Tak Bisa Lagi Sembarang Tarik Kendaraan Kreditan, Begini Siasat Leasing

Generasi Milenial
Generasi Milenial
Konten dari Pengguna
21 Januari 2021 10:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Generasi Milenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pembelian mobil baru. Foto: dok. Auto
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pembelian mobil baru. Foto: dok. Auto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Awal tahun 2020 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan terkait fidusia terhadap perusahaan pembiayaan multifinance atau leasing. Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 ini pun mendapatkan tanggapan dari pihak perusahaan pembiayaan.
ADVERTISEMENT
Adapun isi putusan menyebut perusahaan leasing tidak bisa menarik kendaraan kreditan dari debitur macet secara sepihak. Putusan MK itu bertujuan untuk memperjelas pasal 15 Undang-undang (UU) Nomor 42 Tahun 1999 tentang Wanprestasi atau Cedera Janji antara debitur atau nasabah dan kreditur.
Kendati demikian, Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno mengungkapkan selama ini kondisi di lapangan nyatanya juga memiliki banyak tantangan. Salah satunya dari sisi leasing terhadap nasabah kredit seperti kesenjangan mempersulit pembayaran.
Ia juga mengungkapkan, dalam putusan MK tersebut turut menyatakan bahwa antara debitur dan kreditur harus ada kesepakatan terlebih dahulu untuk menentukan terkait kondisi yang membuat wanprestasi.
Dealer Motor di Kawasan Jakarta. Foto: Abdul Latief/kumparan
"Ada perjanjian sebelumnya, berapa pinjamannya, harga bunga yang harus dibayar, jangka waktu, batas waktu pembayaran angsuran. Bagaimana jika tidak membayar angsuran serta berapa dendanya," ungkap Suwandi dalam Infobank Talk News di Go Work, Jakarta, seperti dikutip dari kumparanBISNIS.
ADVERTISEMENT
Chairman Infobank Institute, Eko Suprianto pun mengamini hal itu. Dirinya mengatakan aspek kebijakan tersebut sudah semestinya memperhatikan kepentingan, tak hanya dari satu pihak lalu kemudian mengorbankan pihak lain.
"Ini dilakukan agar terhindar dari jebakan debitur sontoloyo, yaitu mereka yang tidak mau membayar utangnya tapi masih tetap ingin menguasai kendaraannya yang belum lunas dibayar,” tutur Eko.
Oleh karena itu, pihaknya pun berpendapat leasing saat ini harus lebih berhati-hati dan selektif dalam memberikan pembiayaan. Berbagai langkah hati-hati leasing tersebut bisa berupa dengan menaikkan down payment (DP), memperkuat manajemen risiko, hingga mempertahankan kualitas dengan debitur.
Ilustrasi penjualan mobil di diler. Foto: Ghulam Muhammad Nayazri/kumparanOTO
Terlebih selama ini menurutnya, uang muka untuk sebuah cicilan kredit motor seringkali bernilai kecil. Sehingga berisiko tinggi ketika debitur tidak membayar angsuran dan kredit macet.
ADVERTISEMENT
“Bayangkan hanya bermodal uang muka 10 persen bahkan lebih kecil, seseorang sudah bisa membawa kendaraan meski BPKB sebagai jaminan atas nama debitur,” ujarnya.
Selain itu, Eko mengatakan terkadang kreditur juga melibatkan pihak ketiga untuk menarik kendaraan kreditan hingga terjadi ekses karena debitur macet sulit dihubungi dan tidak kooperatif.
“Ada debitur macet yang juga minta perlindungan LSM agar tidak dikejar pihak ketiga padahal dia telah lalai membayar kewajibannya,” tegasnya.
Penjualan Sepeda Motor Nasional Menurun. Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Ia melanjutkan, perusahaan leasing selama ini mengklasifikasi empat kategori debitur yang macet, yaitu nasabah dan unit mobil atau motor ada, nasabah ada namun unit tidak ada, nasabah tidak ada namun unit ada, serta nasabah dan unit tidak ada.
ADVERTISEMENT
“Untuk kategori 2, 3, dan 4 tentu tidak bisa lewat pengadilan padahal nasabah ini macet karena belum lunas jadi menimbulkan kerugian bagi leasing. Ada unit yang hilang, dijual, atau digadaikan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Eko pun menyarankan agar dalam jangka pendek MK seharusnya menyurati seluruh pengadilan yang menyangkut kasus fidusia untuk diberikan penetapan secepatnya.
“Jika perlu amandemen UU Fidusia untuk menyesuaikan dengan kondisi yang sudah berubah ini atau ada baiknya diikutkan dalam Omnibus Law sektor keuangan,” ujar Eko. (mon)