Perempuan Muda Serang Mabes Polri, Pengamat UNS: Faktor 'Salad Bar Ideologies'

Konten Media Partner
31 Maret 2021 21:44 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemerhati gender dan politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tiyas Nur Haryani
zoom-in-whitePerbesar
Pemerhati gender dan politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tiyas Nur Haryani
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
SOLO-Pemerhati gender dan politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tiyas Nur Haryani meminta agar kasus serangan teroris di Mabes Polri dan Gereja Katedral, Makassar, menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Hal ini terkait dengan keterlibatan perempuan dari kalangan generasi post-millenial dalam aksi itu.
ADVERTISEMENT
Menurut Tiyas, pelibatan perempuan dalam aksi teror bukan hanya kali ini terjadi. "Sudah pernah ada dalam kasus-kasus sebelumnya," katanya, Rabu (31/03/2021). Dia mencontohkan hal serupa juga pernah terjadi dalam kasus Bom Surabaya 2018 lalu.
Awalnya, keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme menjadi pertanyaan bagi publik dan pengamat. Sebab, kelompok ekstrimis identik dengan konstruksi patriarki yang kuat dalam memisahkan ruang domestik dan publik.
Aksi bom bunuh diri yang dipandang oleh pelaku sebagai jihad termasuk dalam ranah publik yang bersifat maskulin.
Tiyas mengatakan tren pelibatan perempuan dalam aksi teror bukan akibat dari bertambahnya jumlah perempuan yang masuk dalam jaringan teroris. "Namun relasi kuasa dalam konstruksi gender yang timpang tetap menjadi faktor penyebabnya," kata dia.
ADVERTISEMENT
Sedangkan fakta lain dalam kasus bom bunuh diri di Mabes Polri dan Makassar itu adalah para pelaku yang merupakan generasi Z atau post-millennial. "Kondisi mereka berada dalam fase pencarian jati diri," katanya.
Dalam proses tersebut, mereka terjebak pada pergaulan ekstrimis dan radikal. Sebagian merupakan dampak dari keterbukaan informasi di era digital. "Mereka merupakan pelaku sekaligus korban," kata dia.
Salah satu faktor lain yang cukup dominan adalah salad bar ideologies. Menurut Tiyas, mereka memiliki kecenderungan mengambil informasi sepotong-sepotong dari dunia digital yang sesuai dengan pemikirannya.
Dia berharap masyarakat bisa berperan serta dalam melakukan kontrol terhadap keluarganya dalam mengakses ruang digital. "Pemerintah juga perlu untuk melakukan pengawasan dan filterisasi ruang digital," kata dia.
ADVERTISEMENT
(Ahmad R)