Proyeksi Pembangunan Kesejahteraan Sosial Indonesia Periode 2020-2024

PPI Dunia
PPI Dunia adalah wadah organisasi yang menaungi seluruh pelajar Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di luar negeri.
Konten dari Pengguna
21 November 2019 19:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari PPI Dunia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pembangunan kesejahteraan sosial bagi penduduk miskin dan rentan menjadi pondasi yang sangat penting guna mewujudkan peningkatkan derajat kesejahteraan sosial masyarakat. Fokus pembangunan kesejahteraan sosial periode 2015-2019 diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup yang lebih baik guna terpenuhinya kebutuhan dasar dan penyediaan akses layanan dasar. Hal tersebut turut ditunjang oleh upaya perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, rehabilitasi sosial, dan penanganan fakir miskin. Pernyataan ini mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019 yang meliputi:
ADVERTISEMENT
Ilustrasi keramaian di lingkungan pasar (foto diambil melalui sumber non-copyright karya Fikri Rasyid (IG: @fikrirasyid).
Seperti dikutip dari alinea keempat, pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yang secara jelas menyatakan bahwa Republik Indonesia menganut konsep negara kesejahteraan (welfare state). Salah satu amanat yang ingin diwujudkan dari konsep negara kesejahteraan adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta keadilan sosial. Model negara kesejahteraan Indonesia tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan model-model negara kesejahteraan di berbagai belahan dunia yang tergambarkan dalam model universal (Swedia, Norwegia, Denmark, Finlandia), model korporasi (Jerman dan Austria), model residual (Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Selandia Baru), serta model minimal (Spanyol, Italia, Chile, Brazil, Korea Selatan, Filipina, Srilanka), yang dikutip dari buku karangan Edi Suharto, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Menurut anggapan berbagai pihak, dalam 10 tahun ke belakang, Indonesia masih menganut model minimal. Pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial masih sangat kecil dan dilaksanakan secara sporadis jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB). Akan tetapi, terdapat perubahan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir dengan melihat arah pembangunan sosial ke depan. Dasar perubahan didasarkan pada perubahan paradigma pembangunan sosial/kesejahteraan sosial yang semula berbasis pendekatan charity, kasuistik, single issue, residual, dan reaktif/kuratif, menjadi hak, inklusif, crosscutting issue, holistik, dan preventif.
ADVERTISEMENT
Jika berkaca dari negara- negara Eropa yang melahirkan konsep negara kesejahteraan, Sir William Beveridge (1942) melalui laporannya yang diterbitkan di Inggris mengenai Social Insurance and Allied Services (Beveridge Report) mengidentifikasi “The Five Giant Evils” yang harus ditangani, yaitu want, squalor, ignorance, diseases, dan idleness. Kelima permasalahan mendasar tersebut, seiring dengan perkembangan kebijakan sosial menjadi pelaksana kebijakan publik yang didefinisikan melalui lima pilar kesejahteraan, yaitu jaminan sosial, pekerjaan, perumahan, pendidikan, dan kesehatan (Hudson, 2015). Lalu bagaimana konstelasi lima pilar kesejahteraan tersebut dengan kondisi pembangunan sosial/kesejahteraan sosial di Indonesia pada periode 2020-2024?
William N. Dunn (1999), mengatakan bahwa dalam sebuah welfare state, kebijakan sosial melalui pengeluaran pemerintah seharusnya dianggap sebagai investasi yang dapat mendorong tingkat daya beli masyarakat. Tidak cukup hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi karena pada akhirnya sumber daya manusia yang unggul dan produktif adalah kunci kemajuan serta keberlanjutan pembangunan.
ADVERTISEMENT
Pembangunan sosial/investasi manusia menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan kedua elemen ini saling mendukung. President Center for Global Development (CGD) Nancy Birdsall mengungkapkan bahwa tujuan mendasar pembangunan ekonomi bukanlah pada pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan manusia (human wellbeing). Bahkan petinggi lembaga riset pembangunan terkemuka dunia itu, dalam sebuah tulisan bertajuk Social Development is Economic Development, dengan tegas mengatakan bahwa “social development is good economics”.
Melihata agenda Pemerintahan Presiden Joko Widodo pada periode 2020-2024 yang telah dirumuskan melalui RPJMN 2020-2024, postur anggaran belanja pemerintah pusat untuk mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah secara efektif dan efisien, diantaranya melalui peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan penguatan program perlindungan sosial menjadi fokus utama. Kebijakan pembangunan tersebut tercermin melalui pos anggaran pendidikan (Kartu Indonesia Pintar, KIP Kuliah, Beasiswa, Riset, Kartu Pra Kerja, Sarana dan Prasarana) sebesar 508,1 triliun, kesehatan sebesar 132, 2 triliun (Kartu Indonesia Sehat, Jaminan Kesehatan Nasional, Sarana dan Prasarana) dan perlindungan sosial (Program Keluarga Harapan, Bantuan Pangan Non Tunai, Akses Perumahan, Subsidi Produktivitas Pertanian, dan Permodalan UMKM) sebesar 372,5 triliun. Tiga fokus area pembangunan ini dimaksudkan untuk memaksimalkan investasi sosial pada modal manusia dan modal sosial guna menghadapi era globalisasi dan disruptive economy melalui ketahanan sosial sumber daya manusia.
ADVERTISEMENT
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2020 yang telah ditetapkan meliputi Prioritas Nasional (PN) ke-1: Pembangunan Manusia dan Pengentasan Kemiskinan; PN ke-2: Konektivitas dan Pemerataan; PN ke-3: Nilai Tambah Ekonomi dan dan Kesempatan Kerja; PN ke-4: Ketahanan Pangan, Air, Energi dan Lingkungan Hidup; PN ke-5: Stabilitas Pertahanan dan Keamanan. RKP 2020 juga memiliki target pembangunan yang ingin dicapai: Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 72.5%, Tingkat Kemiskinan 8.5-9.0%, Pertumbuhan Ekonomi 5.3-5.5%, Tingkat Pengangguran Terbuka/TPT 5.7-6.1%, dan Kesenjangan/Gini Ratio (indeks) 0.375-0.380. Arah kebijakan pembangunan kesejahteraan sosial 2020-2024 memberikan sedikit gambaran bahwa Indonesia dalam amanatnya sebagai negara kesejahteraan telah mampu dan berani merumuskan kembali agenda kebijakan sosialnya, di mana aspek ideologi, sejarah, dan budaya menjadi determinan serta tidak hanya mengadopsi sistem/model negara kesejahteraan Eropa yang belum tentu sesuai dikarenakan perbedaan karakteristik serta keunikan yang dimiliki setiap bangsa.
ADVERTISEMENT
***
Penulis: Ronny Khalishadi Suryanegara, Sekretaris PPI York, MA Candidate in Sosial Policy,University of York, UK. (Kementerian Sosial Republik Indonesia) Editor PPI Dunia: Nobertus Ribut Santoso, staf bidang Mass Media, Pusat Komunikasi, Pusat Media dan Komunikasi PPI Dunia 2019/2020; Rahmandhika Firdauzha Hary Hernandha (Deputi Pusat Komunikasi, Pusat Media dan Komunikasi PPI Dunia 2019/2020).
***
Referensi:
ADVERTISEMENT