Formula E Jakarta, Acara Global untuk Rekonsiliasi Politik Nasional

Julian Savero Putra Soediro
Tenaga Ahli di Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Pembelajar, penulis, dan peneliti.
Konten dari Pengguna
7 Juni 2022 16:12 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Julian Savero Putra Soediro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pejabat Negara dan Elit Politik menghadiri perhelatan Jakarta ePrix. Foto: Instagram/@aniesbaswedan
zoom-in-whitePerbesar
Pejabat Negara dan Elit Politik menghadiri perhelatan Jakarta ePrix. Foto: Instagram/@aniesbaswedan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setelah ramai menjadi perbincangan oleh para politisi, selebriti, hingga publik secara umum, ajang Formula E akhirnya berhasil digelar dengan sempurna. Penyertaan istilah ‘sempurna’ tidak dirasa berlebihan.
ADVERTISEMENT
Karena kita bisa melihat banyaknya pujian yang disampaikan dari suksesnya Formula E. Pujian itu disampaikan mulai dari para racer Formula E, hingga ‘Presiden’ dari Formula E itu sendiri yaitu Chief Championship Officer sekaligus Co-Founder Formula E, Alberto Longo.
Tidak hanya pihak yang terlibat serta sadar akan pentingnya pelaksanaan ajang tahunan kali ini yang terkesima, namun mereka pun yang terlihat berlawanan untuk dilaksanakannya Formula E di Jakarta pun turut bangga.
Kita bisa melihat berbagai elite politik nasional mulai dari Presiden Joko Widodo, Ketua DPR RI Puan Maharani, hingga beberapa Ketua Umum Partai Politik hadir menunjukkan dukungannya dan menyukseskan perhelatan tahunan ini.
Adu logika, adu pendapat, hingga adu data yang disampaikan oleh para politisi dan para pendukungnya seputar Formula E sering kali terlihat di media. Publik disuguhkan oleh drama berskala kecil hingga besar dari upaya baik untuk mendukung hingga menjatuhkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dengan target utama yaitu Anies Baswedan di dalamnya. Menambah Kemajuan Indonesia Sekilas mengenai perhelatan Formula E. Berawal dari sebuah ide besar yaitu untuk membumikan penggunaan kendaraan listrik ke masyarakat global, akhirnya pada tahun 2014 teknologi mobil balap bertenaga listrik resmi diperkenalkan menjadi sebuah kompetisi dan memulai debutnya di Beijing, Tiongkok. Ada hal yang menarik. Ide untuk mengadakan balapan dengan mobil bertenaga listrik mulanya dicetuskan di Paris, Prancis. Namun, Beijing, Tiongkok terpilih menjadi kali pertama ide besar itu terimplementasi dengan konkret. Hal yang saya coba garisbawahi adalah, akselerasi teknologi sejatinya mulai bergeser dari Eropa Barat ke Asia Timur. Dan kini dengan terlibatnya Indonesia, kita hanya tinggal menantikan waktu gempuran teknologi serba canggih yang akan menyusul ke bumi pertiwi. Indonesia sudah naik level. Inilah ungkapan yang harus kita utamakan dibandingkan runtutan drama yang terjadi di balik suksesnya Jakarta ePrix. Sirkuit Mandalika sudah lebih dahulu berhasil sebagai lokasi perhelatan Superbike dan MotoGP. Kemudian berhasilnya Formula E Jakarta menambah goresan tinta emas bagi Indonesia dalam citra global yang positif. Menerka 2024 dari Formula E Seperti yang disinggung di awal, kesuksesan ini melewati serangkaian drama politik. Ajang Formula E selalu menjadi medan perang strategis untuk melancarkan berbagai retorika bermotif politik. Acara ini juga selalu dikaitkan sebagai upaya dari Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan untuk mendongkrak pamornya menjelang tahun 2024 nanti. Jika kita kaitkan dengan 2024, pendapat para politisi serta pendukungnya terpecah menjadi dua. Luar biasa, Formula E seolah menjadi miniatur tahun 2024 saat para politisi akan terpecah menjadi kubu-kubu tertentu. Kita bisa melihat bahwa para politisi yang memuji dan mendukung Formula E di berbagai media adalah mereka yang setidaknya sudah satu visi dengan Anies untuk tahun 2024 mendatang. Sedangkan para politisi yang menyinggung, mencela, hingga berusaha menjatuhkan Formula E adalah mereka yang berbeda pandangan dengan Anies Baswedan di 2024. Pujian Global untuk Kedamaian Nasional Indonesia, khususnya DKI Jakarta sudah banyak dipuji oleh berbagai pihak karena kesuksesannya menyelenggarakan Formula E. Anak bangsa sudah membuktikan diri bahwa terbatasnya waktu bukanlah rintangan untuk mewujudkan mimpi yang besar, yaitu membawa reputasi Indonesia yang lebih tinggi ke kancah global. Ibarat drama politik sebagai api yang terus berkobar sepanjang tahun ini, pujian yang disampaikan oleh berbagai pihak adalah air penyejuk drama panas kali ini. Kita harus mengakui, para aktor politik pun sejatinya sudah mulai membukakan pintu untuk ‘rekonsiliasi’ dari drama Formula E. Mereka yang mulanya berada di pihak berseberangan kini turut hadir menyaksikan ajang global yang diadakan di Jakarta ini. Tidak tanggung, beberapa elite politik mulai dari Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Perindo Harry Tanoesoedibjo turut menghadirinya. Selain para elite partai, beberapa pejabat negara juga semringah menikmati Jakarta ePrix. Beberapa Menteri seperti Menpora Zainudin Amali, Menkes Budi G. Sadikin, Menteri Parekraf Sandiaga Uno, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Agrairia dan Tata Ruang Sofya Djalil dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia terlihat menghadiri ajang ini. Hadirnya para ketua umum Partai Politik, dan deretan pejabat negara ini seharusnya bisa menjadi momentum dan sinyal keras bahwa persatuan dan kesatuan bangsa adalah hal utama di atas kepentingan lain. Meskipun memiliki visi maupun pandangan yang berbeda secara politis, mereka bisa menyampingkan perbedaan itu dan lebih menegaskan kesamaan tujuan sebagai anak bangsa yang ingin memajukan negaranya. Sindiran Elite untuk Publik Deretan pejabat yang hadir di Formula E sudah mentransformasikan Jakarta ePrix sebagai panggung rekonsiliasi. Terlepas apakah motif berkumpulnya para elite politik ini hanyalah gimmick, sandiwara, atau sekadar hiburan, kita boleh menafsirkan bahwa mereka sudah tuntas dan lelah jika harus terus berkonflik melalui media di hadapan publik. Sekilas para elite terlihat sudah adem ayem, namun penyakit yang sama dalam politik Indonesia sepertinya belum terselesaikan. Konflik di grass-root justru masih memanas dan tak kunjung padam. Tiap-tiap pendukung yang beda kubu terlihat masih saling menyindir, menyerang di media sosial dan menggunakan Formula E sebagai senjatanya. Bahkan saat ajang Formula E sudah dianggap sukses, masih tersebar informasi menyesatkan seputar Formula E yang menyerang pihak tertentu. Mirisnya, perang di keyboard ternyata tidak hanya dilakukan oleh para pendukung, bahkan segelintir politisi terlihat masih menyindir Formula E yang notabenenya sudah mendapatkan persetujuan dari Presiden sebagai ajang yang memang benar-benar sukses. Elite sudah menuju atau bahkan sebenarnya sudah berekonsiliasi. Tapi nyatanya ini tidak cukup, dan semangat positif ini harus terus disebarkan oleh para elite politik kita. Upaya-upaya kecil dari grass-root yang tertuju ke grass-root nyatanya tidak cukup. Peran elite sangatlah sentral, dan di sinilah peran dari elite politik yang harus semakin terlihat. Yaitu untuk membuat para pendukung, pengikut, dan grass-root benar-benar terekonsiliasi dengan baik. Pesta demokrasi 2024 memang sebentar lagi dan tidak dapat diganggu gugat. Namun, kesatuan nasional dan kedamaian di ranah publik adalah hal utama memang harga mati dan lebih tidak dapat diganggu gugat.
ADVERTISEMENT