Jejak Ketangguhan Indonesia di Tiga Benua

Iqbal Mohammad Amrullah
Diplomat Kementerian Luar Negeri RI - Peserta Sesdilu 72 - Bapak beranak 3
Konten dari Pengguna
22 Mei 2022 9:13 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Iqbal Mohammad Amrullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masih ingat lagu saat kecil berjudul nenek moyangku? baris lirik lagu tersebut bercerita tentang betapa tangguhnya orang Indonesia di masa dahulu untuk mengarungi lautan. Saking tangguhnya, menghadapi tantangan badai dianggap sesuatu yang biasa.
ADVERTISEMENT
Ternyata ketangguhan karakter ini secara turun temurun diwariskan kepada generasi berikutnya. Bahkan, ketangguhan bangsa Indonesia di masa ini tidak hanya di lautan, tetapi juga hingga di seberang daratan. Menjadi asing di negeri lain tidak melunturkan kukuhnya semangat bangsa kita untuk terus maju. Sampai-sampai di tengah amukan badai pandemi, diaspora Indonesia di berbagai benua tidak hanya tetap berdiri, namun bahkan ada yang menuai prestasi.
Sekelumit kisah inspiratif tentang hebatnya Indonesia di Asia, Afrika dan Eropa dihadirkan oleh para teladan ini.

Ladang Sawit Sabah adalah Sekolahku

Siswa siswi Indonesia bersekolah di Community Learning Center (CLC) (Sumber: Dokumentasi CLC Baiduri Ayu, Lahad Datu, Malaysia)
Sekolah online di masa pandemi merupakan tantangan yang sangat besar bagi siswa siswi Indonesia yang tinggal di tengah ladang sawit di Sabah, Malaysia. Banyak siswa yang tidak memiliki smartphone. Padahal hampir seluruh operasional pengajaran dilakukan secara digital. Alhasil, guru-lah yang harus berperan lebih. Mereka harus mengirimkan materi dan tugas sekolah versi cetak ke rumah para pelajar. Tentu ini sangat memakan waktu dan energi mereka. Adapun pelajar yang memiliki smartphone juga bukan tidak menghadapi masalah. Seringkali mereka harus naik ke atas bukit untuk mendapatkan sinyal yang stabil. Bagaimana jika hujan? Bagaimana jika tugas telat dikirimkan karena sinyal tidak juga stabil?
ADVERTISEMENT
Berbagai tantangan tersebut tidak sedikitpun mengurangi semangat para guru dan siwa untuk tetap melanjutkan pembelajaran. Sebaliknya, mereka justru semakin bersemangat. Karena mereka meyakini bahwa sesulit apapun, belajar adalah sesuatu yang harus dilakukan. Bagi para murid yang tinggal di tengah ladang, sekolah adalah jendela mereka untuk menatap masa depan. Dan jendela itu harus tetap terbuka apapun kondisinya.
Syukurlah kini pandemi sudah mulai mereda. Setelah menjalani pembelajaran online selama berbulan-bulan, kini sekolah di Sabah sudah menerapkan pembelajaran tatap muka. Para guru dan siswa sangat bersemangat untuk mengisi kembali ruang sekolah. Kepatuhan terhadap protokol kesehatan yang ketat tidak meredupkan kembalinya nada tawa riang mereka. (VD)

Organisasi sebagai Simpul Kekuatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Hong Kong

Aktivitas salah satu organisasi PMI di Hong Kong (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Setidaknya terdapat sekitar 150 ribu WNI yang tinggal di Hong Kong, hampir 90% diantaranya merupakan Pekerja Migran sektor domestik. Didorong iklim demokrasi Hong Kong yang relatif terbuka, sejumlah besar rekan-rekan PMI aktif beraktivitas dalam ragam organisasi. KJRI Hong Kong mencatat setidaknya terdapat 300 perkumpulan PMI dengan latar belakang berbeda, baik hobi, daerah asal, keagamaan, pendidikan, hingga pilihan politik. Organisasi menjadi ruang bagi mereka untuk bersilaturahmi, menyalurkan hak politik, hingga untuk saling memberdayakan.
ADVERTISEMENT
Kemunculan pandemi memberikan dampak yang sangat signifikan bagi PMI dalam berorganisasi. Mereka sudah tidak mungkin lagi untuk melakukan berbagai jenis kegiatan sebagaimana biasanya diselenggarakan. Bahkan untuk sekedar berkumpul untuk bertukar cerita dengan teman di Victoria Park pun juga sudah tidak mungkin dilakukan.
Namun rupanya mereka tetap kreatif dan mencari ide. Beruntungnya, mayoritas PMI di Hong Kong melek teknologi. Jadi bukan hal yg sulit bagi mereka untuk bisa menggunakan berbagai aplikasi interaksi digital.
Contohnya, ada organisasi PMI yang menyelenggarakan perlombaan karaoke dan tari secara daring dengan cara meminta peserta mengirimkan video rekaman. Kemudian perkumpulan lain yang bergerak di bidang kesehatan, masih secara aktif mengadakan sosialisasi online serta sesekali melakukan pendampingan bagi WNI yang memerlukan pemeriksaan di RS Hong Kong. Di bidang pendidikan, para PMI yang tengah menempuh kuliah di Universitas Terbuka sangat rajin menyelenggarakan seminar. Mereka bahkan mampu menghadirkan narasumber yang kompeten di bidangnya. Cakupan materi yang diangkat pun sangat beragam.
ADVERTISEMENT
Syukurlah, memasuki bulan Mei tahun ini, Pemerintah Hong Kong telah melonggarkan kebijakan pembatasan sosial. PMI sudah mulai bisa berkumpul dan berkegiatan di Victoria Park meski belum bisa seramai dahulu. Mudah-mudahan keadaan di Hong Kong semakin baik, sehingga beragam organisasi tersebut dapat kembali berkontribusi secara optimal untuk saling membantu antar sesama WNI di perantauan. (VL)

Gemilang Mba Pur di Tengah Memudarnya Kilau Makau

Ilustrasi Makau sebelum pandemi (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Bagi kebanyakan orang Indonesia, nama Mba Pur mungkin terdengar banal di telinga karena terkesan “pasaran”. Akan tetapi bagi WNI di Makau, nama tersebut mungkin memiliki kesan tersendiri. Sebab sosok perempuan berjilbab pemilik nama lengkap Purwanti tersebut sehari-harinya bekerja sebagai pegawai di kantor penghubung KJRI Hong Kong di Makau. Bagian dari tugas kantor ini adalah melayani sekitar 4.800 WNI yang 70%-nya merupakan PMI di sektor rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Di atas kertas, kantor tersebut hanya beroperasi 5 hari sepekan selain Senin dan Jumat. Namun secara riil, jam kerja Mba Pur tidak sebatas nama hari. Di luar layanan paspor, Mba Pur turut memberikan bantuan dalam banyak hal, mulai dari mengantar para PMI mengurus visa kerja, mengunjungi WNI di penjara, hingga menutup peti dan mengurus kepulangan jenazah WNI yang meninggal di Makau.
Kesibukan Mba Pur semakin padat ketika pagebluk Covid-19 turut mengancam Makau. Sejak Maret 2020, Pemerintah Makau konsisten menerapkan larangan masuk bagi seluruh orang yang bukan penduduk. Kehiruk-pikukan dan kilau Makau seolah berangsur-angsur memudar akibat ketiadaan turis asing untuk menggerakan roda perekonomian.
Larangan tersebut juga memaksa KJRI Hong Kong untuk menghentikan penugasan sejumlah staf untuk turut melayani WNI di Makau yang sedianya meringankan tugas Mba Pur. Alhasil, sudah hampir 3 tahun ini Mba Pur harus merelakan cutinya tidak bisa digunakan, baik untuk sekadar berekreasi di Makau maupun mudik untuk menemui suami dan keluarganya di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kendati begitu, Mba Pur tetap berbesar hati dan tulus untuk menjalani tugasnya demi membantu WNI yang membutuhkan. “Meskipun kerjanya bisa 24 jam…Pulang dari kantor masih harus beli belanjaan untuk anak-anak di shelter, masakin dan mandiin mereka yang sakit. Tapi tuh ada rasa seneng tersendiri dan rasa bahagia kalau kita tuh bisa bantu”, demikian pungkasnya. (FK)

Mi Instan Indonesia Tetap Berjaya Menghadapi Pandemi di Afrika Selatan

Penjualan Indomie di salah satu pasar swalayan di Afrika Selatan (Sumber: Dokumentasi Widyawan Pradhana, Indomie Regional Manager for South Africa)
Kali ini ketangguhan Indonesia di luar negeri ditampilkan melalui salah satu produk jagoannya, Indomie. Yang rebus atau goreng yaaa..?
Selain bagi masyarakat Indonesia, ternyata Indomie juga menjadi primadona di negeri orang, salah satunya Afrika Selatan. Dari sejarahnya, Indomie telah berhasil masuk ke Afrika Selatan sejak tahun 2001. Ketibaan Indomie di ujung benua Afrika ini diinisiasi melalui berbagai pameran dagang dan makanan.
ADVERTISEMENT
Komunitas Cape Malay yang berada di kota Cape Town, salah satu kota terbesar di Afrika Selatan, menyumbang penjualan produk Indomie yang terbesar di Afrika Selatan. Dan rupanya, Indomie Goreng Pedas merupakan varian yang paling populer di kalangan masyarakat Afrika Selatan.
Tingginya penjualan Indomie di Afrika Selatan bahkan dapat bertahan dan semakin meningkat di masa pandemi. Adanya pemberlakukan lockdown dan meningkatnya kebutuhan masyarakat setempat terhadap alternatif makanan yang berkualitas baik dengan harga terjangkau, menjadi faktor pendorong peningkatan penjualan tersebut.
Namun di sisi lain, pandemi juga sempat menghadirkan tantangan bagi penjualan Indomie di Afrika Selatan. Melonjaknya biaya logistik serta waktu pengiriman yang lebih lama dari Indonesia ke Afrika Selatan (dari semula 4 minggu menjadi 3 bulan), mengganggu alur pasok distribusi. Syukurlah, hambatan tersebut dapat diatasi dengan strategi berupa penguatan ketersediaan produk, dan memperluas distribusi dengan merekrut sub-distributor di beberapa area untuk mempermudah pengiriman Indomie ke berbagai wilayah di Afrika Selatan.
ADVERTISEMENT
Strategi tersebut tidak hanya berhasil mengatasi tantangan akibat pandemi, namun juga meningkatkan kepopuleran Indomie di Afrika Selatan. Menurut penuturan Widyawan Pradhana, Regional Manager for South Africa, pengiriman Indomie dari Indonesia ke Afrika Selatan kini telah mencapai sekitar 25 kontainer per bulannya. (DA)

Bidik Kamera Aris Melambungkan Nama Indonesia di Belgia

Salah satu hasil karya Aris mengenai Hallerbos forest Belgia (Sumber: We Love Brussels, foto oleh Aris Setya)
Perjalanan Aris di Benua Biru dimulai pada tahun 2016. Pemilik nama lengkap Aris Setya tersebut memulai petualangan di Eropa dengan motivasi untuk mengembangkan kefasihannya berbicara Prancis, mengasah keterampilannya lebih dalam di hobi fotografi, dan berharap untuk bertemu dengan idolanya yang bermukim di negeri baguette, yaitu Anggun C. Sasmi. Siapa sangka, justru kemudian hobi memotret Aris menempatkannya sebagai fotografer handal di Belgia, bahkan di Eropa, serta secara tidak langsung melambungkan nama Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di tahun 2018, pria yang tinggal di Belgia tersebut terpilih sebagai Huawei Ambassador untuk masa kerja hingga tahun 2020. Dirinya menyisihkan seluruh kontestan lainnya yang berkebangsaan Belgia. Saat dirinya terpilih, sempat terdengar celetuk protes dari kontestan lain yang mempertanyakan mengapa justru yang mewakili Belgia adalah sosok berkewarganegaraan lain. Huawei menunjuk Aris sebagai seorang Ambassador karena hasil karyanya dinilai memiliki kualitas tinggi dan dapat merepresentasikan brand image yang ingin dibentuk oleh Huawei.
Di masa pandemi, Aris terus membuktikan kemahirannya dalam fotografi. Tantangan restriksi sosial dari pandemi yang membatasi pergerakan orang di Belgia malah memantik kreativitas baru. Pada saat pemerintah setempat memberikan kelonggaran, Aris memanfaatkan kesempatan dengan memotret lengangnya kota Brussel. Hasil-hasil fotonya kemudian malah diburu karena dianggap berhasil menampilkan perspektif lain dari ibu kota Uni Eropa tersebut. Namun saat harus berada di rumah, Aris menghabiskan waktu dengan memotret aneka masakan Indonesia yang dibuatnya, yang kemudian ternyata laku juga untuk dijual di salah satu situs jual beli foto.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan penghapusan kebijakan sosial di Eropa, Aris semakin banyak menghasilkan karya fotografi yang beberapa diantaranya dipajang di akun instagram pribadinya @aris.setya. Karya-karyanya banyak digunakan oleh berbagai media Eropa untuk promosi destinasi wisata di beberapa negara di Benua Biru. Di Belgia sendiri, Aris masuk sebagai urutan nomor 1 dalam daftar akun instagram yang perlu diikuti oleh warganet.
Rupanya, di tangan anak Indonesia keindahan bentang alam Eropa menjadi tampak lebih menarik. (IQ)
Ragam cerita tersebut menunjukkan bahwa pandemi memang menghadirkan tantangan bagi kita semua, tidak peduli dimana, siapa, atau dalam peran apapun kita. Namun satu yang pasti, kita harus yakin bahwa karakter tangguh bangsa Indonesia selalu dapat menempatkan kita untuk menghadapi tantangan apapun. Bahkan, tidak hanya untuk bertahan, tetapi juga untuk berkembang dan berkarya dengan lebih baik lagi… atas nama Indonesia.
ADVERTISEMENT