Hikmah Perjalanan ke Hong Kong dan Guangzhou

Fathurrohman
Analis Kejahatan Narkotika, Penulis Cerita Perjalanan, ASN di BNN.
Konten dari Pengguna
28 Maret 2021 11:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jalanan di Guanzhou, China. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Jalanan di Guanzhou, China. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hari yang berat, pesawat Garuda Indonesia mengantarkan kami tiba di Hong Kong pukul 06.00 pagi. Sejak berangkat malam hari menuju bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, hujan akhir November 2016 mengiringi perjalanan kami. Suasana mendung berawan juga tampak di area bandara Hong Kong. Eric, rekan kami dari Hong Kong Police menjemput kedatangan kami.
ADVERTISEMENT
Eric adalah seorang perwira akademi kepolisian Hong Kong. Dia sendiri mengenyam pendidikan di Inggris. Bahasa Inggrisnya khas dengan aksen british. Kami di antar untuk sarapan bubur di restoran. Mereka sudah paham jika kami muslim dan meyakinkan “no pork for you all, you can eat everything here…”
Setelah sarapan, kami di antar ke hotel yang sudah dipesankan oleh mereka dan telah disesuaikan dengan budget yang kami sampaikan. Ternyata hotel tempat kami menginap, kamarnya kecil padahal harganya lumayan mahal. Bekas “jajahan” Inggris ini memang serba mahal.
Setelah menitipkan luggage, kami langsung menuju tempat pertemuan. Pembahasan yang cukup melelahkan terkait program kerja sama persoalan narkoba di kedua negara. Setelahnya, kami melakukan kunjungan ke kantor Konsulat Jenderal RI di Hong Kong. Kami juga bertemu beberapa TKI yang ada di Hong Kong. Negara bagian Tiongkok ini memang destinasi utama TKI. Setelahnya, kami melanjutkan pertemuan dengan pihak Custom Hong Kong. Pertemuan berlangsung cukup serius.
ADVERTISEMENT
Malamnya, kami melanjutkan pertemuan sekaligus sesi welcoming dinner oleh pejabat kepolisian Hong Kong. Format meja bundar yang dapat diputar, menu seafood, dan ragam sayuran. Wine dan arak putih pun menjadi bagian tak terpisahkan. Saya sendiri bergeming untuk meminumnya.
Minuman memang menjadi tradisi klasik orang-orang Kanton ini. Bagi mereka, mabuk arak jauh lebih baik dibandingkan mabuk opium. Dalam sejarahnya saja, Hong Kong menjadi bagian penguasaan Inggris sampai tahun 1997 adalah karena Tiongkok kalah dalam serial perang candu tahun 1800-an.
Mengunjungi Guangzhou
Hari yang melelahkan. Kami harus mempersiapkan perjalanan keesokan harinya menuju Guangzhou, Ibu kota provinsi Guangdong. Hong Kong dan Guangdong adalah wilayah kanton. Mereka disatukan bahasa dan sejarah perang dan penjajahan yang sama, namun terpisahkan laut Tiongkok dan juga penguasaan atas Inggris yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Kereta mengantarkan kami dari stasiun Hong Kong menuju Guangzhou. Di dalam kereta, saya kembali mencatat hasil-hasil penting tiga moment pertemuan di Hong Kong agar mudah membuat laporan penugasan. Kereta sesekali berhenti di stasiun Shenzen, Yangshuo, dan Guilin sebelum tiba di Guangzhou.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, kota Guangzhou masih tampak sama. Kota yang besar, rumah-rumah bertumpuk dan sebagiannya seperti “rumah burung”, tidak nampak motor seperti di Jakarta atau Ho Chi Minh, dan jalanan begitu besar walau pada jam-jam tertentu tampak kemacetan terjadi.
Kami langsung melakukan pertemuan dengan tiga pihak sekaligus. Tidak cukup banyak waktu untuk leyeh-leyeh. Serangkaian pertemuan penting juga dilakukan untuk membahas beberapa TKI yang terjerat persoalan narkoba di daerah Guangdong.
ADVERTISEMENT
Bertemu wanita yang terjerat narkoba
Saya teringat dengan seseorang yang terjerat narkoba yang kami temui tahun lalu di KJRI Guangzhou. Dia menceritakan jika dirinya diminta ke Tiongkok untuk mengambil barang. Namun, yang terjadi adalah dia disekap di sebuah apartemen oleh kelompok pengedar narkoba berkulit hitam. Perempuan itu mengaku jika dirinya hendak diperkosa.
Beruntung kepolisian Guangzhou menggerebek apartemen tempat tinggalnya. Perempuan tersebut kemudian diserahkan kepada pihak KJRI di Guangzhou. Perempuan tersebut juga menceritakan jika dirinya pernah melakukan tindakan yang sama, mengambil barang berupa tas, dengan tanpa diketahui isinya, lalu dibayar. Ketika ditanya kenapa mau, jawabannya adalah karena uang.
Di waktu yang lain, wanita tersebut sedang berada di Malaysia. Katanya menjadi TKI di Kuala Lumpur. Sedikit meragu, mudah-mudahan bukan kembali menjadi kurir narkoba.
ADVERTISEMENT
Sementara rekan kerja yang lain mengunjungi beberapa rumah tahanan di mana beberapa TKI terjerat masalah tindak pidana narkoba. Mereka mendapati cerita-cerita lainnya, haru dan membuat dahi berkerut. Umumnya, mereka mengakui salah bergaul.
Disyukuri, dinanti, dilupakan, dan diikhlaskan
Perjalanan-perjalanan seperti ini membawa saya pada satu sesi masa lalu. Masa di mana saya dididik dan dibina dalam langgar kecil milik guru ngaji di kampung. Nasihat sederhana dari guru akhlak yang tidak digaji sepeser pun oleh negara. Benar bahwa pergaulan adalah penting dalam hidup ini.
Teman-teman saat saya kecil mengaji pun kini beragam profesi, petani, pekerja serabutan dan sebagian lagi adalah TKI. Mereka berhasil membangun rumah atau membeli sawah. Namun, sebagiannya ada yang hanya pulang nyawa, ada yang pulang berbadan dua, ada pula yang pulang dengan status duda atau janda karena tidak tahan berjarak antar negara dengan rentang tahunan dengan pasangan sahnya. Sebagian teman lagi ada pula yang terjerat narkoba.
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi, penting bagi kita saat ini bertemu dan berteman dengan siapa. Sifat, karakter, atau kebiasaan seseorang dapat mempengaruhi orang lain. Seperti seorang wanita yang saya temui di Guangzhou ini, dia telah salah bergaul. Dari semula adalah TKI, kini menjadi kurir penyelundup narkoba antara negara.
Perjalanan yang melelahkan ini membawa pada satu makna, satu hikmah, mengantarkan saya pada pesan guru akhlak yang lain, nek wes ono sukurono, nek durung teko entenono, nek we lungo lalekno, nek ilang iklasno. Artinya, kalau sudah punya itu disyukuri, kalau belum datang ya dinanti, kalau sudah ditinggal pergi ya lupakan, kalau hilang ya ikhlaskan. Ikhlas dalam menghadapi hidup adalah kunci agar hidup ini tetap normal, wajar, dan benar.
ADVERTISEMENT