Budaya Pacoa Jara, Ada Joki Cilik di Arena Pacuan Kuda Dompu

Konten Media Partner
29 Maret 2019 18:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Joki Cilik di Pacuan Kuda Desa Lepadi. Foto: Ikhsan Hanif
zoom-in-whitePerbesar
Joki Cilik di Pacuan Kuda Desa Lepadi. Foto: Ikhsan Hanif
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Info Dompu - Berkuda bukan cabang olahraga yang popular bagi masyarakat Dompu. Tapi perihal kuda tentu menjadi satu kesatuan yang tak bisa terpisahkan dengan kebudayaan masyarakat di kepulauan Sumbawa, khususnya di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB).
ADVERTISEMENT
Ada beragam kebudayaan masyarakat Dompu yang tidak bisa terlepas dari kuda, salah satunya pacuan kuda. Pacuan kuda di Dompu justru sering diadakan dibanding dengan budaya lainnya. Pacuan kuda dalam bahasa Dompu “Pacoa Jara”, kegiatan ini semakin marak dilakukan apalagi jelang Festival Pesona Tambora (FPT) 2019 di bulan April nanti.
Kegiatan budaya Pacoa Jara memang biasanya dilaksanakan pada hari besar seperti Hari Jadi Kabupaten Dompu yang dirangkaikan dengan acara FPT. Kegiatan Pacoa Jara pun rutin dilakukan pada setiap akhir pekan. Di hari Minggu sering diadakan trene jara atau latihan rutin untuk meningkatkan skill dan endurance bagi kuda-kuda pacuan maupun jokinya.
Budaya Pacoa Jara di Dompu didukung dengan beberapa tempat yang dijadikan arena pacuan, salah satu yang paling sering digunakan yaitu di Desa Lepadi, Kecamatan Pajo. Arena pacuan ini diberi nama “Lemba Kara” karena terinspirasi dengan wilayah Lepadi yang penuh dengan pohon kara atau tumbuhan berduri tajam yang dulu tumbuh hampir di seluruh wilayah ini.
Palang nama arean pacuan kuda Dompu. Foto: Syatrdiadin Yosan/Info Dompu
Pacuan kuda di Dompu memiliki keunikan karena menggunakan joki cilik. Jika kita melihat lomba pacuan kuda di Televisi, terlihat orang dewasa sebagai penunggangnya. Berbeda dengan di Dompu, dimana penunggangnya adalah anak-anak berusia 5 sampai 11 tahun.
ADVERTISEMENT
Keberanian anak-anak dalam mengendalikan kuda bisa diacungi jempol. Anak-anak ini harus melakukan latihan rutin hari Minggu untuk meningkatkan kemampuannya dalam mempelajari teknik Pacoa Jara. Sedangkan sebelum bertanding resmi harus dilakukan ritual adat khusus. Para joki akan terlebih dimandikan dengan berbagai macam ramuan untuk menghilangkan rasa takutnya. Juga diberikan do’a khusus untuk keselamatan mereka di arena pacuan. Orang yang memimpin ritual ini biasa dipanggil “Tua” oleh para joki, yang artinya kakek atau orang yang dituakan.
Joki cilik sudah dikenal sejak dulu. Hingga kini budaya Pacoa Jara menggunakan joki cilik atau joki anak masih terus dilakukan untuk merawat budaya.
“Terpenting adalah melestarikan budaya asli nusantara supaya kekayaan budaya ini tetap terjaga dengan baik,” ucap Ahmad (80) sesepuh yang sudah dikenal di arena pacuan kuda Lembah Kara (28/3).
ADVERTISEMENT
-
Penulis: Syatriadin Yosan