Ini Penjelasan Dokter Soal Kematian Akibat Vaksin COVID-19

Konten Media Partner
23 Mei 2021 11:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto-foto: Amanah Nur Asiah/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Foto-foto: Amanah Nur Asiah/Basra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komnas KIPI melaporkan ada sebanyak 30 kasus kematian usai dilakukannya vaksinasi corona. Rinciannya 27 kasus kematian usai divaksin Sinovac dan 3 kasus usai divaksin AstraZeneca.
ADVERTISEMENT
Dari jumlah tersebut, kasus kematian paling banyak disebabkan penyakit jantung. Lantas, mengapa kejadian tersebut bisa terjadi?
Menjawab hal itu, dr. Decsa Medika Hertanto, SpPD, mengatakan, setiap tindakan kedokteran terdapat dua sisi. Sisi pertama yakni benefit atau keuntungan dan sisi kedua adalah kerugiaan.
Ia menganalogikan, adanya kasus kematian usai divaksin, sama halnya dengan kehidupan yang setiap tindakan kita juga selalu ada risiko di dalamnya. Seperti saat mandi ada risiko kita terpeleset, atau pun saat makan ada risiko tersedak, dan semuanya dapat memberikan efek negatif ke kita.
"Misalnya orang yang alergi terhadap obat penurun panas seperti parasetamol juga ada, padahal obat tersebut di jual bebas. Dan hal ini juga berlaku untuk vaksin. Jadi efek samping vaksin itu sesuatu yang kita tidak bisa prediksi, karena perbedaan populasi meskipun sebelumnya tidak ada riwayat alergi atau suatu riwayat kondisi khusus. Hal ini tetap dapat menyebabkan atau memicu timbulnya efek samping karena vaksin atau KIPI," tutur dr. Decsa ketika dihubungi Basra, Minggu (23/5).
ADVERTISEMENT
Ia menuturkan, setiap vaksin yang sudah diedarkan seperi Sinovac atau AstraZeneca telah dilakukan uji klinis tahap satu hingga tiga pada vaksin. Dan di setiap uji klinisnya juga telah dilakukan uji keamanan dan keefektifan.
"Tapi waktu uji klinis kemarin kan jumlahnya itu tidak sebanyak kalau sudah diedarkan. Nah waktu diedarkan itu kan kondisi setiap orang berbeda-beda dan lebih beragam. Oleh karena itu, penting untuk mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan Kemenkes. Selain itu, evaluasi dan monitoring ketat juga dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Komnas KIPI," tutur dokter yang juga aktif melakukan edukasi di media sosial Instagram ini.
Pixabay.
Terkait pemberian vaksin pada masyarakat yang mempunyai penyakit kronis atau komorbid, dr. Decsa mengungkapkan, jika hal itu harus dilakukan dengan ekstra hati-hati.
ADVERTISEMENT
Di mana, jika ada kondisi penyakit kronis yang tidak stabil harus ditunda dulu sesuai rekomendasi dari organisasi profesi dokter spesialis masing-masing atau jika bingung ke dokter terdekat untuk mengetahui apakah sudah layak vaksin atau belum.
"Sebelum vaksin kan ada cek list. Kalau ada kondisi penyakit kronis yang tidak stabil kan harus ditunda dulu. Selain itu menanamkan pemahaman akan pentingnya vaksin terkait manfaat dan risikonya kepada masyarakat juga sangat penting," ungkapnya.
Untuk itu, ia menjelaskan, sebelum dilakukannya tindakan kedokteran, setiap orang harus memahami betul mengenai keuntungan dan kerugian.
Bahkan sebelum dilakukan vaksinasi, orang tersebut juga harus paham akan risiko terjadinya kondisi-kondisi gawat. Dan sebaliknya adanya vaksin dapat melindungi dirinya dan orang di sekitarnya dari COVID19 yang sampai saat ini belum ada obatnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau keuntungan lebih banyak dari kerugian ya segera dilakukan vaksin, karena kita ingin pandemi segera usai. Dan sebagian besar juga sudah terbukti bahwa vaksin aman serta efektif," jelas dokter spesialis penyakit dalam ini.
Terakhir, ia berpesan kepada masyarakat untuk saling mengingatkan dan tetap menerapkan protokol kesehatan baik untuk diri sendiri maupun lingkungannya.
Karena hal tersebut merupakan salah satu cara paling efektif guna mencegah penyebaran virus Corona ke masyarakat.
"Kunci utama keberhasilan pandemi ini agar dapat kita akhiri adalah kerja sama dari berbagai pihak. Pemerintah harus terus mengawal setiap proses dan kebijakan yang berkaitan dengan pandemi dan tegas dalam memberantas hoax agar masyarakat tidak dibuat bingung. Selain itu, sinergi kebijakan masing-masing pembuat kebijakan, agar tidak ada kontra kebijakan. Masyarakat juga diharap untuk menjalankan prokes dengan baik dan benar. Dan jika sudah ada jadwal vaksin jangan ditunda," pungkasnya.
ADVERTISEMENT