Kisah Wak Tadak, Pria Tertua di Kota Singkawang

Konten Media Partner
10 Agustus 2021 11:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wak Tadak di atas duduk di atas tempat tidur di rumahnya. Foto: Try Saskya/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Wak Tadak di atas duduk di atas tempat tidur di rumahnya. Foto: Try Saskya/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hi!Pontianak - Tak banyak orang di Indonesia yang memiliki usia yang panjang, hingga 100 tahun. Djaelani atau yang di kampungnya akrab disapa Wak Tadak, adalah salah satunya. Ia disebut telah berusia 101 tahun.
ADVERTISEMENT
Ia merupakan warga kelurahan Semelagi Hulu, Singkawang, Kalimantan Barat. Pak Tadak tinggal di sebuah rumah yang berada dalam kebun. Ia hidup sebatang kara, di rumah yang tak teraliri listrik dan air bersih.
Ia mengaku sudah 5 kali menikah, dan dikaruniai 6 anak. Namun kelima istrinya kini telah meninggal dunia. Begitu pula dua anaknya, telah wafat.
Karena itu, Pak Tadak kini tinggal seorang diri, setelah empat anaknya memilih untuk hidup terpisah.
Kondisi rumah Wak Tadak di Semelangi Hulu. Foto: Try Saskya/Hi!Pontianak
Untuk bertahan hidup sehari-hari, Pak Tadak memilih untuk bekerja sebagai penoreh getah karet. "Kalau sehat dan kuat, untuk uang makan sehari-hari (saya kerja) jadi penoreh getah. Sekilo dihargai Rp 10 ribu. Kalau tidak kerja gimana mau makan," katanya.
Menurutnya, ia sudah tinggal sebatang kara sekitar 40 tahun lebih. Ia mengaku telah 3 kali berpindah pindah tempat tinggal selama hidup sendirian. Kini ia tinggal di rumah yang dibuatkan oleh pemerintah setempat.
ADVERTISEMENT
"Dulu rumah saya jauh, lebih masuk ke dalam kebun. Tapi saat lahan terbakar, rumah saya juga ikut hangus terbakar. Akhirnya pemerintah membuatkan rumah. Rumah ini yang saya tempati dibuat oleh pemerintah. Sisanya, saya pernah tinggal di gubuk-gubuk yang tidak jauh dari sini," tuturnya.
Kondisi rumah Wak Tadak di Semelagi Hulu. Foto: Try Saskya/Hi!Pontianak,
Untuk melepaskan kerinduan dengan keluarganya, ia sesekali menyambangi kediaman sanak saudaranya di tengah kota Singkawang dengan mengayuh sepeda.
Tak jarang warga sekitar juga turut membantu kebutuhan Pak Tadak. "Allhamdulillah, ada Pak RT atau tetangga yang datang, beri beras dan lain-lain. Ada juga tentara, yang punya kebun di dalam sana, datang kasi uang Rp 50 ribu tiap bulan, untuk belanja kebutuhan. Kalau kuat mengayuh sepeda ke kota, ke rumah keluarga," paparnya.
ADVERTISEMENT
Untuk menuju rumah Pak Tadak, hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor, karena jalan masuk perkebunan yang kecil.