Setop Kekerasan dalam Dunia Pendidikan

darmia dimu
Green lover and beach admirer
Konten dari Pengguna
18 Juli 2018 16:39 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari darmia dimu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
'Aku Korban Kekerasan Guru', begitu judul tulisan yang tiba-tiba muncul di notifikasi Whatsapp group yang saya ikuti. Walaupun tulisannya lumayan panjang untuk dinikmati, namun judulnya click bait sehingga mengundang rasa penasaran.
ADVERTISEMENT
Isi tulisannya bercerita tentang seorang yang dulunya mendapat kekerasan fisik dari gurunya pada saat kelas 3 SD yang kemudian hal tersebut menjadikan dia berhasil menjadi lulusan terbaik Universitas Negeri Jakarta.
Terlepas dari tulisan tersebut hoax ataupun bukan, bisa jadi ada dari sebagian dari kita yang masih berpikir bahwa kekerasan fisik perlu diterapkan untuk membentuk peserta pendidikan. Terutama para guru-guru yang merasa bahwa anak didiknya sudah tidak bisa lagi diatur, namun tidak bisa memberikan sanksi yang memberikan efek jera.
Anak sekolah. (Foto: Antara)
“Para guru juga banyak mendapat kekerasan, dan HAM tidak melihat kenyataan itu” pendapat salah seorang yang mendukung bahwa kekerasan masih diperlukan dalam pendidikan. Saat ini, para guru sudah tidak bisa menjalankan tugasnya mendisiplinkan siswa karena banyaknya pihak yang turut campur dalam metode pengajaran.
ADVERTISEMENT
Pendapat di atas tentu sangat berbahaya jika menjadi diskursus para praktisi pendidikan terutama pada guru-guru. Kekerasan menjadi hal yang biasa atas nama mendisiplinkan.
Para siswa terutama di usia dini sudah terbiasa melihat dan merasakan kekerasan akan tertanam dalam benak mereka bahwa kekerasan adalah hal yang biasa. Jika kekerasan adalah hal yang biasa, maka menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan adalah hal yang lumrah.
Ilustrasi bullying. (Foto: Thinkstock)
Tidak hanya kekerasan fisik, kekerasan psikologis juga kerap terjadi di sekolah. Seorang siswa bisa jadi belajar melakukan bullying karena melihat guru yang kerap mengucapkan kata-kata intimidatif.
ADVERTISEMENT
Mengelola konflik yang ada di sekolah adalah PR bagi seluruh pihak. Tidak hanya guru, namun orang tua, dan seluruh komunitas yang bersentuhan dengan sekolah perlu terlibat untuk menghilangkan kekerasan di sekolah. Membangun komitmen pendidikan damai yang sesuai dengan potensi siswa adalah narasi besar pendidikan yang harus dibangun .
Ilustrasi guru mengajar. (Foto: Shutterstock)
Alih-alih mendisiplinkan siswa dengan kekerasan, guru bisa menciptakan suasana untuk membantu siswa mengoptimalkan potensi siswa untuk sukses dalam hidup. Potensi siswa dapat dioptimalkan dengan menerapkan nilai-nilai menghormati diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Pendidikan ditujukan untuk menghasilkan kemandirian siswa, menghargai kebebasan berpendapat dengan batasan yang sesuai dengan adab dan norma Indonesia. Siswa perlu mengasah keterampilan berpikir kritis sehingga dalam menempuh pendidikan dilakukan dengan sukarela dan penuh cinta. Sudah saatnya para pengajar mulai mendidik dengan memposisikan diri sebagai siswa dan melihat dari kacamata siswa.
ADVERTISEMENT
Memang bukan tugas mudah, namun bisa dilakukan jika sedari awal para pendidik memulai niat mengajar dengan cinta. Cinta terhadap pengetahuan dan siswa yang merupakan masa depan bangsa. Cinta dapat mengalahkan segalanya termasuk kekerasan yang mungkin sudah mengakar di dunia pendidikan.