusung rangda dan pepatihnya setelah upacara Nyanjan dan Nuwur itu berada dalam keadaan kerauhan, dan kemudian keluar mengelilingi areal wantilan pura tersebut sebanyak tiga kali. "Setelah upacara selesai, semuanya akhirnya kembali ke areal utama pura,"pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Tokoh Puri Ageng Pemayun, Kesiman, I Gusti Ngurah Gede menyebut, acara ini selalu dipertahankan untuk melestarikan tradisi dan budaya Bali. "Kami juga menjaga kebersamaan warga yang hampir semuanya terlibat dalam acara ini," katanya yang juga adalah Ketua DPRD Denpasar. (kanalbali/KR14)