Vape Lebih Aman, Kata Siapa?

Firna Rania
Public Health Student at Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
30 November 2022 9:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Firna Rania tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
      Potret pemuda menggunakan rokok elektrik. Foto: David Paul Morris/Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Potret pemuda menggunakan rokok elektrik. Foto: David Paul Morris/Getty Images
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Popularitas rokok elektrik atau vape saat ini semakin booming di segala kalangan, terutama generasi Z. Sejak pertama kali diproduksi pada tahun 2003 oleh perusahaan Golden Dragon Holdings, peminat Vape saat ini semakin tersebar luas di berbagai negara serta lapisan masyarakat, bahkan vape juga mulai digemari oleh kelompok usia sekolah. Banyak pengguna yang beranggapan bahwa vape lebih aman daripada rokok konvensional karena kandungan nikotinnya yang rendah. Namun, benarkah demikian?
ADVERTISEMENT

Vape dan Penggunanya

Ilustrasi Jenis Vape. Foto: James Dunworth/Ashtray Blog
Vape merupakan alat penghasil uap yang dioperasikan dengan baterai dan mengandung nikotin, perasa, dan zat kimia. Walaupun vape menghasilkan sensasi yang sama dengan rokok konvensional, cara kerja keduanya cukup berbeda. Asap dari rokok konvensional dihasilkan melalui proses pembakaran tembakau secara langsung, sedangkan uap yang dikeluarkan oleh vape dihasilkan melalui pengolahan cairan zat kimia yang dikenal sebagai liquid vape.
Liquid vape memiliki berbagai rasa yang mirip dengan rasa makanan manis, seperti cotton candy, strawberry, caramel, dan rasa-rasa unik lainnya. Keunikan lain yang dimiliki vape adalah alat ini muncul di pasaran dalam jenis dan bentuk yang berbeda, di antaranya terdapat Cig-A-Likes, vape pen, mods, dan pods. Dengan bentuknya yang beragam dan berukuran kecil, vape digemari oleh penggunanya karena mudah untuk dibawa kemana-mana.
ADVERTISEMENT
Keunikan dan keuntungan yang dimiliki vape semakin menarik para dewasa muda (18-24 tahun) untuk menggunakan vape. Tercatat pada National Health Survey, jumlah pengguna vape pada golongan dewasa muda di seluruh dunia meningkat dari 2,4% pada 2012–2013 menjadi 5,2% pada 2015. Survey lain yang dilakukan pada perokok dan/atau pengguna vape di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 63,4% pengguna vape yang tidak pernah menggunakan rokok konvensional tersebar pada kisaran usia dewasa muda. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan penggunaan vape tersebar lebih luas di kalangan dewasa muda.
Menurut survey yang sama, di antara para mantan perokok konvensional sebanyak 80,7% mengaku bahwa mereka menggunakan rokok elektrik untuk membantu mereka berhenti merokok. Mereka beranggapan bahwa vape memiliki kandungan yang lebih aman dari rokok, tidak membuat adiksi berlebihan, dan juga tidak menimbulkan permasalahan kesehatan seperti rokok konvensional. Beberapa alasan lainnya yang menjadikan popularitas vape adalah karena rasa ingin tahu, mengikuti teman/kerabat, ketertarikan dengan varian rasa, dan membantu mengendalikan cravings (rasa keinginan akan sesuatu).
ADVERTISEMENT

Bahaya Vape

Stigma mengenai vape yang lebih aman dibandingkan rokok konvensional nyatanya tidak benar karena keduanya sama-sama memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Menurut penelitian yang dilakukan di Spanyol menunjukkan bahwa kandungan di dalam liquid vape, seperti nikotin, propilen glikol, serta zat kimia lainnya berpotensi merusak fungsi tubuh. Bagi penderita asma, kandungan propilen glikol yang ada di dalam vape dapat memicu kambuhnya asma. Beberapa zat kimia lainnya yang terkandung pada liquid vape juga bersifat karsinogen atau dapat meningkatkan risiko kanker, terutama kanker paru-paru.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Agus Dwi Susanto SpP(K) juga mengatakan bahwa baik rokok konvensional maupun vape sama-sama dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurutnya, vape juga tetap mengandung nikotin, karsinogen, serta bahan toksik atau beracun lainnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian, variasi rasa liquid yang menarik bagi kalangan remaja juga membuat vape menjadi berbahaya karena mengandung zat kimia diasetil. Zat diasetil biasanya digunakan sebagai perasa dalam membuat kue, snack, dan berbagai makanan lainnya pada industri makanan. Zat tersebut sebenarnya aman apabila dimakan, tetapi menjadi berbahaya ketika dipanaskan dan dihirup ke dalam tubuh selayaknya saat orang menggunakan vape. Jika dilakukan secara terus menerus, uap hasil pemanasan tersebut dapat menimbulkan risiko terjadinya kondisi Popcorn Lung (penyempitan bronkiolus akibat luka) yang memicu sesak napas kronis.
ADVERTISEMENT
Kandungan zat lain yang dapat menimbulkan bahaya adalah nikotin. Sebagian besar produk vape mengandung zat nikotin tetapi label dan promosi mengenai kandungan kadar nikotin pada produk tidak akurat. Meskipun zat nikotin pada vape terbilang lebih rendah dibanding rokok konvensional, zat ini juga tetap akan menyebabkan kecanduan pada pengguna vape secara perlahan-lahan. Masalah kesehatan lain yang disebabkan oleh nikotin adalah keracunan, mual, tremor, peningkatan detak jantung, penyempitan atau pengentalan darah, hingga kerusakan sel otak janin pada ibu hamil.
Selain berbahaya dari segi kandungannya, perangkat vape juga dapat menimbulkan berbagai risiko, seperti perangkat yang meledak atau terbakar. Risiko ini disebabkan oleh perangkat vape yang dibiarkan dalam kondisi overcharge dan pemakaian vape yang terlalu sering. Perangkat yang meledak atau terbakar dapat melukai penggunanya dan menyebabkan luka iritasi dan luka bakar. Bahkan, terdapat satu kasus pada seorang remaja berusia 17 tahun di Amerika Serikat yang harus menjalankan operasi tulang rahang bawah akibat vape yang meledak di dalam mulutnya.
ADVERTISEMENT

Bagaimana cara mengurangi penggunaan vape?

Sama halnya dengan rokok, kecanduan vape juga dapat berakibat buruk bagi kesehatan. Dilansir dari Healthline, terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecanduan terhadap vape. Pertama, tetapkan tujuan yang jelas mengenai alasan mengapa ingin berhenti menggunakan vape dan tanggal waktu untuk berhenti. Kedua, identifikasi hal yang memicu penggunaan vape, apakah saat sedang stres, bosan, atau saat melihat orang lain menggunakan vape. Ketiga, buat strategi ketika menghadapi keinginan untuk menggunakan vape, seperti meditasi, berolahraga, dan lainnya. Keempat, carilah pilihan lain pengganti nikotin, seperti permen karet. Kelima, lakukan konseling dengan dokter atau bantuan profesional. Selain itu, diperlukan juga dukungan orang-orang terdekat seperti keluarga dan kerabat agar bisa memperoleh hasil yang maksimal.
ADVERTISEMENT
Oleh: Chairina Suci dan Firna Rania