Kembalinya 'Malang' dan 'Kopeng' ke Gunung Halimun Salak saat Wabah COVID-19

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
28 Maret 2020 12:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Elang Ular Bido bernama Malang. Foto: Balai TNGHS
zoom-in-whitePerbesar
Elang Ular Bido bernama Malang. Foto: Balai TNGHS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setelah 15-18 bulan menjalani proses perawatan dan rehabilitasi di Pusat Suaka Satwa Elang Jawa (PSSEJ) Loji, Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Bogor, satu ekor Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus) betina bernama ‘Kopeng’ dan satu ekor Elang Ular Bido (Spilornis cheela) jantan bernama ‘Malang’, pada Jumat (27/03/2020), akhirnya dapat kembali terbang bebas menembus langit di kawasan TNGHS. Hal ini tentu menjadi momen yang sangat berharga bagi keduanya.
ADVERTISEMENT
Selama beberapa belas bulan dipantau dan dievaluasi, baik itu sisi medis maupun perilakunya, PSSEJ Loji menyatakan keduanya lulus dan siap dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya.
Dalam situasi penyebaran virus corona (COVID-19) saat ini, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Konservasi (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tetap berupaya agar konservasi luar dapat terus berjalan. Namun, dengan tetap mengikuti standar pencegahan penyebaran COVID-19.
Menurut Ahmad Munawir Kepala Balai TNGHS, perilisan harus tetap dijalankan sesuai jadwal, karena sudah disiapkan sejak lama, sebelum peristiwa pandemik COVID-19 terjadi. Tim dari PSSEJ Loji, juga sudah melakukan habitat assessment selama dua minggu.
Elang Brontok bernama Kopeng. Foto: Balai TNGHS
“Jadi, selama dua minggu, tim dari kami mendirikan camp, tidur di hutan, selama dua minggu. Melakukan assessment. Melibatkan juga masyarakat sekitar. Sampai akhirnya mendapatkan lokasi yang tepat, di Blok Wates, Resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (PTNW) Gunung Bongkok, Seksi PTNW I Lebak, Balai TNGHS. Karena tempat itu yang paling layak dan cocok dilihat dari berbagai kriteria. Diantaranya: habitat, tutupan sarang, aksesibilitas dan potensi keberadaan pakan dan lainnya,” kata Munawir.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Balai TNGHS juga mengacu pada surat edaran Dirjen KSDAE, yang menyatakan kegiatan pelepasliaran satwa, tetap dapat dilaksanakan dalam situasi seperti saat ini. Kemudian melakukan konsultasi kembali sebelum perilisan.
Sesuai arahan dari Wiratni Dirjen KSDE, sebagaimana disampaikan kembali oleh Munawir, yang mengatakan, kalau memang semua sudah dirancang dan untuk kepentingan elang itu sendiri, maka tetap bisa dilaksanakan. Dengan catatan, dilakukan dengan secara sederhana, tidak melibatkan banyak orang, tidak perlu keramaian dan mengikuti protokol yang berlaku dalam pencegahan COVID-19.
“Dalam pelaksanaannya, kami ikuti semua aturannya. Menggunakan masker, hand sanitizer dan sabun, berjarak dan lain-lain. Intinya si elang dapat dirilis,” tambah Munawir.
Proses perilisan Malang dan Kopeng dilakukan secara sederhana dan dihadiri oleh beberapa orang saja. Foto: Balai TNGHS
Intinya menurut Munawir, adalah pada elangnya sendiri. Karena ‘Malang’ dan ‘Kopeng’ memang sudah sangat siap dirilis kembali. Terlebih, saat ini di PSSEJ Loji, sedang akan dilakukan revitalisasi. Jadi, sayang, kalau elang yang sudah siap batal dirilis, nanti akan kembali dari nol atau awal lagi. Menjadi riskan dan bahaya. Perilaku satwa seperti ‘Kopeng’ dan ‘Malang’ yang telah melewati masa rehabilitasi dan siap rilis, lalu batal dan kemudian kandangnya akan direvitalisasi, sehingga harus dipindahkan ke kandang lain, akan mempengaruhi perilakunya kembali. Padahal secara, fisik, penampakan dan kajian selama perawatan, sudah sangat siap dilepasliarkan.
ADVERTISEMENT
Diceritakan sebelumnya, ‘Malang’ masuk ke PSSEJ Loji, pada 14 September 2018. Pada waktu itu, diserahkan secara sukarela oleh warga masyarakat Desa Gunung Malang, Bogor. Sedangkan, ‘Kopeng’, masuk sekitar tiga bulan kemudian, diserahkan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, pada 27 Desember 2018.
Menurut Angga, salah satu keeper atau yang pengurus satwa di PSSEJ Loji, saat pertama kali masuk, kondisi ‘Malang’ cukup memprihatinkan. Ada luka pada bagian sayapnya. Bulu primer pada kedua sayap ‘Malang’ di potong. Akibatnya mengalami kesulitan untuk terbang. Perilakunya jadi menyerupai ayam.
“Diawal-awal, ‘Malang’ lebih suka dibawah dibandingkan berdiri di tempat bertengger. Karenanya, kami sering membantu dia untuk berdiri agar dapat bertengger, sampai akhirnya terbiasa. ‘Malang’ juga sangat sensitif terhadap manusia dan rentan stress. Setiap ada manusia di sekitar kandang, ‘Malang’ sering terbang ke jaring dan bergelantung pada jaring tersebut, karena takut dan perilakunya yang menunjukkan sikap waspada,” cerita Angga.
Proses perilisan Malang dan Kopeng dilakukan secara sederhana dan dihadiri oleh beberapa orang saja. Foto: Balai TNGHS
Sedangkan ‘Kopeng’, tidak terlalu sulit. Selama menjalankan perawatan dan rehabilitasi, ia cukup mudah beradaptasi dengan lingkungan. Walaupun saat awal masuk, ‘Kopeng’ sering mengincar manusia.
ADVERTISEMENT
Sebelum dilepasliarkan, ‘Malang’ dan ‘Kopeng’ juga dahulu dalam kandang habituasi yang berukuran besar di kawasan tempat pelepasliarannya. Proses ini wajib dilakukan elang saat akan dirilis. Karena ini masih bagian dari rehabilitasi itu sendiri. Tujuannya agar elang dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK, Indra Exploitasia, yang ikut serta dalam proses perilisan menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan kegiatan pelepasliaran ini.
"Satu minggu yang lalu, saya bersama kawan-kawan dari Balai TNGHS, Balai KSDA Jakarta, FK3I Jakarta melakukan pelepasliaran 23 ekor ular di kawasan ini, dan hari ini kembali melakukan pelepasliaran dua ekor burung jenis elang. Hal ini merupakan bentuk keseriusan kita semua untuk menjaga kelestarian satwa liar dan keseimbangan ekosistemnya," kata Indra.
ADVERTISEMENT
Menurut Indra, burung Elang merupakan salah satu raptor yang keberadaannya terancam akibat perburuan liar dan fragmentasi habitat. Elang Brontok dan Elang Ular Bido terdaftar pada status konservasi resiko rendah (Least concern) IUCN, kategori Appendix II CITES, dan dilindungi berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990, yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.
Kandang habiatuasi sebelum Kopeng dan Malang dilepasliarkan lkembali. Foto: Balai TNGHS
"Elang Brontok dan Elang Ular Bido merupakan dua jenis burung pemangsa (Raptor) di TNGHS, keberadaanya sebagai top predator di alam sangat penting sebagai pengatur rantai makanan sehingga keseimbangan ekosistem dapat terjaga," kata Indra.
Mengenai PSSEJ Loji, Munawir mengatakan, rencananya tahun ini, pihaknya akan melakukan revitalitasi. Memperbaiki dan menambah kandang yang sudah ada. Sehingga kapasitas daya tampung untuk merehabilitasi jadi lebih banyak.
ADVERTISEMENT
Menurut Munawir, Balai TNGHS ingin menjadikan PSSEJ Loji sebagai pusat konservasi satwa elang dan dikaitkan sebagai pusat edukasi. Karenanya hal seperti itu sudah beberapa kali dilakukan. Salah satunya ketika memberikan edukasi kepada para tunarungu. Mereka saat itu terlihat sangat antusias dapat melihat langsung satwa elang di alam.
“Jadi kami inginkan, PSSEJ Loji juga dapat menjadi pusat edukasi satwa, khususnya elang untuk semua kalangan. Bukan hanya untuk mahasiswa atau ilmuwan saja yang memang sudah sering. Kami juga akan menyiapkan paket di mana pengunjung tetap bisa mempelajari dan melihat langsung elang tanpa mengganggu proses rehabilitasi itu sendiri. Rencananya, akan kita buat ruangan khusus, di mana akan link dengan cctv yang terpasang di kandang. Jadi, pengunjung dapat melihat bagaimana elang direhab dan disiapkan untuk dirilis, tanpa harus masuk ke kandang itu,” kata Munawir.
Elang Ular Bido bernama Malang. Foto: Balai TNGHS
“Dengan adanya program perilisan seperti ini, kami berharap ini dapat terus dilaksanakan, dengan dukungan para pemangku kepentingan untuk kelestarian hutan dan keanekaragaman hayati di Kawasan TNGHS. Kegiatan kali ini menunjukkan komitmen bersama untuk terus mewujudkan mimpi agar Sang Rajawali Tetap Lestari di Kawasan TNGHS khususnya & Tatar Pasundan umumnya,” tutup Munawir.
ADVERTISEMENT