Siapa Memimpin Revolusi Pemberantasan Korupsi 2019-2023?

Desca Situmorang
Jurnalis pada umumnya
Konten dari Pengguna
18 Juli 2019 13:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Desca Situmorang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Aksi masyarakat sipil di depan Gedung KPK, Jumat (5/7). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Aksi masyarakat sipil di depan Gedung KPK, Jumat (5/7). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Secara bebas, revolusi dapat digambarkan sebagai suatu perubahan radikal, perubahan mendasar, perubahan yang cepat. Tujuannya adalah merobohkan, menjebol, menggusur sistem lama menjadi suatu sistem baru, terlebih karena akar kata revolusi adalah "revolt" yang artinya memberontak.
ADVERTISEMENT
Bila disambungkan dengan proses pemberantasan korupsi, tidak berlebihan bila masyarakat membutuhkan orang-orang yang dapat menghadirkan revolusi pemberantasan korupsi, dalam artian mewujudkan pemberantasan korupsi yang tidak hanya "pelan-pelan" saja.
Kondisi "pelan-pelan" tersebut setidaknya terlihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang kerap dipakai menjadi acuan mana negara yang bersih, transparan, dan akuntabel--dan sebaliknya: Mana negara yang "memelihara" korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pemerintah Indonesia menggunakan IPK sebagai salah satu ukuran keberhasilan dalam Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia menargetkan skor IPK pada 2019 mencapai angka 50.
Namun jika diamati, skor IPK Indonesia yang merupakan hasil dari penelitian Transparasi Internasional Indonesia selama lima tahun terakhir belum bergerak naik secara signifikan. Berawal dengan skor 32 pada tahun 2013 dan terakhir 37 pada tahun 2016.
ADVERTISEMENT
IPK Indonesia pada 2017 yang dirilis Transparency International (TI) sama seperti tahun 2016: Di angka 37 dari skala 0-100. Skor 0 mengindikasikan paling korup sementara 100 paling bersih.
Saat pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada 2014 mulai bekerja, IPK Indonesia berada di angka 34 yang menunjukkan pencapaian kinerja pemberantasan korupsi pada 2013 yang masih di bawah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Selanjutnya pada 2015, IPK Indonesia ada pada angka 36 yang mencerminkan kinerja pemberantasan korupsi tahun pertama pemerintahan Jokowi-JK. Pada 2016 skor tetap bertahan di angka 36 atau merupakan kinerja pemberantasan korupsi tahun kedua pemerintahan Jokowi-JK.
Pada 2017, IPK Indonesia berada di angka 37 atau hanya naik 1 poin. Indonesia mendapat skor rendah oleh 3 lembaga yaitu World Justice Projet (20) yang mengukur ketaatan satu negara dalam penegakan hukum; Varieties Democracy Project (30) mencakup 7 prinsip demokrasi di suatu negara, dan persepi korupsi sektor publik (32) yang menilai soal pimpinan politik nasional dan lokal serta PNS pusat dan daerah.
ADVERTISEMENT
Pada 2018, IPK Indonesia sekali lagi naik tipis yaitu 1 poin menjadi 38 dan berada di peringkat 89 dari 180 negara yang disurvei. Indonesia punya skor yang sama dengan Bosnia Herzegovina, Sri Langka, dan Kerajaan Eswatini atau Swazilandia.
Rendahnya IPK Indonesia lagi-lagi berasal dari IMD World Competitiveness Yearbook (turun dari 41 poin pada 2017 ke 38 poin pada 2017), dan Varieties of Democracy Project (turun dari 30 poin pada 2017 ke 28 poin pada 2018). Sementara penilaian yang mengalami peningkatan adalah Global Insight Country Risk Ratings (dari 35 poin pada 2017 ke 47 poin pada transkrip 47), dan PERC Asia Risk Guide (dari 32 poin pada 2017 ke 33 poin pada 2018).
ADVERTISEMENT
Satu hal lain yang disoroti adalah World Justice Project–Rule of Law Index yang mengukur ketaatan suatu negara dalam penegakan hukum, tetap rendah yaitu pada 20 poin atau stagnan seperti pada 2017.
Lantas apakah mungkin IPK Indonesia pada 2019 menjadi 50 seperti target pemerintah bila pada 2018 berselisih 12 poin yaitu hanya 38? Mampukah Pemerintah Indonesia melakukan revolusi pemberantasan korupsi?
Meski ada sejumlah pihak yang meyakini tak ada yang mustahil di dunia ini, namun perlu juga realistis membuat target IPK hingga menetapkan cara-cara untuk mencapai target tersebut.
Ilustrasi tahanan KPK Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Profesor Ilmu Politik dari National University of Singapore (NUS), Jon ST Quah, dalam tulisannya berjudul "Responses to Corruption in Asian Societies" sebagai salah satu kompilasi di buku Political Corruption, memberikan enam pelajaran yang dapat diambil suatu pemerintahan sebagai upaya pemberantasan korupsi di lima entitas Asia yaitu Singapura, Hong Kong, Mongolia, India, dan Filipina.
ADVERTISEMENT
Pelajaran pertama adalah komitmen dari para pemimpin politik untuk menghadirkan hukum yang sama bagi semua. Tidak ada lagi adagium hukum "tajam ke bawah tapi tumpul ke atas", semua orang yang terbukti korup harus dihukum.
Kedua, strategi komprehensif adalah kunci. Seluruh bidang harus sama-sama mengunci perilaku korup. Quah bahkan menekankan untuk memperbaharui aturan hukum antikorupsi agar dapat selalu relevan dengan tuntutan zaman seperti yang dilakukan Singapura.
Ketiga, lembaga antikorupsi harus benar-benar antikorupsi. Ada standar tinggi terhadap para pegawai dan diawasi oleh pemimpin politik yang juga terbukti jujur dan tidak korup. Para pegawai lembaga antikorupsi yang terbukti melakukan korupsi harus langsung dipecat.
Keempat, lembaga antikorupsi harus terpisah dari kontrol polisi. Quah menilai bahwa lembaga antikorupsi harus secepatnya dipisahkan dari kepolisian agar bekerja lebih efektif. Hal tersebut terlihat jelas di lembaga antikorupsi Singapura dan Hong Kong yang lebih efektif memberantas korupsi setelah terpisah dari kepolisian sedangkan lembaga antikorupsi Mongolia dan India sulit bekerja karena keterlibatan polisi di lembaga itu.
ADVERTISEMENT
Kelima, mengurangi titik-titik rawan korupsi dalam birokrasi seperti di bea cukai, imigrasi, keuangan dan polisi. Lembaga-lembaga tersebut harus terus-menerus melakukan pengawasan internal atas stafnya.
Keenam, mengurangi korupsi dengan meningkatkan gaji pegawai bila negara dapat melakukannya. Aparatur negara atau pemimpin politik akan lebih mungkin korup bila pendapatan mereka sedikit atau tidak seimbang dengan tanggung jawab mereka selama kondisi keuangan pemerintahan memungkinkan.
Lantas bagaimana dengan Indonesia? Indonesia memiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga yang diamanatkan undang-undang sebagai institusi "super" untuk memberantas korupsi, dengan kewenangan lebih besar dibanding dua "kakak" penegak hukum lainnya: Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung.
Saat ini pun sedang dilakukan seleksi untuk mencari lima orang komisioner KPK 2019-2024. Di tangan 5 orang dan sekitar 1.200 orang pegawai KPK lah harapan revolusi pemberantasan korupsi disematkan.
ADVERTISEMENT
Hari ini juga ada 192 orang yang lolos seleksi administrasi sedang menjalani uji kompetensi dan pembuatan makalah untuk melihat kemampuan mereka di bidang pemberantasan korupsi.
Dengan berbagai latar belakang profesi, 192 orang tersebut berkompetisi untuk menyusun strategi pemberantasan korupsi. Saya mencoba mengumpulkan berbagai informasi latar belakang 192 orang tersebut, apakah mereka yang layak memimpin revolusi pemberantasan korupsi Indonesia setidaknya dalam periode 2019-2023? Semoga panitia seleksi (pansel) dapat jeli memilihnya.
1. Abdul Qadir Amir Hartono, anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia 2014-2019 dari Jawa Timur
2. Abdul Rahman
3. Abidin
4. Adhi Setyo Tamtomo, fungsional direktorat Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK
5. Adji Suratman, dosen STIE YAI, Caleg DPR-RI periode 2019-2024 Perindo
ADVERTISEMENT
6. Agung Makbul, Karo Sunluhkum Divisi Hukum Polri
7. Agus Rawan
8. Agus Santoso, Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) masa tugas 2011-2016
9. Agus Surono, arbiter Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan dosen Universitas Al Azhar Indonesia
10. Agustinus Adi Sri Tjahjono
11. Ahmad Drajad, hakim
12. Aidir Amin Daud, mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham
13. Akhmad Wiyagus, Wakil Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat.
14. Aking Saputra, notaris
15. Alexander Abdullah, Komisioner KPU Sumsel
16. Alexander Marwata, Komisioner KPK 2015-2019
17. Alpi Sahari, dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
18. Amiziduhu Mendrofa, advokat
19. Amus Besan, Wakil Bupati Buru, Maluku
ADVERTISEMENT
20. Anang Iskandar, Mantan Kabareskrim Polri
21. Anatomi Muliawan, advokat
22. Andrea Hynan Poeloengan
23. Andreas Dadang Sukmana, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)
24. Antam Novambar, Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal (Wakabareskrim) Polri
25. Anwar, hakim ad hoc pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta
26. Ariastiadi Saleh Herutjakra
27. Arung Lusika, advokat
28. Asep Rahmat Suwandha, Kepala Unit Koordinasi dan Supervisi Pencegahan KPK
29. Bambang Dayanto Sumarsono, Asisten Deputi Pembinaan Integritas dan Penegakan Disiplin SDM Aparatur Kementerian PAN dan RB
30. Bambang Sri Herwanto, Widyaiswara Madya Sespim Lemdiklat Polri
31. Bambang Usadi, advokat
32. Basaria Panjaitan, Komisioner KPK 2015-2019
33. Benedictus Bambang Nurhadi, komisioner baru Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) 2016-2020
ADVERTISEMENT
34. Benedictus Renny See
35. Bhudhi Kuswanto, hakim
36. Binsar Gultom, hakim
37. Binsar Manalu
38. Boy Salamuddin, mantan Sekretaris Utama Lemhanas
39. Cahyo RE Wibowo
40. Cecep Suhardiman, mantan anggota DPRD kota Cirebon
41. Chairil Syah, advokat
42. Chandra Sulistio Reksoprodjo, Kabiro SDM KPK
43. Darius Singkuang, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
44. Darmawan Sutawijaya, Brigjen Pol penugasan di BIN
45. Dede Farhan Aulawi, komisioner Kompolnas 2016-2020
46. Dedi Haryadi
47. Dedy Irwansyah Arruanpitu, advokat
48. Denny Suriandhi, auditor
49. Dewi Puspaningtyas Faeni, ahli hipnoterapi
50. Dharma Pongrekun, Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)
51. Djindar Rohani, praktisi kepatuhan
52. Domu P Sihite, mantan jaksa
ADVERTISEMENT
53. Eddie Kusuma, dosen
54. Eddy Hary Susanto, auditor
55. Eduard Luntungan, auditor
56. Eko Yulianto
57. Endang Kiswara, dosen
58. Ferdinand T Andi Lolo, Komisioner Komisi Kejaksaan
59. Feri Antoni Surbakti, advokat
60. Firli Bahuri, Kapolda Sumatera Selatan dan mantan Deputi Penindakan KPK
61. Firman Zai, auditor BPK
62. Fontian Munzil, hakim ad hoc pengadilan Tipikor Jabar
63. Franky Ariyadi, bankir
64. Frans Paulus
65. Fredrik Jacob Pinakunary, advokat
66. Fridolin Berek, Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK)
67. Giri Suprapdiono, Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK
68. Gunawan Tangkilisan, dosen
69. Gundi Sintara, advokat
70. HD Nixon
71. Haeruddin Masarro, advokat
ADVERTISEMENT
72. Harun Al Rasyid, penyidik KPK
73. Hayidrali, Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK)
74. Hendro Sunarno
75. Hendy Herijanto, dosen
76. Hengkie Kaluara, Mantan Analis Kebijakan Utama bidang Kurikulum Rokurlum Lemdiklat Polri
77. Heriyanto Serumpun, mantan jaksa
78. Herman Adrian Koedoeboen, Bupati Maluku Tenggara periode 2003–2008
79. Hermut Achmadi, mantan jaksa
80. Hernold Ferry Makawimbang, auditor
81. Horatio Nelson Sianressy, advokat
82. Hulman Siregar
83. I Ketut Puspa Adnyana, Widyaiswara utama Madya pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Propinsi Sulawesi Tenggara.
84. I Nyoman Wara, auditor BPK
85. Ike Edwin, Staf Ahli Kapolri
86. Imam Anshori Saleh, Wakil Ketua Komisi Yudisial RI periode 2010-2015
87. Imam Surono
ADVERTISEMENT
88. Indra Utama, pakar investigasi kecurangan
89. Irianto
90. Irwanto, auditor
91. Jimmy Muhamad Rifai Gani, dosen
92. Jogi Nainggolan, advokat
93. Johanis Leatemia, dosen fakultas hukum Universitas Pattimura
94. Johanis Tanak, Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara
95. Johnny Sirait
96. Joko Musdianto, BPKP
97. Jonson Jacobus Amstrong, advokat
98. Juansih, Analis Kebijakan Utama bidang Bindiklat Lemdiklat Polri
99. Jult M Lumban Gaol, akuntan
100. Kairo Silalahi, advokat
101. Kaspudin Nor, Komisioner Komisi Kejaksaan
102. Kharles Simanjuntak, Kabag Ren Rorenim Baharkam Polri
103. Kusnadi Notonegoro, advokat
104. Laode Muhammad Syarif, Komisioner KPK 2015-2019
105. Laurel Heydir, dosen
106. Lie Stefanus Wiji Suratno, dosen
ADVERTISEMENT
107. Lili Pintauli Siregar, mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
108. Luthfi Jayadi Kurniawan, Aktivis antikorupsi asal Kota Malang
109. M Iswandi Hari, perwira tinggi Polri (Brigjen Pol) yang sedang bertugas di Kementerian Ketenagakerjaan
110. M Jasman Panjaitan, mantan jaksa
111. M Rum, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah
112. M Y Ardhy
113. Marthen Napang, dosen
114. Maryogi
115. Michael Gatut Awantoro, auditor
116. Mochamad Bey Satriadi
117. Muchtazar, auditor
118. Muhamad Najib Wahito, Koordinator Supervisi KPK
119. Muhammad Imdadun Rahmat, Ketua Komnas HAM Pereode 2016-2017
120. Muhammad Mufti Mubarok
121. Muhammad Reviansyah
122. Muhammad Suhri Burhan, advokat
123. Mukdan Lubis
124. Mulyadi
125. Muslimin Budiman, advokat
ADVERTISEMENT
126. N Simbolon, purnawirawan Polri
127. Nasrullah
128. Nawawi Pomolango, hakim Pengadilan Tinggi Bali
129. Nelson Ambarita, BPKP
130. Neneng Euis Fatimah
131. Noor Ichwan Ichlas Ria Adha, hakim
132. Nur Solikin
133. Nurul Ghufron, dosen fakultas Universitas Jember
134. Octo Iskandar
135. Ongguk Sitindaon
136. Pahala Nainggolan, Deputi Pencegahan KPK
137. Polman Paulus Ambarita
138. Purwo Atmojo
139. R Murjiyanto, notaris
140. RM Gatot Soemartono, dosen
141. Rachmat M Purba
142. Raden Roro Andy Nurvita, hakim
143. Ranu Mihardja, Kepala Pusat Diklat Manajemen dan Kepemimpinan pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan
144. Rio Madison Amos
145. Rio Zakaria
146. Rizaldi Limpas, mantan jaksa
147. Roby Arya Brata, Asisten Deputi Bidang Ekonomi Makro, Penanaman Modal, dan Badan Usaha pada Kedeputian Bidang Perekonomian Sekretariat Kabinet
ADVERTISEMENT
148. Rohmatullah
149. Saipuddin Zahri, dosen
150. Santrawan Totone Paparang, advokat
151. Santun Marpaung
152. Saut Edward Rajagukguk, advokat
153. Sigit Danang Joyo, PNS di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan
154. Sigit Herman Binaji, hakim ad hoc pengadilan Tipikor Jakarta
155. Sofi Suryasnia, bankir
156. Sri Handayani, Wakapolda Kalbar
157. St Laksanto Utomo, dosen
158. Sudiyono Atbar, advokat
159. Suedi Husein, mantan Kapolda Riau
160. Sugeng Nugroho, notaris
161. Sugeng Purnomo, Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus - Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan
162. Sugianto, akuntan
163. Sujanarko, Direktur Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK
164. Sukriansyah S Latief, Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Kebijakan
ADVERTISEMENT
165. Supanto, guru besar Universitas Sebelas Maret
166. Supardi, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, mantan Plt Direktur Pentuntutan KPK
167. Suparman Marzuki, Ketua Komisi Yudisial
168. Suwhono, mantan Direktur Utama PT. Pegadaian
169. Suwito, advokat
170. Syafrizal
171. Syahrial Yuska, pensiunan PN Kemenkumham
172. Syarief Hidayat, Direktur Gratifikasi KPK
173. Tahir Musa Luthfi Yazid, advokat
174. Teguh Bambang Rustanto, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari Otoritas Jasa Keuangan
175. Teuku Abdurahman
176. Tohadi, advokat
177. Torkis Parlaungan Siregar, advokat
178. Wandestarido, auditor
179. Wandi Subroto, dosen
180. Wawan Saeful Anwar
181. Wewe Anggreaningsih, auditor
182. Wiliyus Prayietno, advokat
183. Yohana Pong Parante
184. Yohanis Anthon Raharusun, advokat
185. Yosep Adi Prasetyo, mantan Ketua Dewan Pers
ADVERTISEMENT
186. Yosrizal
187. Yotje Mende, Mantan Kapolda Papua yang kini menjadi komisioner Kompolnas
188. Yovianes Mahar, Mantan Kapolda Bengkulu
189. Yoyo Arif Ardhani, dosen
190. Yves S Palambang
191. Zairida, Kajari Lubuklinggau
192. Zaki Sierrad, advokat