Habib HM: Politik Dinasti di Solo, Hanya Bahasanya Politikus

Konten Media Partner
19 Juli 2020 22:39 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggapan pencalonan wali kota, Gibran yang selama ini putra Presiden Jokowi merupakan politik dinasti justru dianggap Habib HM sebagai bahasa politikus
zoom-in-whitePerbesar
Anggapan pencalonan wali kota, Gibran yang selama ini putra Presiden Jokowi merupakan politik dinasti justru dianggap Habib HM sebagai bahasa politikus
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
SOLO - Anggapan pencalonan wali kota, Gibran Rakabuming Raka yang selama ini putra Presiden Jokowi merupakan politik dinasti justru dianggap Habib Hasan Mulachela sebagai bahasa politikus. Urusannya hanya politik tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat. Seperti calon wali kota ini, Gibran, menurut Habib, bejone (beruntungnya-red) masyarakat Kota Solo karena kombinasi anak dan bapak memimpin negara serta daerah.
ADVERTISEMENT
"Politik dinasti itu yang bilang pasti hanya urusan politik. Tidak memikirkan kesejahteraan rakyat. Jangan berpikir politik dinasti! Apalah, ndak usah ngono dan gitulah. Toh, Pak Jokowi sudah berbuat banyak untuk Indonesia," ungkapnya.
Putranya menjadi Wali Kota Solo pasti atau otomatis program-programnya untuk masyarakat akan didukung ayahnya, Presiden Joko Widodo. Inilah yang dikatakan bejone wong Solo. Menurutnya, jika ada politik dinasti, hanya politikus-politikus sehingga biarkan saja anggapan seperti itu.
Habib Hasan Mulachela, tokoh masyarakat Solo yang senang berbagi
Menang dan Kalah
Sebelum akhirnya memilih bersosial ke masyarakat, Habib Hasan Mulachela memiliki jam terbang politik sudah 40 tahun dijalaninya. Menanggapi dinamika politik, menurutnya, menang atau kalah maka mencalonkan diri wali kota dan wakilnya sudah mempunyai perhitungan. Tidak boleh kecewa jika tidak dipilih. Menurutnya, calon Achmad Purnomo tidak perlu kecewa.
ADVERTISEMENT
"Politisi itu ya seperti itu, menang atau kalah. Lucu jika kecewa. Jangan terus kemarin dulu mundur, kemudian mundur ditolak justru saya bangga. Dan setelah sekarang tidak dicalonkan partai justru statement tidak bergerak di PDIP dan memikirkan usahanya. Lah ini mbolak-mbalik. Ya, itu risiko berpolitik," jelas Hasan Mulachela.
Setidaknya, dinamika politik di tubuh PDI Perjuangan atas jalur pencalonan yang akhirnya berpasangan Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa. Meskipun ada yang lewat DPD dan DPC, setidaknya hasil rekomendasi ini menurutnya pasangan yang bagus. Dan jalur tersebut hanya teknis sehingga Gibran mewakili kader muda dan Teguh kader militan yang tidak meninggalkan keaslian merah sebagai khas PDI Perjuangan.
"Pasangan ini sudah bagus. Tinggal bertugas saja. Setahu saya, pasangan sebelumnya ini sudah putus bulan Maret lalu," pungkas Habib. (Agung Santoso)
Sebelum akhirnya memilih bersosial ke masyarakat, Habib Hasan Mulachela memiliki jam terbang politik sudah 40 tahun dijalaninya
ADVERTISEMENT