Kerusuhan Demo Mahasiswa Tolak Omnibus Law, Bukan Cerminan Mahasiswa

Ikhsan Shofa
Wartawan Pendem Tv Mahasiswa Antropologi
Konten dari Pengguna
3 November 2020 5:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ikhsan Shofa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
suryamalang.tribunnews.com
zoom-in-whitePerbesar
suryamalang.tribunnews.com
ADVERTISEMENT
Demonstrasi yang baru saja terjadi di tanah air kembali menuai perbincangan pemerintah dan jajarannya. Demo yang ditujukan perihal Omnibus Law RUU Cipta Kerja di berbagai daerah menuai kerusuhan, terutama di kota-kota besar dan Ibu Kota. Bentrok yang terjadi antara apartur keamanan negara seperti TNI dan Polri tidak dapat menghentikan langkah demonstran yang ricuh dan anarki hingga disemprotkannya gas air mata dan water canon ke arah pendemo. Sebenarnya apa yang terjadi hingga demo mahasiswa dan sejumlah kalangan ini menuai kericuhan dan tidak kondusif?, penjelasan lebih lengkap akan saya bahas dibagian bawah setelah ini.
ADVERTISEMENT
Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja yang disahkan dalam sidang bersama presiden beserta jajarannya menuai banyak sekali kritik dari masyarakat khususnya mahasiswa. Bahkan saat berjalannya sidang, beberapa fraksi partai politik ada yang tidak mendukung disahkannya RUU Cipta Kerja ini dan karena kalah suara maka pembelaan tidak bisa dipertimbangkan. Lantas apa saja poin-poin RUU Cipta Kerja yang membuat semua elemen masyarakat termasuk mahasiswa rela turun ke jalan alih-alih menegakkan keadilan bagi masyarakat, namun berujung pada kerusuhan di berbagai tempat.
RUU Cipta Kerja ini menyoroti bidang ketenaga kerjaan di Indonesia terutama pekerja buruh, berikut adalah poin-poin yang dianggap menyengsarakan buruh atau pekerja dari sumber KSPI :
1. Upah didasarkan per satuan waktu, dan membuka ruang adanya upah per jam. Ketika upah per jam dijalankan, maka upah minimum akan dihapuskan.
ADVERTISEMENT
2. Upah minimum kota dihapus dan diganti upah minimum per satuan waktu.
3. Sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah dibawah upah minimum dihilangkan.
4. Tidak ada denda bagi pengusaha yang telat membayar upah.
5. Pesangon bagi pekerja yang di PHK ditiadakan.
6. Pekerja yang mengundurkan diri tidak mendapat pesangon.
7. Pekerja yang di PHK karena perubahan status, perusahaan bangkrut atau pailit, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan tidak diberikan pesangon.
8. Pekerja yang meninggal dunia, pesangon tidak diberikan kepada ahli warisnya.
9. Pekerja yang di PHK karena masuk usia pensiun atau sakit berkepanjangan dan cacat tidak mendapat uang pesangon.
10. Membebaskan kerja kontrak bagi semua jenis pekerjaan.
11. Outsourcing bebas dilakukan dan tidak ada batas waktu.
ADVERTISEMENT
Dari poin-poin ini mungkin hanya beberapa saja, karena beredar kabar masalah TKA yang bekerja di Indonesia tidak wajib memahami budaya Indonesia dan pandai berbahasa indonesia. selain itu keringanan cuit haid, hamil dan pasca melahirkan dihapuskan. Melihat beberapa poin yang terkesan tidak memanusiakan manusia dan sama sekali menjadikan pekerja buruh layaknya budak. Seharusnya pekerja yang disejaterahkan hidupnya, namun munculnya RUU ini menjadi sangat tidak manusiawi. Itu lah sebabnya demo mahasiswa mendesak sejumlah DPRD disejumlah wilayah untuk membatalkan rencana RUU tersebut.
Sangat disayangkan sekali ketika demo berlangsung kondisi di lapangan tidak sesuai dengan ekspektasi tim keamanan, semakin lama desak-desakan antara mahasiswa dan polisi semakin menjadi-jadi. Massa yang berkumpul sangat banyak dan juga terjadi aksi dorong-dorongan membuat polisi dan tim lainnya kewalahan dalam menertibkan demonstrasi ini, alhasil polisi memberi peringatan dengan menyemprotkan gas air mata dan water canon ke arah mahasiswa. Tidak sampai disitu, kerusuhan mulai terjadi saat pendemo mulai merusak fasilitas umum yang ada disekitarnya. Fasilitas umum di beberapa daerah yang dirusak sejumlah pendemo antara lain Halte Transjakarta, stasiun MRT, pembatas jalan, pos polisi, gedung DPRD dan bengunan sipil yang dirusah bahkan beberapa dari fasilitas tersebut dibakar.
ADVERTISEMENT
Melihat kejadian ini, banyak kalangan masyarakat yang geram oleh aksi demo yang tidak kondusif ini. Mahasiswa sebagai penerus bangsa bukan malah melindungi fasilitas yang ada malah merusaknya, apakah ini cerminan mahasiswa sebagai orang terpelajar ketika maksud dan tujuannya tidak didengar pemerintah?. Tentu hal itu masih menjadi kontroversi, petugas polisi dan jajaran lainnya menyelidiki kasus ini dan berasumsi bahwa aksi ini diduga oleh oknum anarko. Oknum ini bukan dari kalangan mahasiswa, mereka merusak fasilitas tersebut alih-alih menyamar sebagai mahasiswa. Bahkan di Surabaya, Wali Kota Surabaya Tri Risma Harini ikut turun ke jalan saat pembubaran demonstran dan merasa kecewa karena ada beberapa orang dari luar kota Surabaya yang bersikap anarkis dengan merusak fasilitas umum di sekitar area demo. Hal ini perlu diselidiki karena ini juga menentukan citra mahasiswa dikalangan masyarakat bahkan bisa sampai ke berita dunia, segala sesuatu harus dipertanggung jawabkan semestinya baik itu mahasiswa yang melakukan atau oknum anarko yang mengambil kesempatan. Dari sini kita sebagai mahasiswa bisa mengambil banyak pembelajaran untuk mengontrol sikap dan mampu memberikan perlindungan terhadap sesama, bukan sebagai provokator yang memantik api sesama untuk membakar satu pihak.
ADVERTISEMENT