IMG20210517160707_00.jpg

Alfian, Penyandang Tuna Netra yang Kembangkan Website Ramah Difabel

29 Mei 2021 13:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Alfian Andhika, penyandang tuna netra yang sudah melek IT sejak duduk di bangku SMP. Kini Alfian membantu sejumlah instansi untuk mengembangkan website yang ramah difabel. Foto-foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Alfian Andhika, penyandang tuna netra yang sudah melek IT sejak duduk di bangku SMP. Kini Alfian membantu sejumlah instansi untuk mengembangkan website yang ramah difabel. Foto-foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Ketertarikan Alfian Andhika (24), penyandang tuna netra, pada teknologi menjadikannya memahami betul mana website yang aksesibel bagi komunitasnya. Hal ini mendorong Alfian dipercaya sejumlah instansi untuk mengembangkan aplikasi website agar ramah bagi penyandang disabilitas, terutama tuna netra. Salah satunya website milik PT KAI.
ADVERTISEMENT
"Saya diminta untuk membantu mengembangkan aplikasi agar website KAI Acces aksesibel. Sekitar akhir 2019 menjelang 2020 lah. Sekarang Alhamdulillah website mereka sudah aksesibel buat teman-teman (tuna netra)," ujar Alfian kepada Basra, Sabtu (29/5).
Lebih lanjut Aflian mengungkapkan, untuk pengembangan aplikasi website KAI Acces tersebut dirinya harus rela mondar mandir Surabaya-Bandung.
"Mereka (PT KAI) minta ketemu langsung agar diskusi dan pengerjaannya lebih enak. Ya sudah saya harus datang ke Bandung," imbuhnya.
Selain KAI Acces, masih terdapat sejumlah website lainnya yang kini sudah aksesibel tak terlepas dari ide dan konsep dari pria kelahiran Surabaya 30 Oktober 1997 ini. Salah satunya website makinpintar.com milik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
Alfian mengakui tak segan menyampaikan kritik bila menemukan website yang dirasa tak aksesibel bagi disabilitas.
ADVERTISEMENT
"Saya langsung sampaikan ke pengelolanya, biasanya ada kan nomor mereka yang tercantum. Nah itu langsung saya kirimi pesan, saya sampaikan kalau websitenya ndak aksesibel," jelas alumni Unair jurusan Antropologi tahun 2020 ini.
Dari hasil temuan Alfian, banyak website yang tak aksesibel. Contoh sederhana yang paling sering terlupakan adalah adanya caption pada foto di website tersebut.
"Kalau mereka yang normal sudah pasti akan tahu itu foto apa begitu dia lihat, tapi bagi tuna netra kan tidak bisa. Harus ada caption dari foto tersebut karena yang kita 'baca' itu keterangan dari foto tersebut. Tulisan dari caption itu akan terbaca dengan aplikasi pengubah teks tulisan menjadi suara yang biasa dipakai tuna netra ketika mengakses laptop ataupun hp," papar Alfian.
ADVERTISEMENT
Dikisahkan Alfian jika saat kuliah dia selalu menyempatkan diri melakukan sosialisasi tuna netra agar melek IT. Dia mengatakan, selama ini memanfaatkan IT melalui aplikasi Jaus for Windows yang sangat membantunya dalam kegiatan sehari-hari. Aplikasi ini mampu mengeluarkan konten suara dari dokumen yang dipindai. Alfian mempelajari aplikasi ini sejak duduk di bangku SMP Yayasan Pemimpin Anak Bangsa (YPAB) Surabaya.
“Saat saya kuliah saya juga mencari teman sebanyak-banyaknya agar lebih mudah melakukan sosialisasi. Saya ikut teman-teman yang suka berorganisasi, maupun mereka yang suka bolos. Sebab dengan begitu saya merasa bersemangat merasa layaknya teman-teman lain yang tidak mengalami gangguan penglihatan,” tukas mahasiswa penyandang tuna netra pertama di Unair ini.
Dalam setiap komunitas atau tempat nongkrong, Alfian memberitahukan kepada teman-temannya jika penyandang tuna netra itu mandiri dan bisa beraktivitas seperti orang normal. Sejak 2014, Alfian memutuskan untuk bergabung dengan Komunitas Mata Hati. Melalui komunitas ini, Alfian bisa bersosialisasi dengan teman-temannya sesama penyandang tuna netra. Dia kerap melakukan sosialisasi kepada para tuna netra agar lebih mendiri. Alfian juga mengajar membaca Al Quran kepada tuna netra.
ADVERTISEMENT
Meski sudah membuktikan diri mampu mandiri, Alfian merasakan sikap diskriminatif masih dirasakan lingkungan sekitarnya. Di sisi lain, penyandang tuna netra terkesan terbiasa dengan pola pikir yang bergantung pada pemberian sosial. Akibatnya, banyak yang tak mandiri. Meski begitu, ia tak mau bergantung pada nasib. Pola pikir dan motivasi kuat untuk mandiri melecutnya untuk maju.
"Saya sejak SMP sudah suka utak-atik komputer biar bisa, meskipun komputer saya jadi sering rusak. Saya belajar IT termasuk aksesibilitas website juga secara otodidak. Kalau mau belajar juga ke siapa? Tidak banyak orang yang mengerti tentang aksesibilitas website. Kalaupun ada tempatnya jauh di Jakarta," imbuh pria yang kini bergabung dengan USAID Mitra Kunci untuk memberdayakan kalangan disabilitas.
ADVERTISEMENT
Alfian lantas berpesan kepada semua pihak bahwa mereka yang memiliki keterbatasan bukanlah tidak mampu untuk melakukan banyak hal yang bermanfaat. Tak lupa Alfian turut mengingatkan kepada penyandang disabilitas agar mau bersosialisasi dan tidak menutup diri.
“Jangan jadikan keterbatasan itu sebagai alasan untuk menutup diri. Mari ubah pola fikir, teman-teman yang memiliki keterbatasan sebenarnya bisa dan mampu kok untuk mandiri, tinggal dari kitanya saja," simpulnya.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten