Tantangan Guru dalam Menanamkan Pendidikan Karakter di Masa Pandemi

Dwi Mega Lintang Sukma
Saya seorang Mahasiswi di Universitas Muhammadiyah Surabaya
Konten dari Pengguna
6 Februari 2021 18:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dwi Mega Lintang Sukma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tantangan Guru dalam Menanamkan Pendidikan Karakter di Masa Pandemi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menurut filosofi Jawa yang pastinya sudah sering kita dengar, Guru itu berarti “digugu” dan “ditiru”, yang mana pada filosofi tersebut memiliki makna bahwa seorang guru seharusnya menjadi contoh untuk peserta didiknya dan setiap perkataan hendaknya diikuti oleh semua peserta didiknya. Seorang guru memegang peranan penting bahkan sangat penting dalam hal mendidik dan memberikan keteladanan bagi peserta didiknya. Seorang guru juga harus memiliki sikap serta akhlak yang mulia agar diikuti atau dicontoh peserta didik.
ADVERTISEMENT
Seorang guru mengemban tugas yang sangat mulia selain mendidik dan memberikan keteladanan untuk peserta didik, yaitu menjadikan anak didiknya memiliki moral yang baik dan berakhlak mulia. Sehingga, seorang guru harus bisa menjadikan peserta didiknya menjadi insan yang mulia.
Menjadi seorang guru juga harus memiliki kemampuan untuk mendidik serta memiliki ilmu yang mencukupi untuk ditransfer ke peserta didiknya. Seorang guru harus memiliki kesabaran, keikhlasan, dan kemuliaan ketika melakukan tugasnya, karena hal tersebut sangat berkaitan dengan pembentukan pribadi peserta didiknya, misalnya peserta didik bisa memiliki kepribadian yang berakhlak mulia, berprestasi, beriman, dan bisa mengaplikasikan ilmu yang diperoleh kepada orang-orang di sekitarnya, seperti keluarga, teman, dan lingkungan sekitarnya.
Pada masa pandemi seperti saat ini merupakan tantangan untuk para guru di Indonesia untuk menanamkan pendidikan karakter. Dalam pembelajaran luring saja guru masih memiliki hambatan dalam menanamkan pendidikan karakter ini, apalagi di masa sekarang ini yang pembelajaran dilakukan secara daring. Pembelajaran daring selama ini masih dilakukan melalui tatap muka daring dan hanya fokus untuk pembelajaran saja, tapi pendidikan karakter sedikit terabaikan.
ADVERTISEMENT
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 juga sudah dijelaskan tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pada pasal tersebut jelas bahwa pendidikan karakter merupakan salah satu tujuan penting dari Pendidikan Nasional Indonesia. Dan juga tujuan pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik pintar saja, tetapi harus mampu menjadikan peserta didiknya bermoral dan berakhlak mulia.
Pembelajaran di sekolah ketika sebelum pandemi memang sudah diupayakan untuk menumbuhkan dan mencetak generasi yang bermoral tinggi, namun tidak dapat dipungkiri pula bahwa masih ada banyak peserta didik yang memiliki moral yang sangat krisis. Contoh kasus yang sering terjadi adalah bullying, tawuran antar pelajar, pornografi, bahkan ada yang melakukan kekerasan baik dengan teman, guru, dan orang tuanya. Hal ini yang seharusnya menjadi prioritas oleh guru dan orang tua. Guru dan orang tua juga berperan dalam pembentukan karakter peserta didik. Namun ada juga orang tua yang belum menyadari bahwa pembentukan karakter juga merupakan tanggung jawab mereka, sehingga para orang tua hanya menaruh harapan serta memberikan kepercayaan kepada pihak sekolah. Namun, sejak masa pandemi ini, pendidikan karakter seakan menjadi hal kesekian yang harus diprioritaskan dan malah terabaikan.
ADVERTISEMENT
Pada masa pandemi ini, banyak siswa yang mengabaikan pelajaran dan memilih bermain game, hal itu terjadi karena pembelajaran online memiliki banyak kekurangan salah satunya adalah para peserta didik merasa kehilangan sosok panutan karena pembelajaran online dirasa kurang efektif. Karena para peserta didik hanya bisa mendengarkan materi dari para gurunya tanpa mengetahui perilaku gurunya. Pembelajaran online juga memiliki akibat salah satunya adalah penyalahgunaan fungsi gadget, yang mana fungsi dari gadget adalah untuk mendukung pembelajaran online, tetapi ada sebagian siswa yang malah mengalihkan fungsi dari gadget itu sendiri seperti digunakan untuk menyebar hal-hal yang tidak baik, menonton film pornografi, dan sebagainya. Hal tersebut juga mengakibatkan merosotnya nilai moralitas dan karakter peserta didik.
ADVERTISEMENT
Ketika pembelajaran di sekolah, para guru menjadi role model bagi peserta didik untuk menanamkan nilai-nilai moral. Guru yang memiliki akhlak dan karakter yang baik, akan ditiru oleh peserta didiknya dan hal itu mampu membuat para peserta didik menanamkan akhlak dan karakter yang baik pula. Karena sejatinya anak hanya bisa meniru apa pun yang ia lihat.
Jika pada keadaan normal, guru-guru menerapkan nilai-nilai kejujuran dan kedisiplinan yang mempunyai peluang tinggi untuk ditiru peserta didiknya, karena seringnya berjumpa dan berkomunikasi. Maka dalam keadaan pandemi seperti sekarang ini semua hal tersebut banyak berkurang. Kurangnya tatap muka dan komunikasi serta contoh yang bisa ditiru peserta didik. Hal ini dapat memicu merosotnya moral anak didik.
ADVERTISEMENT
Pembelajaran berbasis online memang sangat mudah diakses karena dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Para guru juga lebih mudah dalam membagikan materi, menilai, serta mengevaluasi pembelajaran daring. Bagi peserta didik juga lebih mudah untuk mengumpulkan laporan, mengunduh materi pelajaran, dan sebagainya.
Tetapi pembelajaran yang serba daring ini tidak menutup kemungkinan bahwa perserta didik menyalahgunakan semua kemudahan ini. Konten-konten negatif banyak yang mengitari para peserta didik karena informasi yang ada di internet tidak bisa seratus persen dikontrol. Penggunaan internet juga berdampak seperti kecanduan, maksudnya adalah perserta didik kecanduan bermain gadget dan menjadi lebih individualis, kreativitas yang meniru, malas berfikir, dan kurang bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh guru mereka.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, mari kita sama-sama berperan dalam pembentukan karakter pada anak. Baik orang tua, guru, keluarga, tetangga, dan orang lain hendaknya saling mengingatkan dan menerapkan pendidikan karakter pada anak agar sang anak tidak memiliki karakter dan moral yang buruk.